Selasa, 05 Mei 2020

Menristek Minta Kemenkes Relaksasi Aturan Produksi-Uji Coba Alkes untuk Corona

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro meminta adanya relaksasi aturan maupun uji klinik untuk alat kesehatan (alkes) yang berkaitan dengan penanganan virus Corona. Bambang meminta relaksasi itu karena saat ini Indonesia berada dalam situasi darurat.
Hal itu disampaikan Bambang dalam rapat gabungan virtual DPR RI, Selasa (5/5/2020). Bambang awalnya menyinggung arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyetop impor alat kesehatan yang bisa diproduksi di dalam negeri.

"Di dalam salah satu ratas, Presiden sudah memberikan instruksi untuk mulai mengurangi atau menyetop impor alat kesehatan yang sudah dihasilkan di dalam negeri. Pengertian dihasilkan di sini tentunya juga sudah melalui pengujian. Jadi unsur safety tentunya sangat dikedepankan," kata Bambang.

Untuk bisa memenuhi syarat pengujian, Bambang meminta adanya relaksasi dari Kemenkes tanpa mengorbankan unsur keselamatan (safety). Bambang menyebut permintaan itu sudah direspons Menkes Terawan Agus Putranto yang menjanjikan adanya SOP sebagai pengganti aturan yang sudah ada.

"Yang pertama adalah, adanya persyaratan, terutama untuk industri yaitu perusahaan yang akan melakukan industri alat kesehatan harus sudah mempunyai CPAKB, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik. Tentunya bagi industri, jadi Pindad atau PT LAN yang akan memproduksi ventilator, karena mereka sebelumnya tidak pernah membuat alkes, maka akan sulit bagi mereka untuk memenuhi persyaratan CPAKB ini. Sehingga kami membutuhkan adanya semacam relaksasi," ujar Bambang.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Pak Menkes langsung, Pak Menkes menjanjikan akan dibuat semacam SOP saja sebagai pengganti atau alternatif dari CPAKB," imbuhnya.

Bambang juga menyoroti perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Ia mencontohkan uji ventilator yang sudah diproduksi diharapkan tidak memakan waktu yang lama.

"Perlunya proktol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Dalam pengertian kita tidak relaksasi dalam konteks safety-nya, tapi dalam waktunya. Karena misalkan uji klinis dari ventilator ini bisa menghabiskan waktu yang cukup lama. Kenapa? Karena tergantung pemakaian dari ventilator tersebut. Informasi yang kami terima, ventilator ITB itu sudah dibagikan kalau tidak salah 11 rumah sakit sejak minggu lalu, namun sampai kemarin informasinya belum ada satupun yang diuji atau dipakai, karena memang belum ada pasien yang membutuhkan. Tentunya kami membutuhkan relaksasi dari Kemenkes bagaimana sebaiknya agar uji klinis ventilator ini tidak memakan waktu yang terlalu lama," tutur Bambang.

Lebih lanjut, Bambang juga meminta adanya penetapan alasan tertentu bagi alat kesehatan hasil riset dan inovasi agar masuk dalam pengecualian harus ada izin edar. Menurutnya, hal itu diperlukan mengingat hasil riset ini dimaksudkan untuk memenuhi kekurangan alat kesehatan, bukan untuk kepentingan komersial.

"Perlunya penetapan alasan tertentu bagi beberapa alat kesehatan hasil riset dan inovasi yang ditetapkan oleh Menkes agar masuk dalam pengecualian yang harus ada izin edar, mengingat yang kami lakukan sekarang ini bukan semata-mata untuk komersial, tapi upaya inovasi ini lebih kepada bagaimana kita memenuhi beberapa alkes yang masih kekurangan dalam waktu yang singkat dan tidak bergantung pada impor," ungkap Bambang.

"Jadi mohon ini dilihat bukan sebagai upaya untuk komerisal, tapi lebih sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi darurat sekarang. Tentunya ke depan ketika kondisi normal unsur komersialisasi barangkali bisa dipertimbangkan, tapi dalam kondisi hari ini untuk keperluan penanganan COVID-19," pungkasnya.

Kemenkes Jelaskan Uji Klinis Alkes untuk Corona

 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merespons permintaan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro terkait relaksasi aturan dan uji klinis alat kesehatan (alkes) yang berkaitan dengan penanganan virus Corona. Kemenkes menyebut uji klinis untuk alkes akan dilakukan dalam waktu 2 hari.
"Khusus untuk uji klinis, uji klinis ini adalah satu percobaan yang dilakukan kepada pasien langsung. Jadi sebelum uji klinis sudah ada uji performance, tetapi itu dari BPFK, tidak pada pasien, jadi hanya melihat mesinnya saja. Uji klinis ini dilakukan langsung pengujian kepada pasien, dan direncanakan sekitar 20-30 pasien dan rencananya memang hanya 2 hari," kata Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Farmalkes) Kemenkes, Engko Sosialine Magdalene, dalam rapat gabungan virtual DPR RI, Selasa (5/5/2020).

Terkait uji klinis ventilator dari ITB yang juga sempat disinggung Bambang, Magdalene menyatakan ventilator itu akan digunakan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet. Ia memastikan proses 2 hari uji klinis untuk memastikan keamanan penggunaan alat tersebut pada pasien.

"Kemarin sudah mulai hari Minggu uji klinis, tetapi dari Tim ITB belum mendapatkan pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang dibuat oleh Tim ITB, sehingga kami mendapatkan kabar terakhir kemarin sore bahwa sudah didapat pasien dan akan dilakukan di Rumah Sakit Wisma Atlet," ujar Magdalene.

"Jadi kami laporkan di sini, kalau dapat pasien langsung hanya 2 hari prosesnya. Jadi untuk melihat keamanan penggunaannya pada pasien langsung gitu," imbuhnya.

Sementara itu, Sekjen Kemenkes Oscar Primadi mengatakan sudah ada 8 alat kesehatan yang dilakukan uji performance di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK). Satu di antaranya sudah masuk ke tahap uji klinis.

"Memang sudah ada 8 yang dilakukan uji performance di BPFK dan 2 sudah lolos, kemudian 1 sudah masuk ke tahap uji klinis. Uji klinis juga baru dilakukan pada hari libur kemarin, hari Jumat atau Sabtu kemarin, kemudian baru ada pasien beberapa hari ini. Kami sangat merespons, mendukung dari Kemenkes segala upaya untuk bisa menghasilkan produk dalam negeri," ujar Oscar.

Sebelumnya, dalam rapat gabungan virtual DPR RI, Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro meminta adanya relaksasi aturan ataupun uji klinis untuk alat kesehatan (alkes) yang berkaitan dengan penanganan virus Corona. Bambang meminta relaksasi itu karena saat ini Indonesia berada dalam situasi darurat.

Untuk bisa memenuhi syarat pengujian, Bambang meminta adanya relaksasi dari Kemenkes tanpa mengorbankan unsur keselamatan (safety). Bambang menyebut permintaan itu sudah direspons Menkes Terawan Agus Putranto yang menjanjikan adanya SOP sebagai pengganti aturan yang sudah ada.

Bambang juga menyoroti perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Ia mencontohkan uji ventilator yang sudah diproduksi diharapkan tidak memakan waktu yang lama.

"Perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Dalam pengertian kita tidak relaksasi dalam konteks safety-nya, tapi dalam waktunya. Karena misalkan uji klinis dari ventilator ini bisa menghabiskan waktu yang cukup lama. Kenapa? Karena tergantung pemakaian dari ventilator tersebut. Informasi yang kami terima, ventilator ITB itu sudah dibagikan kalau tidak salah 11 rumah sakit sejak minggu lalu, namun sampai kemarin informasinya belum ada satu pun yang diuji atau dipakai, karena memang belum ada pasien yang membutuhkan. Tentunya kami membutuhkan relaksasi dari Kemenkes bagaimana sebaiknya agar uji klinis ventilator ini tidak memakan waktu yang terlalu lama," tutur Bambang.