Bayangkan, sebuah skenario dimana saat kita bangun tidur dengan memulai ritual pagi di kamar mandi. Sesudahnya, toilet canggih kita secara otomatis menampilkan data kimiawi tubuh di kaca wastafel tempat kita menggosok gigi.
Lalu berdasarkan analisa historis jika ada yang tidak normal serta-merta menampilkan berbagai rekomendasi terkait diet makanan yang harus dikonsumsi, olahraga yang harus dilakukan, atau bahkan langsung menghubungi rumah sakit/dokter untuk membuat janji pemeriksaan jika dibutuhkan.
Sesudah berolahraga pagi sesuai petunjuk dari smartwatch yang memonitor aktivitas dan irama detak jantung, bel di pintu depan rumah berbunyi.
Petugas delivery dari supermarket langganan mengirimkan belanjaan kebutuhan sehari-hari yang ternyata sudah dipesan oleh kulkas kita malam sebelumnya. Tentu saja pembayarannya sudah dilakukan otomatis melalui kartu kredit/debit.
Selesai dengan semua rutinitas pagi hari, kita melangkah memasuki mobil. Dan cukup dengan perintah suara, mobil yang menggunakan teknologi autonomous driving akan membawa kita ke kantor.
Sementara kita membaca berita dan berinteraksi di media sosial melalui layar hologram yang diproyeksikan di kaca mata kita. Pagi yang sempurna.
Skenario diatas yang biasanya muncul di film-film scienfe fiction, bisa jadi akan menjadi pemandangan umum sebentar lagi. Perkembangan teknologi wearable devices, embedded chips dan komunikasi machine-to- machine (M2M) telah membuka jangkauan internet menjadi begitu luas.
Tidak lagi terbatas pada komputer atau tablet, tapi juga menjangkau semua perangkat yang memiliki embedded chips di dalamnya dan memiliki IP address. Inilah yang sering disebut-sebut dengan jargon: Internet of Things (IoT).
The Goods
Bagi masyarakat umum, kehadiran Internet of Things menjanjikan berbagai kemudahan. Tentu saja skenario bangun pagi di atas hanya sebagian kecil dari manfaat IoT. Dengan berbagai sensor yang tersebar mulai dari kendaraan, traffic light, gardu tol dan lain-lain yang dikontrol melalui Traffic Monitoring Center (TMC), memungkinkan lalu lintas yang bebas macet menjadi kenyataan.
Dari sisi perbankan, internet of things menjanjikan terwujudnya cashless society, karena transaksi keuangan akan beralih ke moda digital. Bahkan, mungkin kita tidak lagi perlu membawa berbagai kartu debit/kredit, karena berbagai informasi keuangan itu sudah ditanam di dalam chip di pergelangan tangan kita.
Pergerakan barang pun akan semakin efisien, karena proses sejak barang datang di pelabuhan, proses bongkar muat hingga pengiriman ke tujuan akan termonitor dengan presisi. Konsekuensi logisnya, biaya logistik akan turun dan dalam skala besar tentu akan meningkatkan daya saing ekonomi kita.
Dari sisi keamanan, internet of things juga menjanjikan banyak hal. Para residivis misalnya bisa di-tag dengan chip khusus, demikian juga dengan para predator seks, sehingga aparat keamanan bisa memonitor pergerakan mereka ini dan melakukan intervensi jika diperlukan.
Mencegah tentu lebih baik dari pada mengobati, prinsip itu bisa menjadi kredo utama dalam peningkatan rasa aman masyarakat. Masih banyak lagi kemudahan-kemudahan yang dijanjikan oleh hadirnya internet of things dalam kehidupan kita ini nantinya
The Evil
Namun selain berbagai kemudahan yang dijanjikan, kita juga wajib mewaspadai resiko yang menyertai Internet of Things ini, setidaknya ada tiga resiko besar, yaitu:
1. Privacy Intrusion
Dengan berbagai embedded device yang menyertai hidup kita yang terus menerus mengirimkan data melalui internet tentang segala aktivitas kita, menjadikan diri kita bagai 'buku terbuka' bagi banyak pihak yang mungkin punya kepentingan.
Contoh kecil saja, melalui analisa terhadap perilaku posting kita di media sosial, Facebook atau Google bisa menyimpulkan preferensi kita, lalu menawarkan iklan yang sudah di personalisasi di laman yang sedang kita lihat.
Jadi bayangkan apa yang bisa ditawarkan jika seluruh data terkait aktivitas kita sejak bangun tidur hingga tidur lagi terekspos di internet. Bahkan data pola tidur kita pun bisa dianalisa untuk menjadi bahan jualan pihak lain.
2. Security
Kita tentu masih ingat dengan virus stuxnet, yang melalui jaringan internet bisa mencari reaktor nuklir Iran untuk kemudian menginfeksinya. Dengan keterhubungan yang jauh lebih luas tentu akan menjadi ladang untuk munculnya virus/worm semacam itu, yang mungkin targetnya bisa jadi personal.
Pembunuhan mungkin bukan lagi dilakukan oleh kriminal bersenjata, tapi bisa jadi oleh seorang hacker yang masuk ke dalam sistem autonomous mobil targetnya, lalu membuat remnya tidak berfungsi atau mengacaukan sistem elektriknya.
3. Too many complexities
Dengan sistem yang belum terlalu online seperti sekarang, kegagalan di satu sistem bisa kita isolasi untuk tidak langsung berpengaruh kepada sistem lain. Tetapi di dalam sistem yang saling terhubung dan saling tergantung, maka kegagalan di satu sistem akan memicu reaksi berantai yang sifatnya bisa katastrofik. Atau misalnya ada gangguan catuan listrik untuk satu daerah tertentu, akan sangat mungkin mengganggu sistem dalam jangkauan luas wilayah yang jauh lebih luas.
Internet of Things menjanjikan hal-hal yang luar biasa, lebih besar dari social network, yang mungkin bisa menjadi evolusi lebih lanjut dari kehidupan kita sebagai umat manusia.
Dan seperti juga kehadiran internet 20 tahun lalu, Internet of Things akan menjadi gelombang yang tidak bisa ditahan yang pada akhirnya akan kembali kepada kita bagaimana meregulasi dan memanfaatkanya dengan bertanggung jawab sehingga resikonya bisa diminimalkan dan manfaatnya bisa dimaksimalkan.
Atau seperti sering disebut dalam film superhero: 'Great power comes with Great Responsibilities'.
*) Penulis, Mochamad James Falahuddin sehari-harinya merupakan praktisi di bisnis telematika. Bisa dihubungi melalui akun twitter @mjamesf.
Sumber : http://inet.detik.com/read/2014/05/20/121722/2586949/398/4/internet-of-things-good-or-evil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar