Pemerintah akhirnya buka suara terkait heboh 14 sektor usaha atau kegiatan yang diwajibkan membayar royalti atas pemutaran lagu atau musik di tempat usahanya. Melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pemerintah menjelaskan kewajiban tersebut.
Dirjen Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkumham Freddy Harris mengatakan aturan yang baru diterbitkan pemerintah merupakan penegasan dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
"PP royalti itu mempertegas UU Hak Cipta. Jadi lebih dipertegas saja unit komersial mana saja yang wajib bayar," kata Freddy saat dihubungi detikcom, Sabtu (10/4/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Freddy mengatakan, penerbitan beleid ini juga merupakan fasilitas dari pemerintah agar hak para musisi atas karyanya mendapatkan royalti. Menurut dia, selama ini banyak musisi yang tidak mendapatkan hak royalti karena belum ada aturannya.
Dalam PP Nomor 56/2021, pemerintah juga menetapkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai wadah yang menagih dan menyetorkan uang royalti kepada para musisi. Apalagi soal pengaturan pembayaran royalti ini bukan hal yang baru, karena aturannya sudah ada sejak tahun 2014.
"Pemerintah tahun 2014 masuk, pemerintah melakukan pengawasan, para penyanyi itu sering banget minta perlindungan ke kita. Jadi lucu para pencipta dan penyanyi banyak yang minta perlindungan ke kita, lagu saya dibajak, lagu saya nggak dibayar," ungkapnya.
Melalui PP Nomor 56/2021, pemerintah menetapkan 14 sektor usaha atau kegiatan komersial wajib membayar royalti jika dalam operasional bisnisnya memutar lagu atau musik.
Sebanyak 14 sektor usaha maupun kegiatan yang wajib membayar royalti atas musik atau memutar lagu saat beroperasi diatur dalam pasal 3 ayat 2, yaitu:
Seminar dan konferensi komersial; restoran termasuk kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; pertokoan.
Selanjutnya bank dan kantor; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel termasuk kamar hotel, dan fasilitas hotel; terakhir usaha karaoke.
https://maymovie98.com/movies/fate-stay-night-heavens-feel-ii-lost-butterfly/
Benarkah Banyak Proyek Mangkrak di Era Erick Thohir?
Eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menyebut Menteri BUMN Erick Thohir akan mewarisi proyek-proyek mangkrak. Sebab, sejumlah proyek infrastruktur yang tidak layak secara ekonomi rampung di tahun 2021.
Proyek-proyek yang sudah jadi tersebut menanggung tiga beban sekaligus yakni beban operasional, beban bayar utang dan beban penyusutan.
"Saya paham betul, dan ini sebenarnya itu istilahnya Bung Arya kalau sudah hadir, Bung Arya dan Pak Erick Thohir panen proyek mangkrak," katanya dalam diskusi Narasi Institute, Jumat (8/4/2021).
Said Didu pun menjelaskan penyebab kinerja BUMN karya tertekan. Dia bilang, salah satunya disebabkan karena BUMN menggarap proyek-proyek yang tidak layak secara ekonomi.
Menurutnya, sesuai UU BUMN apabila pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN dan tidak layak secara ekonomi maka pemerintah harus menanggung biayanya ditambah margin. Pemerintah telah bekerja dengan baik karena memberikan penyertaan modal negara (PMN) pada 2016-2017.
Namun, setelah itu PMN tidak diberikan sehingga BUMN pun melanjutkan pekerjaan dengan mencari utang.
"Kalau utang saya yakin betul karena margin, net margin rata-rata jasa konstruksi 4% net marginnya maka kalau mengambil utang yang bunganya 11-12% maka dipastikan akan rugi karena net marginnya rendah sekali," katanya.
Said Didu memperkirakan proyek-proyek tersebut mangkrak karena tidak mendapat PMN.
"Karena saya sudah perkirakan 2018-2019 bahwa kalau tidak ada PMN maka 2021 pasti proyek-proyek tersebut mangkrak," katanya.
https://maymovie98.com/movies/the-man-who-sleeps/