Minggu, 11 Oktober 2020

Terpopuler Sepekan: 4 Gejala COVID-19 yang Lebih Dulu Muncul Sebelum Batuk

 Dari berbagai penelitian yang ada, gejala saat seseorang terinfeksi virus Corona semakin beragam. Umumnya, gejala khas yang muncul terkait penyakit ini antara lain demam, batuk, kelelahan, dan juga sesak di pernapasan.

Namun, ada beberapa tanda atau gejala lain yang perlu diwaspadai terkait penyakit COVID-19 ini. Gejala tersebut berkaitan dengan neurologis manusia.


Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan di Annals of Neurology, ada banyak pasien yang menunjukkan gejala-gejala neurologi yang berkaitan dengan COVID-19. Gejala itu seperti sakit kepala, pusing, stroke, hingga penurunan kewaspadaan.


Dikutip dari Times of India, studi itu menyebut gejala-gejala neurologis ini yang pertama kali muncul sebelum tanda khas COVID-19 lainnya yang sudah diketahui saat ini.


Para peneliti studi tersebut membuktikan dan lebih memahami gejala-gejala neurologis itu dengan menganalisis 19 pasien COVID-19 di Northwestern Medicine.


Selain itu, penelitian ini juga mencatat adanya gejala neurologis lain yang masih termasuk ke dalam gejala COVID-19, yaitu kehilangan indra perasa dan penciuman, kejang, serta kesulitan berkonsentrasi.


Melihat hasil penelitian ini, para peneliti menegaskan hal ini sangat penting dan perlu disadari baik oleh para dokter dalam mengidentifikasi pasien, maupun masyarakat umum agar lebih waspada.


"Masyarakat umum dan juga dokter wajib menyadari hal ini (gejala), karena infeksi SARS-CoV-2 bisa terjadi dengan gejala awal neurologis sebelum demam, batuk, dan masalah pernapasan muncul," kata Igor Koralnik, selaku profesor neurologi sekaligus penulis utama di Fakultas Kedokteran Northwestern University, Feinberg.

https://nonton08.com/cock-and-bull/


Masker Sutra Dinilai Lebih Ampuh Cegah Corona daripada Katun, Ini Alasannya


 Saat memilih bahan untuk membuat masker kain, katun dianggap sebagai material terbaik untuk melindungi dari paparan dan penularan COVID-19. Namun penelitian terbaru menemukan masker berbahan sutra memberikan perlindungan lebih baik daripada katun.

Studi yang dilakukan oleh para ilmuwan di University of Cincinnati menganalisis efektivitas masker dari bahan katun, poliester, dan sutra. Mereka juga mengambil sampel kain sutra 100 persen yang tersedia secara komersial di pasaran.


Mereka kemudian mengukur hidrofobitas kain atau yang menentukan seberapa kecil partikel aerosol masuk dan keluar, serta daya tahan udara dari setiap masker. Tak lupa juga mereka pun menguji bagaimana kain bekerja setelah beberapa kali dicuci.


Hasilnya masker dengan bahan sutra mampu menahan penetrasi droplet aerosol dengan baik. Sutra juha memiliki tingkat hidrofobitas yang paling tinggi dibandingkan katun dan poliester.


"Meski masker medis dan N95 tetap menjadi perlindungan terbaik, masker berbahan sutra memiliki sifat yang membuatnya mampu menahan droplet," tulis peneliti dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS One.


Temuan mereka menunjukkan bahwa masker sutra mungkin merupakan alternatif yang sama efektifnya untuk masker bedah dalam skenario ini, karena pasokan masker bedah terbatas. Terlebih kain sutra juga dikenal memiliki sifat antimikroba.


"Katun memerangkap kelembapan seperti spons. Tapi, sutra bisa bernapas dan lebih tipis hingga sangat cepat kering," ujar salah satu peneliti Patrick Guerra, mengutip New York Post.


Guerra sekarang mempelajari berapa lama virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, dapat hidup di sutra dan bahan lainnya.

https://nonton08.com/mr-vampire-saga-4/

Game Viral Among Us Bisa Picu Impostor Syndrom, Benar Nggak Sih?

 Istilah 'impostor' belakangan viral di media sosial karena game among us. Karakter impostor dalam game among us adalah pembunuh dan suka mengelabui karakter lainnya.

Meski begitu, apakah karakter impostor dalam game Among Us ini sama dengan impostor syndrome? Bedakah kriteria impostor dalam game among us dan impostor syndrome?


Psikolog klinis Kasandra Putranto dari Kasandra & Associate mengatakan bahwa istilah impostor syndrome ini sebenarnya tidak secara resmi ada. Istilah impostor syndrome dibuat oleh orang awam dan kriterianya menjadi tidak jelas.


"Bisa jadi dibuat oleh orang awam, yang satu contoh kriteria 'adalah orang yang merasa tidak percaya diri, tidak memenuhi ekspektasi, menjadi insecure, merasa bersalah, apabila dia mendapatkan pengakuan, menutup diri," papar Kasandra, saat ditemui detikcom, Jumat (2/10/2020).


Namun untuk kriteria dalam game Among Us yang berada di masyarakat memiliki definisi berbeda. Dijelaskan oleh Kasandra, kriterianya bisa jadi jenius, perfectionist, ada perilaku melakukan kejahatan karena terdorong mengekspresikan diri.


Kasandra memberi contoh, jika seorang ayah meyakini bahwa anaknya mengalami impostor karena dia membaca artikel, bahwa impostor yang ia baca dalam artikel kriterianya adalah anak yang merasa tidak percaya diri, lalu kemudian merasa tidak pantas, itu akan sangat berbahaya karena sebenarnya makna dari impostor syndrom itu sendiri tidak bisa dikaitkan dengan game Among Us.


"Jika seorang ayah ini melihat kriteria anak pada game (among us) pasti akan kaget, karena kriterianya sangat mengerikan, sampai bisa melakukan kejahatan," tambah Kasandra.


Kasandra juga menyarankan kepada masyarakat untuk lebih cermat dalam menggunakan istilah. Untuk meyakini sebuah diagnosa harus melalui pemeriksaan yang memang sesuai standar dan dilakukan oleh ahli yang memiliki kompetensi.


"Karena ketidakbakuan dari penegakan syndrome ini, itu yang membuat akhirnya hanya menjadi istilah yang digunakan oleh masyarakat, dan masyarakatpun sering kali secara mudah melakukan self diagnosis," pungkas Kasandra.


Untuk mengetahui lebih lanjut, bisa cek selengkapnya di sini ya.

https://nonton08.com/a-sunday-horse/


Terpopuler Sepekan: 4 Gejala COVID-19 yang Lebih Dulu Muncul Sebelum Batuk


Dari berbagai penelitian yang ada, gejala saat seseorang terinfeksi virus Corona semakin beragam. Umumnya, gejala khas yang muncul terkait penyakit ini antara lain demam, batuk, kelelahan, dan juga sesak di pernapasan.

Namun, ada beberapa tanda atau gejala lain yang perlu diwaspadai terkait penyakit COVID-19 ini. Gejala tersebut berkaitan dengan neurologis manusia.


Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan di Annals of Neurology, ada banyak pasien yang menunjukkan gejala-gejala neurologi yang berkaitan dengan COVID-19. Gejala itu seperti sakit kepala, pusing, stroke, hingga penurunan kewaspadaan.


Dikutip dari Times of India, studi itu menyebut gejala-gejala neurologis ini yang pertama kali muncul sebelum tanda khas COVID-19 lainnya yang sudah diketahui saat ini.


Para peneliti studi tersebut membuktikan dan lebih memahami gejala-gejala neurologis itu dengan menganalisis 19 pasien COVID-19 di Northwestern Medicine.


Selain itu, penelitian ini juga mencatat adanya gejala neurologis lain yang masih termasuk ke dalam gejala COVID-19, yaitu kehilangan indra perasa dan penciuman, kejang, serta kesulitan berkonsentrasi.


Melihat hasil penelitian ini, para peneliti menegaskan hal ini sangat penting dan perlu disadari baik oleh para dokter dalam mengidentifikasi pasien, maupun masyarakat umum agar lebih waspada.


"Masyarakat umum dan juga dokter wajib menyadari hal ini (gejala), karena infeksi SARS-CoV-2 bisa terjadi dengan gejala awal neurologis sebelum demam, batuk, dan masalah pernapasan muncul," kata Igor Koralnik, selaku profesor neurologi sekaligus penulis utama di Fakultas Kedokteran Northwestern University, Feinberg.

https://nonton08.com/the-wind/