Rabu, 03 Juni 2020

Antisipasi Gelombang Kedua, Jepang Lakukan 10 Ribu Tes Antibodi Corona

Pemerintah Jepang melalui kementerian kesehatan mulai menguji sekitar puluhan ribu warganya untuk mengetahui penyebaran virus yang ada di Negeri Sakura tersebut.
Dikutip dari The Japan Times, sebanyak 10.000 orang telah dites antibodi virus Corona pada hari Senin (1/6/2020) untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang skala infeksi nasional setelah keadaan darurat dicabut minggu lalu. Tes tersebut dilakukan di di Tokyo, Prefektur Miyagi, kemudian disusul di Osaka pada hari Rabu.

Tujuan pemerintah adalah untuk mengetahui berapa banyak orang yang sebenarnya terinfeksi dalam gelombang pertama, termasuk mereka yang tidak menunjukkan gejala.

Tes darah dilakukan pada 3.000 warga yang dipilih secara acak yang berusia 20 tahun atau lebih tua di setiap prefektur yang setuju untuk dilakukan pengujian.

Hasil yang diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah Jepang jika terjadi gelombang kedua dan memperkirakan berapa banyak orang yang harus divaksinasi jika vaksin tersedia.

Di sebuah lokasi pengujian di Bangsal Itabashi, Tokyo, seorang perawat dari Asosiasi Anti Tuberkulosis Jepang, menjelaskan kepada media, sebelum tes dimulai membutuhkan sekitar satu hingga dua menit untuk mengambil sampel darah.

"Mengetahui kondisi aktual infeksi dapat membantu pemerintah mengambil tindakan di masa depan," kata seorang pejabat asosiasi.

Menurut data Worldometers pada Selasa (2/6/2020), Jepang telah mencatat kasus COVID-19 sebanyak 16.884 dan kasus 892 kematian. Sebanyak 14.502 pasien dinyatakan sembuh.

Perdana Menteri Shinzo Abe, mencabut keadaan darurat nasional pada Senin pekan lalu. Di Tokyo dan Prefektur Fukuoka terdapat penambahan infeksi dalam beberapa hari terakhir, tetapi pemerintah mengatakan tidak memiliki rencana untuk menetapkan keadaan darurat lagi pada daerah tersebut.

Mal Bakal Buka Lagi, Ini Protokol 'New Normal' untuk Cegah Corona

 Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memastikan mal akan kembali di buka pada bulan Juni. Pembukaan mal juga disebut bergantung pada kesiapan masing-masing daerah yang akan membuka kembali pusat perbelanjaan di wilayah masing-masing.
"Tetap, bulan Juni ini pasti," ungkap Agus di kantor Kemendag, Jakarta, akhir Mei lalu.

Sebelumnya penutupan mal dilakukan untuk menahan laju penyebaran virus Corona yang semakin meningkat di Indonesia. Sebagai tempat perkumpulan massa dan orang-orang yang begitu banyak, bukan tidak mungkin mal bisa menjadi pusat penyebaran COVID-19.

Untuk itu, meski ada rencana membuka mal di era 'new normal', protokol kesehatan tetap harus dilakukan. Mengutip akun Twitter resmi Kementerian Koperasi dan UKM RI @KemenkopUKM, berikut protokol pencegahan Corona saat memasuki pusat perbelanjaan.

1. Wajib pakai masker

2. Karyawan yang bertugas harus sehat

3. Pemeriksaan suhu tubuh

4. Tidak berdesakan

5. Selalu jaga jarak

6. Utamakan pembayaran digital

Disarankan tidak pakai menggunakan uang cash untuk mengurangi kontak fisik.

7. Sterilisasi fasilitas yang rawan penularan virus

Lift, toilet, gagang eskalator, adalah benda-benda yang paling sering disentuh pengunjung. Untuk itu diharapkan pengelola mal melakukan disinfeksi di area tersebut sesering mungkin.

Efek Jangka Panjang Virus Corona Terungkap, Sesak Napas dan Mudah Lelah

 Ilmuwan mengatakan pasien virus Corona COVID-19 bisa mengalami kehabisan napas selama berbulan-bulan, bahkan setelah sembuh dari penyakit ini. Selain itu, menurut panel ahli SAGE (The Scientific Advisory Group on Emergencies), pasien yang sembuh bisa mengalami kelelahan selama berminggu-minggu.
Kekhawatiran tentang efek jangka panjang dari COVID-19 ini dibahas dalam pertemuan SAGE. Seperti diperkuat, mereka yang pernah terpapar virus pun mengatakan merasa kehabisan energi dan kelelahan meski hanya berjalan menaiki tangga.

Mengutip Daily Mail, para ilmuwan sendiri tidak mengetahui berapa lama pasien yang terinfeksi virus Corona bisa pulih sepenuhnya. Semakin serius penyakitnya, waktu yang dibutuhkan untuk pulih akan semakin lama. Tak hanya itu, fisioterapis juga menyebut pasien COVID-19 bisa kehilangan mobilitas.

Tim ahli yang tergabung dalam SAGE menyerukan melakukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki efek jangka panjang dari penyakit COVID-19. Beberapa ahli menyebut efek jangka panjang ini sebagai 'kecacatan pasca-COVID-19' dan disamakan dengan polio.

Salah satu penasihat ilmiah di pemerintah Inggris mengatakan, sebagian besar pasien COVID-19 yang sembuh tidak bisa kembali ke kehidupan normal. Hal ini mendorong Simon Stevens, Kepala Eksekutif Layanan Kesehatan Nasional (NHS) untuk mengingatkan Inggris perlu layanan baru.

Layanan tersebut disediakan untuk kebutuhan rehabilitasi dan aftercare untuk pasien yang sembuh dari Corona. Stevens mengatakan beberapa pasien membutuhkan perawatan psikologis untuk "sindrom perawatan pasca-intensif".

Antisipasi Gelombang Kedua, Jepang Lakukan 10 Ribu Tes Antibodi Corona

Pemerintah Jepang melalui kementerian kesehatan mulai menguji sekitar puluhan ribu warganya untuk mengetahui penyebaran virus yang ada di Negeri Sakura tersebut.
Dikutip dari The Japan Times, sebanyak 10.000 orang telah dites antibodi virus Corona pada hari Senin (1/6/2020) untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang skala infeksi nasional setelah keadaan darurat dicabut minggu lalu. Tes tersebut dilakukan di di Tokyo, Prefektur Miyagi, kemudian disusul di Osaka pada hari Rabu.

Tujuan pemerintah adalah untuk mengetahui berapa banyak orang yang sebenarnya terinfeksi dalam gelombang pertama, termasuk mereka yang tidak menunjukkan gejala.

Tes darah dilakukan pada 3.000 warga yang dipilih secara acak yang berusia 20 tahun atau lebih tua di setiap prefektur yang setuju untuk dilakukan pengujian.

Hasil yang diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah Jepang jika terjadi gelombang kedua dan memperkirakan berapa banyak orang yang harus divaksinasi jika vaksin tersedia.

Di sebuah lokasi pengujian di Bangsal Itabashi, Tokyo, seorang perawat dari Asosiasi Anti Tuberkulosis Jepang, menjelaskan kepada media, sebelum tes dimulai membutuhkan sekitar satu hingga dua menit untuk mengambil sampel darah.

"Mengetahui kondisi aktual infeksi dapat membantu pemerintah mengambil tindakan di masa depan," kata seorang pejabat asosiasi.

Menurut data Worldometers pada Selasa (2/6/2020), Jepang telah mencatat kasus COVID-19 sebanyak 16.884 dan kasus 892 kematian. Sebanyak 14.502 pasien dinyatakan sembuh.

Perdana Menteri Shinzo Abe, mencabut keadaan darurat nasional pada Senin pekan lalu. Di Tokyo dan Prefektur Fukuoka terdapat penambahan infeksi dalam beberapa hari terakhir, tetapi pemerintah mengatakan tidak memiliki rencana untuk menetapkan keadaan darurat lagi pada daerah tersebut.
https://kamumovie28.com/star/seong-mok-cho/