Jumat, 05 Juni 2020

Studi Bahaya Klorokuin Ditarik, PDPI: Tak Ada Kenaikan Risiko Kematian di RI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat meminta Indonesia untuk menghentikan riset k dan hidroksiklorokuin bagi pasien Corona karena dianggap meningkatkan risiko kematian akibat COVID-19. Permintaan ini didasari hasil riset di jurnal The Lancet, yang belakangan ditarik karena dinilai meragukan.
Menanggapi, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengatakan untuk Solidarity, riset klorokuin memang ditunda namun pemberian klorokuin tetap dilanjutkan.

Para ahli di Indonesia yang melakukan studi sendiri melihat tidak terjadi kenaikan risiko kematian dan kefatalan pasien COVID-19 yang diberikan klorokuin maupun hidroksiklorokuin. Dalam studi awal, para ahli melihat 500 pasien COVID-19 baik yang diberikan klorokuin dan hidroksiklorokuin maupun tidak.

Hasilnya, risiko kematiannya tidak jauh berbeda. Artinya klorokuin atau hidroksiklorokuin tidak terbukti meningkatkan risiko kematian.

"Yang dapat atau tidak, risiko kematiannya sama. Memang ini belum final, tapi gambaran awal dari sekitar 500 pasien yang dikumpulan seperti itu," tutur dr Agus saat dihubungi detikcom, Jumat (5/6/2020).

Data tersebut diambil dari 10 daerah di Indonesia di antaranya Aceh, Banten, DKI Jakarta, Medan, Riau, Padang, Solo, Surabaya, Malang, dan Bali.

Menyoal ditariknya salah satu studi yang diterbitkan dalam jurnal medis terkemuka, The Lancet, berjudul 'Hydroxychloroquine or chloroquine with or without a macrolide for treatment of COVID-19: a multinational registry analysis', dr Agus menyebut keputusan Indonesia sudah tepat tetap memberikan klorokuin pada pasien Corona.

"Berarti statement PDPI sudah benar tentunya bahwa kita tidak menyetop penggunaannya diluar Solidarity. Karena data yang ada di kami menunjukkan tidak adanya kenaikan risiko kematian dan tidak terlihat di pasien Indonesia," pungkas dr Agus.

Ini Alasannya Butuh 2 Suntikan Vaksin untuk Lawan Corona

 Vaksin yang nantinya akan tersedia untuk melawan virus Corona COVID-19 mungkin dibutuhkan dua kali suntikan agar tubuh kebal. Keduanya kemungkinan diperlukan karena SARS-CoV-2 adalah virus baru yang tidak mengembangkan antibodi.

Suntikan pertama diberikan untuk membuat sistem kekebalan tubuh yang prima, agar membantunya mengenali virus yang masuk ke tubuh. Lalu, yang kedua dibutuhkan untuk menguatkan respon imun terhadap virus tersebut.

Ahli imunologi di The Harvard T.H. Chan School of Public Health di Boston, Barry Bloom, mengatakan hampir semua vaksin Corona yang ditunggu saat ini harus diberikan sebanyak dua kali.

"Sejauh yang saya ketahui, semua vaksin yang sedang dikembangkan saat ini dipertimbangkan akan diberikan sebanyak 2 kali," kata Bloom, yang dikutip dari USAToday, Jumat (5/6/2020).

"Mungkin pengecualian untuk vaksin Merck, yang diharapkan nantinya bisa melawan virus dengan satu dosis saja," lanjutnya.

Menurut kepala strategi koalisi Aksi Koordinasi Imunisasi, LJ Tan, kedua vaksin Corona itu nantinya diberikan secara terpisah. Mungkin perlu diberikan dengan jarak 1-2 bulan.

Saat suntikan pertama diberikan, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi terhadap sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya. Kemudian, sistem kekebalan akan memproses dan mengembangkan antibodi serta sel kekebalan.

"Jika suatu infeksi datang, imun tubuh akan melawannya. Hasilnya, kamu akan kebal dan tidak sakit," ungkapnya.

Namun, untuk beberapa patogen memang dibutuhkan suntikan kedua untuk mengatasinya. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sistem kekebalan tubuh yang prima untuk melawan infeksi.

Cukup Bayar Rp 10 Ribu Bisa Dapat Perlindungan COVID-19 dalam 30 Hari

Saat memasuki masa new normal bukan berarti pandemi COVID-19 benar-benar berakhir. Kecemasan akan terpapar virus Corona yang bisa terjadi kapan saja di luar dugaan, termasuk ketika kondisi keuangan sedang tidak stabil.
Bila kejadian buruk tersebut menimpa ketika perekonomian pribadi sedang tidak stabil, maka dampaknya akan sangat buruk. Bisa saja biaya-biaya perawatan COVID-19 tak bisa ditanggung.

Oleh karena itu selain tetap menjaga kesehatan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah, Anda juga perlu menyiapkan dana tak terduga bila hal buruk menimpa. Selain itu, Anda juga bisa mendaftar asuransi kesehatan yang menanggung COVID-19 seperti asuransi dari Grab bekerja sama dengan PFI MEGA LIFE.

Tak perlu keluar banyak uang, cukup bayar Rp 10 ribu/bulan Anda beserta keluarga sudah dapat penanggungan proteksi dari COVID-19 dengan total perlindungan hingga Rp 27 juta.

Adapun rincian total perlindungan tersebut terbagi menjadi tiga kategori, antara lain sebagai berikut:

Pembayaran untuk masuk ICU karena tahap serius pada COVID-19 hingga Rp 2 juta
Santunan kematian karena COVID-19 atau hingga Rp 10 juta
Santunan kematian akibat kecelakaan pribadi hingga Rp 25 juta
Pembelian polis ini bisa dilakukan apabila Anda berusia antara 18-60 tahun. Sedangkan orang yang diasuransikan harus berada dalam usia minimal 6 bulan hingga maksimal 60 tahun. Anda juga harus melengkapi deklarasi kesehatan jika Anda membeli asuransi untuk diri sendiri, pasangan, atau anak Anda.

Adapun pembelian asuransi proteksi diri & keluarga terhadap risiko COVID-19 dapat dilakukan melalui aplikasi Grab, caranya adalah sebagai berikut:

Buka Aplikasi Grab Anda, ketuk 'Asuransi' di layar beranda
Ketuk pada 'Lihat' (Tutup Naik)
Ketuk 'Beli Sekarang '
Isi data Anda
Lakukan pembayaran dengan OVO Cash
Klik pada 'Got It' dan selesai!
Yang perlu kamu tahu selanjutnya adalah kuota terbatas setiap bulannya. Jadi pastikan dirimu, keluarga, atau orang terdekat lainnya menjadi yang pertama mendapat perlindungan ini. Centang pernyataan lalu klik 'Lanjutkan' dan pastikan seluruh detail data diri terisi lengkap. Konfirmasi pembayaran dengan saldo OVO dan pengguna sudah berhasil membeli proteksi COVID dari Grab dan PFI Mega Life Insurance.

Studi Bahaya Klorokuin Ditarik, PDPI: Tak Ada Kenaikan Risiko Kematian di RI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat meminta Indonesia untuk menghentikan riset k dan hidroksiklorokuin bagi pasien Corona karena dianggap meningkatkan risiko kematian akibat COVID-19. Permintaan ini didasari hasil riset di jurnal The Lancet, yang belakangan ditarik karena dinilai meragukan.
Menanggapi, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengatakan untuk Solidarity, riset klorokuin memang ditunda namun pemberian klorokuin tetap dilanjutkan.

Para ahli di Indonesia yang melakukan studi sendiri melihat tidak terjadi kenaikan risiko kematian dan kefatalan pasien COVID-19 yang diberikan klorokuin maupun hidroksiklorokuin. Dalam studi awal, para ahli melihat 500 pasien COVID-19 baik yang diberikan klorokuin dan hidroksiklorokuin maupun tidak.

Hasilnya, risiko kematiannya tidak jauh berbeda. Artinya klorokuin atau hidroksiklorokuin tidak terbukti meningkatkan risiko kematian.

"Yang dapat atau tidak, risiko kematiannya sama. Memang ini belum final, tapi gambaran awal dari sekitar 500 pasien yang dikumpulan seperti itu," tutur dr Agus saat dihubungi detikcom, Jumat (5/6/2020).

Data tersebut diambil dari 10 daerah di Indonesia di antaranya Aceh, Banten, DKI Jakarta, Medan, Riau, Padang, Solo, Surabaya, Malang, dan Bali.

Menyoal ditariknya salah satu studi yang diterbitkan dalam jurnal medis terkemuka, The Lancet, berjudul 'Hydroxychloroquine or chloroquine with or without a macrolide for treatment of COVID-19: a multinational registry analysis', dr Agus menyebut keputusan Indonesia sudah tepat tetap memberikan klorokuin pada pasien Corona.

"Berarti statement PDPI sudah benar tentunya bahwa kita tidak menyetop penggunaannya diluar Solidarity. Karena data yang ada di kami menunjukkan tidak adanya kenaikan risiko kematian dan tidak terlihat di pasien Indonesia," pungkas dr Agus.
http://cinemamovie28.com/death-note-episode-37/