Kamis, 11 Juni 2020

Sampah Masker dan Sarung Tangan Jadi Ancaman Lingkungan Era New Normal

- Pandemi COVID-19 memang memberi ruang bagi Bumi istirahat sejenak. Berkurangnya polusi udara dan emisi gas rumah kaca membuat Bumi sesaat menjadi lebih bersih dan bisa bernafas. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, karena momok baru muncul.
Nyatanya, situasi pandemi juga memunculkan masalah baru bagi lingkungan hidup: sampah dari masker dan sarung tangan sekali pakai meningkat drastis dan mulai mengancam lingkungan.

Sejumlah organisasi peduli lingkungan hidup menyuarakan keprihatinan mereka bahwa lautan, sungai, dan selokan semakin dibanjiri dengan masker wajah sekali pakai, sarung tangan lateks, botol hand sanitizer, dan barang-barang dari alat pelindung diri (APD) yang tidak dapat didaur ulang sementara seluruh dunia saat ini bergulat dengan COVID-19.

Kelompok konservasi laut Prancis, Opération Mer Propre secara teratur mendokumentasikan operasi pembersihan samudera di media sosial dan melaporkan bahwa mereka kini melihat lebih banyak potongan APD di Laut Mediterania.

"Mengkhawatirkan mengetahui jenis limbah baru yang terkait dengan COVID-19. Kami mengambil (polusi semacam ini) di setiap pembersihan, terutama sarung tangan lateks," tulis Opération Mer Propre dalam postingannya di Facebook pada 20 Mei lalu.

"Ini adalah masker sekali pakai pertama yang tiba di Mediterania," tulis mereka setelah melakukan operasi pembersihan pada 23 Mei.

"Ini hanya permulaan dan jika tidak ada perubahan, ini akan menjadi bencana ekologis yang nyata dan bahkan mungkin kesehatan," sambungnya.

Bukan hanya Eropa atau lingkungan alam yang terdampak, sejumlah pejabat kota di AS juga melaporkan selokan dan stasiun pompa air hujan tersumbat sarung tangan lateks dan masker wajah. Sampah ini diduga berasal dari saluran toilet.

Meski belum ada data tentang skala masalah ini, berdasarkan informasi Associated Press yang menghubungi 15 otoritas kota di AS, semuanya melaporkan, sejak pandemi terjadi, lebih banyak masalah penyumbatan saluran pembuangan dan drainase.

Mereka mengatakan, kondisi ini mungkin terkait dengan orang-orang membilas APD, atau bisa jadi banyak orang tidak tahu harus bagaimana memperlakukan masker dan sarung tangan sekali pakai dan memutuskan untuk membuangnya ke toilet.

Sehubungan dengan masalah pencemaran lingkungan ini, Badan Perlindungan Lingkungan AS mengeluarkan pernyataan yang memberitahu warga agar membuang APD dengan benar.

Pemberitahuan ini juga termasuk saran untuk tidak memasukkan tisu desinfektan, sarung tangan, masker, APD, atau limbah medis apa pun ke tempat sampah daur ulang karena dapat terkontaminasi oleh patogen dan membahayakan kesehatan.

Sejumlah organisasi daur ulang limbah juga meminta agar orang-orang membuang masker dan sarung tangan ke tempat aman dengan menempatkannya di tempat sampah umum.

"Jangan buang sarung tangan plastik atau masker sekali pakai begitu saja di tanah, di tempat parkir, atau melemparkannya ke semak-semak," kata CEO of the Solid Waste Association of North America (SWANA) David Biderman.

"Sampah terkontaminasi yang dibuang di tanah meningkatkan risiko paparan COVID-19, dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan," tutupnya.

'Permintaan Tinggi, Harga Vaksin Corona Diperkirakan Meroket'

 Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/ Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro, memperkirakan harga vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh perusahaan dari berbagai negara akan meroket.
Hal itu tak terlepas dari permintaan tinggi dengan suplai vaksin yang belum mencukupi. Bambang mengatakan, itu menjadi tantangan bagi Indonesia perlu mengimunisasi paling tidak 130 juta penduduk (setengah dari total populasi) hingga 170 juta penduduk (dua pertiga populasi).

"Saya yakin meskipun nanti ada beberapa perusahaan yang menemukan vaksin, meskipun mereka mengklaim bisa memproduksi satu miliar ampul setahun. Kalau Bio Farma itu ratusan juta kapasitas produksinya setahun. Kita tidak ada jaminan Indonesia akan langsung bisa mendapatkan atau kalaupun kita bisa membeli langsung, ada kemungkinan harganya tidak bisa harga yang normal," tuturnya dalam telekonferensi.

Bambang menjelaskan, dalam kondisi pandemi di mana hukum demand dan supply yang normal tidak bisa karena sisi demand luar biasa besar, sisi supply sangat terbatas.

"Kita bisa bayangkan kalau kita hanya membeli maka harganya itu bisa melonjak apalagi kalau terlambat dalam membeli," ungkapnya.

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) bersama pihak terkait telah membentuk Tim Pengembangan Vaksin COVID-19.

"Tujuannya adalah kita ingin mendapatkan vaksin dalam waktu relatif cepat agar tidak tertinggal dibanding negara lain. Kemudian kita juga mengembangkan vaksin dari Indonesia sendiri yang kita harapkan akan efektif terutama untuk virus yang beredar di Indonesia," ujar Bambang.

Pengembangan vaksin untuk strain virus COVID-19 dalam negeri juga diperlukan karena berdasarkan whole genome sequencing atau pengurutan menyeluruh dari gen virus yang ada di Indonesia, strain virus COVID-19 yang menyebar masuk dalam tiga belas strain virus.

Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman saat ini sudah mengumpulkan tujuh whole genome sequencing dari COVID-19 di Jabodetabek dan Universitas Airlangga (Unair) sudah mengumpulkan enam whole genome sequencing dari episentrum atau pusat wabah COVID-19 di Surabaya dan sekitarnya.

Dari total tiga belas whole genome sequencing ini, baru dua strain yang diidentifikasi sebagai strain COVID-19 yang beredar di Eropa. Sebelas strain sisanya masih dilabeli others atau masih belum masuk kategori yang dikenali oleh GISAID, yaitu bank data influenza dan coronavirus dunia.

"Indonesia baru menyampaikan kira-kira tiga belas whole genome sequencing. Itu karakter dari virus. Dari tiga belas yang sudah disubmit, tujuh oleh Eijkman dan enam dari Unair. Itu berarti tujuh dari Jabodetabek. Enam dari Surabaya yang sekarang menjadi salah satu episentrum dari jenis virus tersebut," papar Menristek.

"Kita semuanya submit kepada GISAID. GISAID ini semacam bank data influenza di dunia. Analisis mereka adalah mereka sekarang sudah punya enam kategori untuk virus COVID-19 di seluruh dunia. Kemudian yang tidak masuk enam sementara diklasifikasikan sebagai others," terang Bambang.

Dari tiga belas yang dimasukkan dari Indonesia: tujuh dari Eijkman dan enam dari Airlangga, sebelas kategorinya masih others. Artinya masih di luar enam kategori yang didefinisikan oleh GISAID. Sebelas masih others, dua kategorinya strain Eropa. Dua Eropa ini datang dari Surabaya.

"Ada sedikit perbedaan antara virus yang berkembang yang di Surabaya dan yang di Jabodetabek. Tentunya ini akan berpengaruh terhadap vaksin yang akan dibuat," pungkas Bambang.
https://indomovie28.net/fitoor/