Rabu, 04 Desember 2019

Luhut Pede Dolar AS Ditekan ke Rp 10.000

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan optimistis dolar Amerika Serikat (AS) bisa balik ke Rp 10.000 dari posisi saat ini sekitar Rp 14.000. Untuk meraih hal tersebut, pemerintah terus mendorong ekspor dan menekan impor.

Luhut memaparkan, untuk mendorong ekspor pemerintah mendorong hilirisasi. Hal itu sebagaimana dilakukan melalui kebijakan nikel. Dengan hilirisasi, maka komoditas ekspor memiliki nilai tambah.

"Tadi tuh kita diskusi dengan beberapa ekonom-ekonom. Saya jelaskan mengenai program pemerintah yang dilakukan Presiden, hilirisasi. Hilirisasi itu untuk mempengaruhi CAD (current account deficit) kita. Karena ekspor kita kan nilai tambahnya contoh nikel ore kan bagus," kata Luhut di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa kemarin (3/12/2019).

Tidak hanya nikel, Luhut mengatakan, hilirisasi juga akan dilakukan pada produk-produk lain.

"Saya kira dua tahun lagi saya kira, kalau stainless steel, carbon steel, katode, dan ada lithium battery bisa saya lihat nggak ada masalah lagi. Lalu nanti dikejar lagi gasifikasi, copper turunannya lagi. Saya kira 5 tahun ke depan apa yang dibuat Presiden pasti sangat baik sekali," ungkapnya.

Kemudian, untuk menekan impor pemerintah terus menerapkan kebijakan biodiesel 20% atau B20. Kebijakan itu akan menekan impor energi khususnya migas. Bahkan, pemerintah berniat mengejar sampai B100.

"B20, B30, B40 dan seterusnya itu dampaknya luar biasa terhadap impor energi kita berkurang. B20 kan bisa berkurang 25%. Rp 300 triliun kita punya impor energi bisa kurang 25%. B30 saya kira bisa sampai 35% dan seterusnya. Sampai satu titik lagi kami hitung berapa persen pada B40, 50, 100 apakah kita sudah nggak perlu impor energi," paparnya.

Luhut bilang, kebijakan itu diharapkan dapat menekan defisit transaksi berjalan dan dapat mendorong penguatan rupiah.

"Rupiah bisa di bawah Rp 10.000 nanti. Cadangan dolar (AS) naik sehingga ekonomi kita bisa tumbuh lebih baik ke depan," jelasnya.

Sebenarnya Dolar AS jadi Rp 10.000 bisa nggak sih?

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai ucapan Luhut yang menyatakan dolar AS jadi Rp 10.000 bukan hal mustahil. Lana pun bercerita kilas balik dolar AS di tahun 1999.

Lana mengatakan, di masa pemerintahan Presiden ke-3 BJ Habibie nilai tukar bisa ditekan dari Rp 16.000 ke bawah Rp 10.000.

"Saya ingat waktu zaman Almarhum Pak Habibie itu bisa ke Rp 9.000. Padahal waktu itu rupiah Rp 16.000 sejak zaman Pak Soeharto. Jadi bukan sesuatu yang mustahil," kata Lana kepada detikcom.

Menurutnya, sentimen global berpengaruh besar terhadap pergerakan pasar uang. Di kala Habibie membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi tahun 1998, sentimen global mengerek nilai tukar jangka waktu pendek yakni setahun.

"Dalam waktu pendek bisa, sentimen sangat berpengaruh. Hanya di tahun 1998 Pak Harto turun, tahun 1999 bisa Rp 9.000 dari Rp 16.000 karena ada ekspektasi positif terhadap ekonomi Indonesia," jelas Lana.

Lebih lanjut, Lana mengatakan, agar rupiah bisa menguat ekspor dan hilirisasi memang harus dilakukan sebagaimana diungkapkan Luhut. Selain itu, sektor pariwisata untuk menarik turis asing juga harus digenjot.

"Kalau di luar sentimen, teoritis, kita harus membangun tadi, hilirisasi, ekspor dan itu tentu butuh waktu. Minimal 3 tahun kalau hanya bicara supply demand saja. Lalu juga sektor pariwisata yang 10 destinasi itu dalam 3 tahun ini betul-betul sudah jadi. Saya kira sih waktu 3 tahun masih ada kesempatan," paparnya.

Ia mengatakan, jika hal-hal tersebut dilakukan dengan benar, masih ada kesempatan dolar AS takluk ke level Rp 10.000 atau paling tidak di kisaran Rp 12.000.

"Kalau pun nggak persis Rp 10.000 ya di Rp 12.000 itu terbuka. Tapi kalau ada sentimen yang membantu seperti zaman Presiden Habibie bisa saja," jelasnya.

Selasa, 03 Desember 2019

Jangan Sampai Salah, Ini Beda HIV dan AIDS

Di kalangan awam, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) seringkali disama artikan. Meskipun memang penyebabnya saling beriringan, tapi keduanya memiliki diagnosis yang berbeda. Jika dipermudah, HIV adalah virus yang menyebabkan kondisi AIDS.

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Virus ini hanya bisa tertular antar manusia dan menyerang ke sistem imun yang mengakibatkannya tidak bisa bekerja efektif seperti seharusnya. Namun, perkembangan virus ini masih bisa dikendalikan oleh obat-obatan hingga bisa memutus siklus hidupnya di dalam tubuh.

Dikutip dari Healthline, karena HIV adalah virus jadi bisa ditularkan dari satu orang ke orang lainnya. Virus ini dapat ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh, jarum suntik, berhubungan seks tanpa pelindung, hingga melalui ASI dan selama kehamilan.

HIV tidak selalu menunjukkan gejala yang signifikan, tapi biasanya penderitanya akan mengalami flu sekitar 2-4 minggu setelah penularan. Meskipun tertular, sistem imun tidak rusak secara cepat, ada masanya atau periode latensi. Periode ini akan berlangsung selama bertahun-tahun.

Penularan HIV dapat dideteksi dengan tes darah atau air liur seseorang dan membutuhkan waktu beberapa minggu. Selain itu, ada tes lain dengan mencari antigen atau protein yang diproduksi oleh virus dan antibodi. Dengan tes ini, HIV dapat dideteksi dalam waktu yang lebih cepat dengan beberapa hari setelah infeksi terjadi. Keduanya cukup akurat dan mudah dijalani oleh penderita.

Berbeda dengan HIV, AIDS atau HIV stadium 3 merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh virus serupa. Kondisi ini berkembang saat kerusakan yang diakibatkan HIV semakin serius dan kompleks. AIDS juga bisa terjadi saat sistem imun orang tersebut sudah rusak parah hingga tidak dapat melawannya atau disebut sebagai infeksi oportunistik.

Saat HIV sudah berkembang menjadi AIDS ini, harapan hidupnya bisa turun secara signifikan dan sulit untuk diperbaiki lagi. Tapi, HIV tidak selalu berkembang menjadi stadium 3. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan pengobatan HIV antiretroviral dan berbagai terapi sesuai dengan arahan dokter.

Dalam mendiagnosisnya, AIDS lebih rumit dibandingkan HIV. Karena HIV telah menghancurkan sel kekebalan tubuh yang disebut sel CD4, salah satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan menghitung jumlah sel tersebut. Umumnya, orang tanpa HIV memiliki 500 hingga 1.200 sel CD4. Namun, saat sel itu turun hingga 200, dipastikan ia mengidap AIDS.

HIV Menular di Toilet Umum? Mitos-mitos Berikut Tak Perlu Dipercaya Lagi https://kamumovie28.com/dont-go-breaking-my-heart/

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Obat yang dapat menyembuhkan untuk penyakit dari virus ini secara total pun belum bisa ditemukan sampai saat ini.

HIV memang menular, tetapi tidak bisa begitu saja menginfeksi orang lain. Banyak sekali mitos yang bermunculan saat ini tentang hal-hal apa saja yang bisa menularkan HIV, mulai dari penggunaan toilet secara bergantian, bertukar pakaian, hingga bersalaman dan berjabat tangan dengan orang pengidap virus HIV.

Tentu, hal tersebut perlu diluruskan dengan benar, agar orang-orang pengidap HIV tidak merasa terkucilkan dilingkungan sosialnya. Ketua Umum Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia, dr Hanny Nilasari, SpKK membantu meluruskan mitos-mitos yang telah beredar di masyakarat.

"Penggunaan toilet yang bergantian tentunya tidak menularkan infeksi, kemudian bertukar pakaian juga tidak, berbagi makanan dan minuman juga tidak, berenang di dalam satu kolam yang sama pun tidak, karena sebetulnya ditularkannya virus HIV itu melalui kontak seksual," kata dr Hanny di Gedung Adhyatama Kemenkes RI, Jalan HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada Rabu (27/11/2019).

Tak hanya sampai di situ, mitos yang beredar tentang cara penularan virus HIV, seperti melalui gigitan nyamuk, keringat, hingga bertempat tinggal serumah dengan orang yang terinfeksi HIV juga salah kaprah.

"Misalnya gigitan nyamuk, nyamuk itu bukan reservoir (tempat hidup dan berkembang biak agen penyebab penyakit) yang baik untuk si virus, sehingga dia tidak akan bisa berkembang disana, dia akan mati dan kemudian kalau pun dia mengigit orang lain, itu tidak akan menularkan. Kemudian keringat juga begitu, tinggal serumah dengan orang yang terinfeksi jika tidak melakukan apa-apa ya tidak, kalau kontak seksual ya pasti kena," tambah dr Hanny.

Hal-hal mitos seperti itu memang harus dihilangkan, karena bisa membuat mereka yang mengidap HIV akan merasa terkucilkan di lingkungannya. Jargon 'Jauhi Penyakitnya Bukan Orangnya', bukanlah hanya untuk dibaca dan diingat begitu saja, tetapi juga harus dipahami dan dipraktikkan.  http://kamumovie28.com/side-effects/