Minggu, 12 April 2020

Pasar Favorit Para Pria-pria Mapan

Mungkin pasar ini cocok untuk pria-pria mapan yang ingin mencari istri. Konon, pasar ini menyediakan pengantin yang siap untuk dinikahi.

Biasanya, pasar menjual makanan atau suvenir. Tetapi beda dengan di Bulgaria, mereka memiliki pasar yang menyediakan jodoh yang siap menikah.

Dirangkum detikcom, di Kota Stara Zagora, 230 km arah timur Ibukota Sofia, Bulgaria terdapat pasar yang bernama Gypsy Brides Market atau Pasar Pengantin Gipsi. Di sini kamu bisa menemukan muda-mudi yang mencari jodoh dan siap untuk menikah.

Para gadis memakai gaun terbaik mereka, dengan make-up tercantik dan gaya yang menarik perhatian banyak orang. Para pria memakai celana jeans hitam, dengan kaos yang menonjolkan otot, dan biasanya dilengkapi dengan jaket kulit. Mereka berkumpul bukan sekadar untuk mengobrol dan senang-senang, melainkan guna mencari pasangan untuk menikah
Pasar JodohFoto: (AFP)

Suasana ramai yang dilengkapi dengan suara musik gypsy pop gegap-gempita terdengar dari sound system mobil. Gadis-gadis menarik perhatian dengan menari di atas kap mobil, atau berjalan-jalan dengan senyum terbaik mereka. Para pemuda berusaha menangkap mata yang bisa membuat hatinya berdebar tanpa bisa ditahan.


Bagi para muda-mudi, ini adalah acara yang sangat menarik terutama bagi para gadis. Anak gadis Suku Kalaidzhi biasanya sudah berhenti sekolah sejak umur 15 tahun dan kemudian menimba ilmu dari rumah saja. Karena mereka menganut Kristen Ortodoks, para orangtua sengaja menarik anak gadisnya dari kehidupan sosial umum agar tidak terkena imbas pergaulan bebas yang sudah jadi hal umum di masa kini.

Para gadis ini tidak bisa dengan mudah bertemu dengan lawan jenis. Biasanya, mereka hanya bisa berkomunikasi dan mencari teman via internet, salah satunya di Facebook. Bridal Market atau Pasar Pengantin adalah suatu kesempatan yang besar juga sangat ditunggu bagi mereka.

Tak sekadar pertemuan untuk muda mudi, namun juga bagi para orangtua. Gadis yang berumur 18 tahun ke atas, akan bertemu dengan pria yang juga seumuran. Mereka berbincang, mengobrol dan mencari percik cinta. Sedangkan para orangtua menunggu di tepian keramaian, menanti apakah anak atau kemenakannya berhasil menemukan jodoh di sana.

Setelah anak-anak ini menemukan ketertarikan pada lawan jenis, kini bagian orangtua yang mengambil alih. Keluarga pria akan membayar sejumlah uang kepada keluarga gadis tanda anaknya akan diambil. Yang menarik adalah, para gadis di sini terjamin masih perawan karena kelompok mereka memang menjunjung tinggi keperawanan wanita.

Gadis perawan dan memiliki wajah cantik bisa mendapat harga yang cukup tinggi. Namun, jika ternyata sang gadis tidak perawan, uang yang sudah diberikan oleh keluarga pria bisa diambil kembali karena sudah dianggap melanggar perjanjian.

Penasaran? Datang saja pasar ini. Siapa tahu Anda bertemu belahan jiwa!

Swedia Perpanjang Larangan Kunjungan Wisata ke Semua Negara

 Wabah virus Corona di Eropa belum reda. Swedia pun memutuskan untuk memperpanjang penutupan kunjungan wisatawan.
Kasus Corona di Swedia terbilang tinggi. Muncul 9.685 kasus yang konfirmasi Swedia hingga Sabtu (11/4/2020).

Kementerian Luar Negeri Swedia pun memutuskan untuk membatasi perjalanan yang tidak penting terhadap warganya. Dalam rekomendasi tersebut warga negara Swedia diminta untuk tidak melakukan perjalanan ke negara mana pun.

Begitu pula sebaliknya, tak ada wisatawan yang boleh memasuki Swedia sampai 15 Juni 2020. Kebijakan akan akan dievaluasi seiring berjalannya waktu.

"WHO telah menemukan bahwa Corona adalah pandemi. Siapa pun yang merencanakan perjalanan ke luar negeri harus memikirkan risikonya," bunyi surat pernyataan Kedutaan Swedia.

Kedutaan Besar Swedia di beberapa negara terus memberikan informasi terbaru untuk warga negaranya. Kemenlu menyarankan semua warganya untuk segera pulang sebelum adanya karantina.

"Kemenlu dan kedutaan kami di luar negeri berkoordinasi dengan negara Nordik dan Uni Eropa untuk membantu warga Swedia yang ada di sana," ditambahkan.

Swedia akan memperkenalkan kembali pemeriksaan perbatasan internal hingga 12 Mei 2020.

Perjuangan Australia Selamatkan Suku Asli dari Corona (2)

Langkah Pemerintah Australia

Pemerintah Western Australia mengaku sudah mengeluarkan kebijakan penutupan perbatasan guna mencegah virus Corona masuk ke pemukiman-pemukiman terpencil di negara bagian tersebut. Kebijakan ini berlaku mulai dari tanggal 5 April.

Otoritas Western Australia menegaskan pemukiman suku-suku terpencil ini tertutup untuk pendatang. Hampir 90% dari pemukiman ini sudah diisolasi.

"Kami tidak bisa mengambil resiko. Penduduk Kimberly di komunitas Aborigin yang terpencil sangat rentan terinfeksi COVID-19 dan mereka harus dilindungi," kata Mark Mc Gowan, Premier Western Australia dalam sebuah konferensi pers, Kamis (2/4) lalu.

Di negara bagian lain, Queensland misalnya, aturan yang sama juga sudah ditetapkan yaitu melarang orang asing untuk masuk, terutama untuk para pekerja FIFO (Fly In, Fly Out) yang kebanyakan warga negara asing.

Mereka dilarang bekerja di daerah yang dekat dengan lahan milik suku-suku asli Australia. Larangan ini berlaku mulai tanggal 4 April.

"Di Queensland tidak ada kasus di wilayah terpencil dan membatasi para pekerja asing memasuki wilayah ini akan memutus rute transmisi virus yang memungkinkan," kata Anthony Lynham, Menteri Pertambangan Queensland.

Meski pandemi virus Corona di Australia belu mencapai puncaknya, tapi sudah mulai terlihat langkah pencegahan yang ditempuh pihak swasta maupun pemerintah akan cukup untuk menyelamatkan komunitas suku asli yang tinggal di wilayah terpencil ini.

Komunitas yang Terisolir

Orang-orang suku asli Australia, jumlahnya sekitar 3% dari 24,6 juta populasi penduduk di sana. Dari jumlah yang sedikit itu, masih ditambah dengan angka harapan hidup mereka yang rendah, di bawah rata-rata angka harapan hidup nasional Australia.

Penyebabnya bermacam-macam. Tapi yang paling utama adalah soal kesenjangan sosial. Layanan kesehatan belum terjangkau sampai ke pelosok-pelosok, termasuk juga ketersediaan lapangan kerja dan perumahan yang layak.

PR inilah yang sekarang tengah dihadapi oleh Australia. Ditambah lagi dengan hantaman wabah virus Corona yang juga mengincar eksistensi dari suku-suku asli ini.

"Sementara penduduk daerah terpencil ini mempunyai akses ke layanan kesehatan yang baik, tapi dengan adanya COVID-19, mereka tetap butuh rumah sakit dan ventilator. Mereka rentan terhadap komplikasi COVID-19 dan butuh dievakuasi dengan segara," ungkap Dr Jason Agostino, Dosen Australian National University sekaligus Penasehat National Aboriginal Community Controlled Health Organization.

Agostino juga menyoroti tidak layaknya tempat tinggal suku-suku ini sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Tanpa adanya tempat tinggal yang layak, maka nasib mereka bisa di ujung tanduk, virus bisa menyebar dengan mudah di dalam populasi suku-suku ini.

Kekhawatiran yang sama juga diserukan oleh Dr Mark Wenitong, Penasehat Kesehatan bagi Apunipima Cape York Health Council, yang mewakili 17 komunitas terpencil di Queensland.

"Kami punya masalah padatnya pemukiman (overcrowd), dengan tingginya penyakit kronis di usia muda, jika tidak diatur, maka COVID-19 akan jadi mimpi buruk bagi kami," imbuh Mark.