Jumat, 05 Juni 2020

Data Diragukan, Studi Soal Bahaya Klorokuin untuk Pasien Corona Ditarik!

Sebuah penelitian besar tentang efek klorokuin dan hidroksiklorokuin pada pasien virus Corona ditarik dari jurnal medis terkemuka setelah dokter dan ilmuwan ragu tentang validitas data.
Dikutip dari Live Science, dalam studi yang awalnya diterbitkan 22 Mei dalam jurnal The Lancet, para peneliti melaporkan bahwa hidroksiklorokuin dan klorokuin terkait dengan peningkatan risiko kematian dan masalah jantung di antara pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.

Penulis penelitian, yang dipimpin oleh Mandeep R. Mehra dari Harvard Medical School menarik studi mereka dari Lancet karena peninjau sejawat independen tidak dapat mengakses data yang digunakan untuk analisis.

"Kita semua berkolaborasi untuk tujuan yang baik dan sangat dibutuhkan selama pandemi COVID-19. Kami sangat meminta maaf kepada Anda, editor, dan pembaca jurnal atas segala rasa malu atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh hal ini," tulis penulis peneliti.Sumber data yang dimaksud adalah Surgisphere Corporation, yang menyebut bahwa mereka tidak bisa mentransfer data yang digunakan karena akan melanggar perjanjian persyaratan kerahasiaan.

Sementara itu The Lancet menulis dalam sebuah pernyataan bahwa hal ini sangat mempengaruhi integritas ilmiah dengan sangat serius dan tentang Surgisphere juga data yang diduga termasuk dalam penelitian ini.

Tata Cara Salat Jumat Berjamaah di Masa Transisi PSBB Corona

Memasuki masa transisi new normal di tengah pandemi Corona, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat beberapa ketentuan terkait salat Jumat. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus Corona COVID-19.
"Komisi Fatwa rampungkan fatwa terkait penyelenggaraan salat Jumat dan jemaah untuk mencegah penularan wabah COVID, setelah dilakukan muthalaah dan pembahasan maraton tiga hari tiga malam," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'Am Sholeh dalam keterangannya, Kamis (4/6/2020).

Bagaimana tata cara salat Jumat di tengah pandemi Corona?

Saf saat berjamaah harus renggang
- Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada salat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.

- Salat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.

- Untuk mencegah penularan wabah Covid-19, penerapan physical distancing saat salat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, salatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar'iyyah. Hajat syar'iyyah merupakan suatu kebutuhan yang memenuhi ketentuan syariah.

Pelaksanaan salat Jumat
- Salat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.

- Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan salat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.

- Jika jamaah salat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta'addud al-jumu'ah (penyelenggaraan salat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan salat Jumat di tempat lainnya seperti musala, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.

Penggunaan masker saat salat
- Menggunakan masker yang menutup hidung saat salat hukumnya boleh dan salatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat salat.

- Menutup mulut saat salat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar'iyyah. Karena itu, salat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah Covid-19 hukumnya sah dan tidak makruh.

Hipertensi, Penyakit yang Picu Kematian Pasien Virus Corona

Pasien yang memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi dua kali lebih berisiko meninggal karena infeksi virus Corona COVID-19. Dalam European Heart Journal, hal ini mungkin terjadi pada penderita hipertensi yang tidak mengkonsumsi obatnya dengan teratur.
"Penting bagi pasien dengan tekanan darah tinggi untuk menyadari mereka berisiko lebih tinggi meninggal dunia akibat infeksi COVID-19," kata ahli jantung di Rumah Sakit Xijing di Xian, China, Fei Li yang dikutip dari The Straits Times, Jumat (5/6/2020).

Para peneliti dari China dan Irlandia memeriksa kasus pasien yang dirawat di Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan, antara 5 Februari dan 15 Maret. Hasilnya, hampir 30 persen yang setara dengan 850 pasien COVID-19 memiliki riwayat hipertensi. Mereka menemukan empat persen (34 orang) dari 850 pasien hipertensi meninggal, dibandingkan dengan satu persen (22 orang) dari 2.027 pasien tanpa hipertensi.

Hasilnya, ada peningkatan risiko 2,12 kali lipat setelah disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhinya, antara lain usia, jenis kelamin, dan kondisi medis lainnya. Di penelitian yang berbeda yang mencangkup 2.300 pasien COVID-19 di rumah sakit yang sama, para peneliti juga menyelidiki dampak berbagai obat pengontrol hipertensi terhadap tingkat kematian.

Bertentangan dengan itu, mereka menemukan bahwa jenis obat yang diketahui sebagai inhibitor RASS, yang meliputi angiotensin perubahan dari enzim inhibitor (ACE) dan penghambat reseptor angiotensin (ARB), tidak berkaitan dengan tingginya tingkat kematian akibat COVID-19. Meskipun risikonya terlihat agak berkurang.

Seorang profesor di Rumah Sakit Xijing, Ling Tao, pun juga menyarankan untuk tidak berhenti atau mengganti obat anti-hipertensi yang biasa dikonsumsi.

"Kami menyarankan agar pasien tidak menghentikan atau mengubah obat anti-hipertensi yang biasa dikonsumsi, kecuali memang diinstruksikan oleh dokter," ujarnya.

Para peneliti juga menegaskan bahwa penelitian ini dilakukan secara observasional dan tidak berdasarkan pada uji klinis. Berarti, dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mempertegasnya.

Data Diragukan, Studi Soal Bahaya Klorokuin untuk Pasien Corona Ditarik!

Sebuah penelitian besar tentang efek klorokuin dan hidroksiklorokuin pada pasien virus Corona ditarik dari jurnal medis terkemuka setelah dokter dan ilmuwan ragu tentang validitas data.
Dikutip dari Live Science, dalam studi yang awalnya diterbitkan 22 Mei dalam jurnal The Lancet, para peneliti melaporkan bahwa hidroksiklorokuin dan klorokuin terkait dengan peningkatan risiko kematian dan masalah jantung di antara pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.

Penulis penelitian, yang dipimpin oleh Mandeep R. Mehra dari Harvard Medical School menarik studi mereka dari Lancet karena peninjau sejawat independen tidak dapat mengakses data yang digunakan untuk analisis.

"Kita semua berkolaborasi untuk tujuan yang baik dan sangat dibutuhkan selama pandemi COVID-19. Kami sangat meminta maaf kepada Anda, editor, dan pembaca jurnal atas segala rasa malu atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh hal ini," tulis penulis peneliti.Sumber data yang dimaksud adalah Surgisphere Corporation, yang menyebut bahwa mereka tidak bisa mentransfer data yang digunakan karena akan melanggar perjanjian persyaratan kerahasiaan.

Sementara itu The Lancet menulis dalam sebuah pernyataan bahwa hal ini sangat mempengaruhi integritas ilmiah dengan sangat serius dan tentang Surgisphere juga data yang diduga termasuk dalam penelitian ini.
http://cinemamovie28.com/uq-holder-episode-6/