Senin, 03 Februari 2020

Turis BAB Sembarangan Sudah Jadi Musuh Islandia

Sedang ramai turis buang air besar sembarangan di suatu pantai di Malaysia. Terkait hal itu, turis BAB sembarangan ternyata sudah jadi musuhnya Islandia!

Orang-orang Malaysia tengah dihebohkan akan sebuah foto turis terindikasi asal China yang buang air besar di Pantai Port Dickson, Negeri Sembilan, Malaysia. Yang lebih parah lagi, kejadiannya saat siang hari.

Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Jumat (18/4/2019), momen itu pun pertama kali terekam lewat unggahan Twitter seorang warganet dengan username @zudomon pada Sabtu lalu (13/4) seperti diberitakan media lokal Nextshark.

Sontak, publik Malaysia dibuat geram. Bahkan pemerintah kota Port Dickson dan kepolisannya menanggapi serius hal tersebut.

Usut punya usut, turis BAB sembarangan nyatanya tidak baru pertama kali terjadi di Malaysia. Di Islandia, negara kecil di Eropa yang terkenal dengan bentang alamnya yang indah sudah dari dulu tidak suka dengan turis BAB sembarangan.

Guide to Iceland, suatu situs pemandu perjalanan ke Islandia pernah melansir 7 hal yang tidak disukai orang Islandia dari pariwisata. Salah satunya adalah turis yang BAB sembarangan!

Sungguh ini serius. Orang-orang Islandia dari dulu sudah dibuat kesal dengan turis yang BAB sembarangan dengan sisa-sisa tisu yang berceceran di mana-mana. Sebenarnya jika di wilayah pedesaan, tanyakan saja di mana toilet pada orang sekitar, mereka pasti akan menunjukannya atau meminjamkan toiletnya pada turis.

Kalau soal kemping, memang tidak ada toilet di dalam kawasan taman nasional atau di tengah hutan. Meski begitu, ada baiknya turis yang buang air besar saat kemping, menaruh dulu kotorannya di kantong dan semacamnya. Kemudian, cari tempat sampah dan buanglah di sana.

Misalnya ingin menggali lubang untuk BAB, toh tidak masalah. Asalkan, harus jauh dari sumber air seperti sungai atau danau supaya tidak tercemar. Pun bekas-bekas tisu dan sebagainya, jangan ditinggalkan begitu saja. Harus dirapikan.

"Jangan kotori alam kami yang suci," begitu kata-kata orang Islandia terkait turis yang BAB sembarangan.

Mengenal Lebih Dekat Singa Festival Barongsai di Karimun

Atraksi barongsai biasanya sering dijumpai saat perayaan Imlek. Namun, di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, barongsai alias Tarian Singa bisa dinikmati saat Festival Barongsai.

Festival Barongsai Karimun, akan digelar di Panggung Rakyat Puteri Kemuning, Coastal Area, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pada 26-27 April 2019. Event ini sudah berkelas internasional karena melibatkan peserta asal Malaysia dan Singapura. Sebelum menikmati festival ini, ada baiknya mengenal lebih dekat barongsai yang berasal dari Tiongkok.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, barongsai adalah tarian dengan memakai 'sarung' serupa singa. Awal perkembangannya dimulai dari masa Dinasti Chin sekitar abad 3 Sebelum Masehi. Lalu, Barongsai melejit di zaman Dinasti Nan Bei (420-589 Masehi) dengan background peperangan.

"Barongsai salah satu kekayaan budaya. Sejarahnya kuat ditambah keunikannya. Dengan pesonanya, Festival Barongsai 2019 tentu sangat menarik. Event ini pasti lebih meriah. Sebab, wisatawan juga akan mendapatkan banyak pengetahuan dari seni budaya Barongsai," ungkap Rizki, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/4/2019).

Rizki melanjutkan, Tarian Barongsai memiliki gerak yang sangat dinamis. Secara umum, gerak tari Barongsai terdiri dari Singa Utara dan Singa Selatan. Singa Utara atau Peking Sai, dimainkan akrobatik dan atraktif.

Atraksi Barongsai bisa dimainkan di tali, berjalan di atas bola, menggendong, dan gerakan berputar. Aksi Peking Sai kerap jadi media hiburan keluarga kerajaan Tiongkok.

Festival Crossborder Skouw 2019 Fokus Angkat Kerajinan Gerabah Abar

Selain menampilkan konser musik, Festival Crossborder Skouw 2019 juga akan memperlihatkan kerajinan tangan khas Papua, salah satunya gerabah tradisional Abar, Sentani, Jayapura. Gerabah ini juga bisa menjadi cenderamata dari Festival Crossboder Skouw.

Festival Crossborder Skouw 2019 sendiri akan digelar pada 9-11 Mei 2019 di PLBN Skouw, Jayapura, Papua. Event tahunan ini akan menampilkan musisi reggae Ras Muhammad, Dave Solution, dan band asal Papua Nugini Vanimo Natives.

"Festival Crossborder Skouw 2019 juga memiliki sisi lain yang unik dan menarik. Wisatawan nantinya bisa berkunjung juga ke Sentani. Kawasan ini memiliki destinasi wisata luar biasa. Sentani juga memiliki sentra kerajinan gerabah tradisional yang terkenal," ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/4/2019).

Ricky menilai, Festival Crossborder Skouw 2019 akan menjadi ajang untuk mengangkat sentra kerajinan gerabah di Jayapura.

"Desa Abar sudah terkenal sebagai penghasil gerabah. Produknya unik-unik. Yang jelas, Desa Abar wajib dikunjungi karena lokasinya mudah dijangkau dari Skouw. Jalannya bagus dan lebar. Apalagi, view di sepanjang jalan sangat indah dengan nuansa pantai dan gunung," paparnya.

Menurut Ricky, sempe atau gerabah produk Abar memang berbeda karena pembuatannya tidak menggunakan bantuan alat khusus apalagi teknologi. Hal inilah yang membuat sempe Abar menjadi unik dan berbeda. Jumlah produksinya juga sangat terbatas.

"Gerabah di sini sangat khas. Semua dilakukan secara manual. Karena mengandalkan tangan, produknya tidak sebanyak daerah lain seperti Kasongan, Yogyakarta," katanya.

Ricky menambahkan, pemanfaatan gerabah oleh masyarakat Jayapura cukup beragam. Mayoritas untuk memenuhi kebutuhan peralatan sehari-hari. Biasa digunakan untuk memasak atau sebagai wadah penyimpanan sagu juga air. Gerabah juga difungsikan sebagai alat memasak. Pada moment tertentu, gerabah digunakan sebagai alat khusus untuk menghidangkan makanan, biasanya pada acara adat.

"Gerabah memiliki aspek sosial yang tinggi. Fungsi dari gerabah pun sangat beragam. Yang jelas semua berkaitan dengan aktivitas keseharian masyarakat di sana. Memasak menggunakan gerabah, sensasi dari makanannya juga berbeda. Silakan berkunjung ke Desa Abar. Wisatawan bisa belajar banyak terkait hal pembuatan gerabah," tegas Ricky.

Selain fungsinya, bentuk sempe masyarakat Abar pun beragam. Mulai bentuk sederhana hingga motif yang cukup rumit. Selain wadah dan alat masak, gerabah juga dibentuk dalam rupa vas bunga. Ada juga bentuk asbak, tifa, beragam alat rumah tangga, hingga mainan dan souvenir unik. Lebih menarik, para pengrajin gerabah Abar mayoritas kaum wanita.

"Bahan bakunya tanah liat, tapi membutuhkan kecermatan tinggi. Sebab, pembentukannya tidak dibantu oleh alat khusus. Butuh kesabaran dan keuletan. Mungkin karena hal ini, kebanyakan pembuat gerabah di Abar adalah wanita. Pengrajin prianya sangat sedikit. Terlepas dari itu, harga yang ditawarkan tetap ramah dan sangat terjangkau," papar Ricky.

Ricky menjelaskan, kerajinan gerabah masuk Papua diperkirakan pada era neolitik. Teknologinya waktu itu diperkenalkan oleh oleh penutur Austronesia yang datang ke wilayah Papua. Seiring waktu, gerabah menjadi warna budaya yang mampu menggambarkan detail aspek kehidupan manusia. Melalui gerabah pula, manusia modern bisa menguak berbagai hal terkait kehidupan di masa silam.

"Desa Abar ini memiliki potensi pariwisata yang besar. Daya tariknya unik berupa gerabah tradisional. Produk Abar tentu menjadi aset yang besar bagi pariwisata Jayapura bahkan Papua. Destinasi ini punya warna lain yang khas," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya.

"Tentu ada banyak experience yang ditawarkan dari Abar. Ayo berkujung ke Abar, apalagi destinasinya mudah dijangkau dari Festival Crossborder Skouw 2019," imbuhnya.