Kamis, 02 Januari 2020

Home Sick Saat di Makkah? Ini Tempat untuk Melepas Rindu

Saat liburan, home sick atau kangen rumah biasanya sering terjadi. Kamu yang rindu makanan Indonesia saat di Makkah, bisa datang ke sini.

Apa yang kira-kira akan dirindukan traveller saat bertualang di negeri orang? Mungkin sebagian akan menjawab rindu akan cita rasa masakan tanah air.

Hal inilah yang dirasakan oleh saya dan suami saat umroh di awal Ramadhan tahun ini. Meskipun setiap harinya kami menyantap masakan katering ala Indonesia dan berbekal beberapa makanan instan, tetap saja ada kerinduan terhadap makanan favorit kami yaitu bakso.

Gayung bersambut, kebetulah saya baru saja membaca grup Backpacker Internasional dan menemukan postingan tentang outlet bakso di Tower Zamzam yang rasanya enak dan patut dicoba. Suatu hari selepas solat tarawih, kami keluar pelataran Masjidil Haram dan melipir masuk ke Tower Zamzam.

Hiruk pikuk pengunjung mall di dalam Tower Zamzam membuat saya berpikir bahwa Masjidil Haram dan sekitarnya bagai kota yang tak pernah tidur karena selalu ramai orang berlalu lalang. Menjelang pergantian hari, saya dan suami masih saja mencari lokasi outlet katanya menjual Bakso. Kami sempat berputus asa karena tidak juga menemukan outlet bakso yang dimaksud. Namun, setelah berkeliling menjelajahi seisi mall, sampailah kami di warung baksoyang kami idamkan.

Outlet bakso ini ternyata milik GraPARI Telkomsel yang diresmikan tahun 2015 silam. Lokasinya ada di lantai P3 area foodcourt masakan Indonesia di Gedung Abraj Al-Bait atau lebih dikenal dengan Zamzam Tower. Tempat ini selalu ramai disinggahi jamaah umrah dan jamaah haji Indonesia. Ruangan GraPARI ini terbagi menjadi dua: untuk pelayanan seluler dan restauran.

Untuk bisa menikmati kemewahan rasa bakso asli khas Indonesia ini, harga per mangkoknya 20 SAR atau sekitar 80.000 rupiah. Ini bakso termahal yang pernah kami makan seumur hidup. Untuk rasa baksonya sendiri, menurut kami enak dan worth it sebagai pengobat rasa rindu. Rasa bakso sapinya tidak mengecewakan dan kuahnya juga lumayan enak.

Selain bakso, outlet ini menjual makanan lainnya seperti Mie Ayam, Nasi Goreng, Mie Ayam Bakso, Soto Ayam, Sop Buntut, Ayam Penyet, dan Nasi Rendang dengan kisaran harga 20-25 SAR. Ada menu buffet alias prasmanan yang dibanderol dengan harga 40 SAR.

Sistem pembelian hingga penyajiannya bagi saya cukup unik. Kami memesan dan membayar terlebih dahulu di kasir, kemudian kami diberi alat semacam calling alarm. Kalau alarm bergetar, tandanya makanan sudah siap dihidangkan. Kami pun duduk manis sembari menunggu alarm bergetar. Ketika alarmnya bergetar dan lampu menyala, kami ambil sendiri hidangan bakso di meja saji yang sudah disiapkan. Menurut informasi, sistem seperti itu (menggunakan calling alarm) sudah diterapkan di beberapa restaurant di Bandara Soekarno- Hatta.

Informasi ini barangkali bermanfaat untuk jamaah haji yang saat ini mungkin sedang merindukan makan makanan khas Indonesia di Mekkah. Silakan diinformasikan tentang adanya outlet GraPARI Telkomsel yang menjual berbagai makanan Indonesia ini.

Selesai menyantap bakso, waktu menunjukkan pukul 01.00 pagi waktu Masjidil Haram, Tower Zamzam tak pernah sepi. Beberapa kali kami berpapasan dengan serombongan warga Arab bergamis dan bersorban saat berjalan pulang ke hotel. Itu sepertinya warga Uni Emirat, kata suami saya. Kemudian sepanjang jalan menuju hotel tempat menginap, kami berdiskusi soal Uni Emirat Arab (UEA) dan keinginan kami untuk bisa menjelajah atau bekerja sebagai ekspatriat di negeri yang kaya raya itu.

Saat pergi ke Madinah dan pulang ke Jakarta, kami sempat transit di Abu Dhabi. Hanya sekadar transit tanpa keluar bandara. Andaikan ada kesempatan lagi, kami ingin traveling ke menjelajah UEA terutama di Dubai.

Kenapa saya ingin ke Dubai?

Karena Dubai adalah kota terbesar di UEA dan di sana terdapat Burj Khalifa yang merupakan ikon Kota Dubai dan sampai saat ini masih menjadi menara tertinggi di dunia. Saya ingin sekali bisa naik ke dek observasinya di lantai 124 yang katanya luar biasa menakjubkan dan melihat kemewahan Kota Dubai dari At The Top Sky Lounge di lantai 148.

Pengalaman saya naik ke lantai tertinggi Yokohama Landmark Tower dan Tokyo Sky Tree saja sudah membuat saya berdecak kagum, ah apalagi kalau saya bisa menapaki Burj Khalifa yang megah itu semoga terwujud suatu saat nanti.

Bukan Timur Tengah, Ini Salat di Gumuk Pasir Parangkusumo

Wisata sandboarding di Gumuk Pasir Parangkusumo menjadi populer di Yogyakarta. Selain buat wisata, area sand dune ini juga dijadikan sebagai tempat Salat Ied.

Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki panorama yang indah dan unik di berbagai penjurunya, salah satunya adalah Gumuk Pasir Parangkusumo di Bantul. Destinasi ini sering digunakan untuk berwisata sekadar berfoto ataupun olahraga sandboarding dan juga gantole. Namun, tiap tanggal 10 Dzulhijah penanggalan Islam, tempat ini biasa digunakan untuk sholat Ied berjamaah. Bagi umat muslim yang sedang berada di Yogyakarta, tak ada salahnya untuk mencoba salat Ied di Gumuk Pasir Parangkusumo.

Untuk menuju ke lokasi tersebut, alangkah baiknya berangkat setelah sholat Subuh paling telat pukul 05.15 dari Kota Jogja, karena biasanya salat akan dimulai pada pukul 07.00. Jarak dari Kota Yogykarta ke Gumuk Pasir Parangkusumo sekitar 29 km dan dapat ditempuh sekitar 45 menit.

Tidak ada angkutan umum menuju tempat ini, karena masih terlalu pagi dan hari itu adalah hari lebaran, sebagian besar melaksanakan Salat Ied juga. Jadi sebaiknya gunakan kendaraan pribadi, bisa mobil ataupun motor. Akses menuju Gumuk Pasirnya pun mudah, dari Jogja, arahkan saja ke selatan menuju Jalan Parangtritis, lalu lurus terus hingga bertemu pertigaan sebelum loket, kemudian belok kanan menyusuri jalan pinggir pantai. Lokasinya memang dekat dengan Pantai Parangtritis.

Usahakan sampai lokasi minimal 15 menit sebelum sholat, karena yang datang untuk sholat bukan hanya warga sekitar, melainkan banyak juga wisatawan yang sengaja datang dari kota lain, sehingga agak sulit untuk mencari tempat parkir karena ramai. Sesampainya di lokasi, pastikan kita sudah berwudhu, karena di sini tidak tersedia air untuk berwudhu. Jadi, solusinya tetap menjaga wudhu dari rumah, atau jika batal bisa wudhu lagi di pom bensin atau mushola sebelum pantai Parangtritis.

Seperti biasa, acara Salat Ied berjamaah di Gumuk Pasir ini diinisiasi oleh warga sekitar. Panitia telah membuat garis batas shaf di atas pasir agar barisan menjadi rapi, tak lupa juga mimbar untuk khotib telah tersedia di depan. Oh iya, karena berhubung tempat ini berpasir, bawalah koran bekas, plastik, atau tikar untuk alas sebelum menggelar sajadah. Benda-benda seperti botol minum terkadang diperlukan juga untuk mengganjal ujung sajadah agar tidak terlipat karena tertiup angin.

Teriknya matahari saat itu tidak menghalangi para jamaah untuk shalat dengan khusyuk dan tetap mendengarkan khutbah hingga selesai. Sayup-sayup suara debur ombak dan terpaan angin pantai membuat hati menjadi tenang.

Suasana sholat di gumuk pasir ini memang terasa seperti Wukuf di Padang Arafah yang merupakan puncaknya ibadah haji. Mirip seperti gambaran yang selama ini hanya saya bisa dilihat melalui televisi. Adanya replika Kabah untuk manasik haji yang letaknya tak jauh dari sini turut menambah rasa kerinduan akan tanah suci. Beruntung di Indonesia terdapat tempat seindah dan seunik ini.

Gumuk Pasir Parangkusumo memang unik, selain pasirnya berwarna hitam, di sini juga terdapat gundukan bertipe Barkhan, yaitu gundukan yang berbentuk bulan sabit dengan lembah yang curam, mirip seperti di Timur Tengah. Dari konturnya itulah sangat cocok digunakan untuk olahraga sandboarding.

Bedanya wisata di sini dengan Uni Emirat Arab adalah, di sini mobil tidak diperkenankan masuk ke dalam kawasan berpasir, sedangkan di UEA, Dubai khususnya banyak yang menawarkan sensasi safari offroad menggunakan mobil di gurun pasirnya. Selain itu juga ada perjalanan melintasi gurun dengan menunggang unta seperti suasana di jaman nabi. Wahh, jadi ingin sekali merasakan ke Timur Tengah yang sebenarnya.