Sabtu, 02 Mei 2020

Ramai Soal Karantina Wilayah, Apa Bedanya dengan Lockdown?

Penyebaran virus corona COVID-19 membuat banyak negara melakukan lockdown. Hal ini dilakukan guna mencegah penyebaran virus corona yang semakin meluas di negara tersebut.
Sementara itu, di Indonesia santer terdengar beberapa kepala daerah yang akan melakukan karantina wilayah. Salah satunya Gubernur DKI Anies Baswedan, yang mengatakan pihaknya saat ini tengah membahas kemungkinan penerapan karantina wilayah di Jakarta.

"Jadi itu termasuk yang sedang dibahas. Nanti kalau sudah final, akan kami umumkan," kata Anies seperti dilihat dari siaran langsung akun YouTube Pemprov DKI, Sabtu (28/3/2020).

Apa bedanya karantina wilayah dengan lockdown?

Karantina wilayah
Di Indonesia tidak dikenal regulasi mengenai lockdown. Persamaan yang paling mendekati adalah karantina.

Dalam Pasal 49 ayat 1 disebutkan empat jenis karantina, yaitu:

1. Karantina Rumah
2. Karantina Wilayah
3. Karantina Rumah Sakit
4. Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.

"Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi," tulis definisi karantina wilayah.

Regulasi yang mengatur tentang karantina itu tertuang dalam UU Nomor 6/2018 mengenai Kekarantinaan Kesehatan.

"Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan masyarakat," demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018

Lockdown
Melansir dari Economicstimes, lockdown merupakan protokol darurat yang mencegah orang meninggalkan area tertentu. Kebijakan ini menutup semua kegiatan yang tidak penting.

Namun masih membuka pasar, rumah sakit, dan bank untuk kepentingan masyarakat dengan jumlah yang dibatasi. Keputusan lockdown ini bisa di tingkat kota maupun negara. Tergantung kebijakan pemerintah setempat.

Dilansir Reuters, China menjadi negara yang memulai lockdown akibat pandemi virus corona. Hubei ini menjadi kota pertama yang di-lockdown, yakni sejak 23 Januari. Penerbangan dari dan ke Wuhan ditutup. Di Wuhan, 58 juta orang hidup dalam karantina besar-besaran.

Pembatasan ketat dilakukan. Warga yang hendak melakukan perjalanan ke luar dan masuk wilayah yang di-lockdown harus menjalani pendataan. Jalur transportasi, termasuk tol, rel kereta api, dan transportasi umum dinonaktifkan.

Sedangkan di Eropa, Italia melakukan lockdown akibat jumlah kematian yang telah mencapai 10.023 per Minggu, (29/3/2020) seperti dikutip dari Worldometers.

Dilansir Channel News Asia, Perdana Menteri (PM) Italia Giuseppe Conte me-lockdown negaranya pada 9 Maret 2020 hingga (rencananya) 3 April 2020. Dengan diberlakukannya lockdown nasional, perjalanan keluar dan masuk Italia juga pergerakan antarkota akan dibatasi.

Sementara di Asia Tenggara terdapat Malaysia yang sudah me-lockdown negaranya sejak 18 hingga 31 Maret 2020. Seluruh warga disebut dilarang meninggalkan Malaysia, sedangkan warga Malaysia yang akan kembali dari luar negeri harus melalui pemeriksaan kesehatan dan menjalani karantina sendiri selama 14 hari.

831 Meninggal dari 10.843 Kasus, Tingkat Kematian Corona RI 7,66 Persen

Pemerintah pada hari Sabtu (2/5/2020) mengumumkan total kasus positif virus Corona COVID-19 di Indonesia menjadi 10.843 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 831 di antaranya meninggal dunia sementara 1.665 orang lain dinyatakan sembuh.
"Konfirmasi positif sebanyak 292, sehingga jumlahnya menjadi 10.843. Kasus sembuh bertambah 74 orang, sehingga akumulasinya menjadi 1.665 orang. Kasus meninggal bertambah 31 orang, sehingga akumulasinya menjadi 831," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang disiarkan BNPB, Sabtu (2/5/2020).

Dengan data tersebut artinya tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) virus Corona di Indonesia saat ini ada di angka 7,66 persen. Terjadi kenaikan dari hari Jumat kemarin yang angkanya 7,58 persen.

Data yang dihimpun oleh Research Center Johns Hopkins University menunjukkan rata-rata CFR wabah Corona di dunia saat ini ada di angka 7,13 persen persen.

Amerika Serikat (AS) masih ada di urutan pertama sebagai negara dengan jumlah kasus Corona terbanyak yaitu 1.104.161 kasus. Berikutnya diikuti Spanyol sebanyak 213.435 kasus dan Italia 207.428 kasus.

Sebagai perbandingan AS memiliki CFR Corona 5,89 persen, Spanyol 11,49 persen, dan Italia 13,61 persen.

Ramai Soal Karantina Wilayah, Apa Bedanya dengan Lockdown?

Penyebaran virus corona COVID-19 membuat banyak negara melakukan lockdown. Hal ini dilakukan guna mencegah penyebaran virus corona yang semakin meluas di negara tersebut.
Sementara itu, di Indonesia santer terdengar beberapa kepala daerah yang akan melakukan karantina wilayah. Salah satunya Gubernur DKI Anies Baswedan, yang mengatakan pihaknya saat ini tengah membahas kemungkinan penerapan karantina wilayah di Jakarta.

"Jadi itu termasuk yang sedang dibahas. Nanti kalau sudah final, akan kami umumkan," kata Anies seperti dilihat dari siaran langsung akun YouTube Pemprov DKI, Sabtu (28/3/2020).

Apa bedanya karantina wilayah dengan lockdown?

Karantina wilayah
Di Indonesia tidak dikenal regulasi mengenai lockdown. Persamaan yang paling mendekati adalah karantina.

Dalam Pasal 49 ayat 1 disebutkan empat jenis karantina, yaitu:

1. Karantina Rumah
2. Karantina Wilayah
3. Karantina Rumah Sakit
4. Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.

"Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi," tulis definisi karantina wilayah.

Regulasi yang mengatur tentang karantina itu tertuang dalam UU Nomor 6/2018 mengenai Kekarantinaan Kesehatan.

"Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan masyarakat," demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018