- Face shield atau pelindung wajah menjadi alternatif yang cukup populer karena dianggap sebagai salah satu cara melindungi diri dari paparan virus Corona. Sayangnya, sebuah penelitian menunjukkan menggunakan face shield saja tak cukup untuk cegah COVID-19.
Peneliti dari Florida Atlantic University meneliti kinerja pelindung wajah dalam menghambat penyebaran droplet berukuran aerosol. Hasilnya menunjukkan meski face shield mampu memblokir droplet yang besar, namun droplet yang berukuran kecil bisa tersebar dengan relatif mudah di semua sisi face shield.
Apabila memakai face shield saja, droplet aerosol yang lebih kecil dapat masuk ke bagian bawah pelindung wajah dan bisa terhirup dengan mudah. Para peneliti menemukan face shiled hanya 23 persen efektif untuk melindungi diri dari paparan virus.
Face shield cukup populer digunakan sebagai pengganti masker kain atau masker bedah karena memang penggunanya merasa lebih nyaman. Face shield mengurangi kelembapan dan membuat penggunanya lebih mudah bernapas. Hanya saja, memakai face shield saja tak mampu memberikan perlindungan yang cukup besar untuk penggunanya.
Dalam studi tersebut, peneliti juga menyoroti soal masker yang memiliki katup tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai salah satu cara untuk melindungi diri dari paparan virus Corona.
"Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan face shield dan masker dengan katup napas tidak seefektif masker wajah biasa dalam membatasi penyebaran droplet aerosol," tulis peneliti dikutip dari South China Morning Post.
Gao Xiaodong, spesialis infeksi rumah sakit dari Rumah Sakit Zhongshan Shanghai, yang tidak terlibat langsung dengan penelitian tersebut, mengatakan face shield diciptakan bukan untuk menangani pasien dengan penyakit pernapasan, tetapi untuk melindungi wajah pemakainya dari cipratan dan semprotan cairan tubuh.
Gao mengatakan pelindung wajah memiliki berbagai ukuran dan banyak orang tidak mengikuti instruksi tentang cara memakainya dengan benar.
"Lebih aman jika memakai masker berbarengan dengan face shield," papar Gao.
WHO Soroti Ruang Isolasi Pasien Corona di Jakarta Terisi 70 Persen
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti okupansi ruang isolasi pasien Corona di Jakarta yang sudah terisi 70 persen.
"Meningkatkan keprihatinan tentang kapasitas perawatan kesehatan untuk mengatasi peningkatan jumlah kasus baru setiap minggu," tulis WHO dalam laporan COVID-19 Indonesia Situation Report-21 yang diterbitkan pada Rabu (2/9/2020).
Dari data yang dihimpun WHO, Jakarta memiliki total 4.456 tempat tidur yang disiapkan untuk ruang isolasi dan 483 tempat tidur yang disediakan untuk ruang ICU yang tersebar di 67 rumah sakit rujukan COVID-19.
"Namun dengan hampir 5.000 kasus baru setiap minggu, tempat tidur terisi dengan cepat...Lonjakan kasus menyebabkan perluasan PSBB Transisi hingga 10 September," lapor WHO.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa pada 2 September, setengah dari kasus COVID-19 atau sekitar 59,1 persen berada di pulau Jawa. DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi teratas dengan jumlah kasus tertinggi dari total kasus yang dikonfirmasi.
Sulawesi Selatan adalah satu-satunya provinsi di luar Jawa yang termasuk dalam lima provinsi teratas dalam hal jumlah
kasus terkonfirmasi.
"Per 2 September, DKI Jakarta memiliki jumlah kematian COVID-19 tertinggi yang dikonfirmasi per satu juta penduduk," papar WHO.
WHO juga menyoroti soal peningkatan mobilitas akibat linur panjang yang diduga menjadi penyebab transmisi lokal Corona di Indonesia semakin meluas. Mereka menyuarakan keprihatinan
bahwa lonjakan infeksi dapat menyebabkan krisis di fasilitas kesehatan dan mendesak pemerintah mengambil tindakan serius untuk mengendalikan penularan.
https://kamumovie28.com/the-sea-of-trees/