Rabu, 01 Januari 2020

Alam Dieng yang Selalu Cantik

Dieng merupakan salah satu destinasi wisata populer di Indonesia, udaranya yang dingin mengundang banyak masyarakat berkunjung ke sana. Jika udara di sana cukup normal, kamu juga bisa mengunjungi beberapa destinasi menarik.

Hidup tanpa traveling terasa kurang bagi saya. Apalagi sibuk dengan kuliah yang terus menguras pikiran. Terasa suntuk jika otak tidak direfresh. Butuh suasana alam yang menakjubkan atau suasana yang berbeda dari kehidupan sehari - hari. Saya berasal dari Bengkulu yang merantau ke Jawa untuk melanjutkan kuliah S2 di salah satu Universitas Negeri di Semarang, Jawa Tengah.

Saya mulai kuliah pada tahun 2016 dan selesai di tahun 2018. Saat libur kuliah, saya menyempatkan diri untuk traveling, biasanya setiap hari Sabtu atau Minggu. Nah, karena waktu itu saya tinggal di Semarang, maka saya mencari tempat wisata di daerah Jawa Tengah. Akhirnya saya menemukan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, yaitu Dieng, Wonosobo.

Dieng memiliki banyak tempat wisata seperti Danau Telaga Warna, Ratapan Batu Angin, Candi Arjuna, Candi Teriyaki, Kawah Sikidang dan tempat wisata lainnya di Wonosobo. Saya sudah menyiapkan list tempat mana yang akan dikunjungi. Saat itu, saya pergi bersama teman kuliah. Saya dan teman ke sana hanya menggunakan kendaraan motor dan mengandalkan google maps. Kita sama-sama perantau, teman saya perantau dari Sulawesi.

Kita tidak banyak membawa persiapan. Hanya memakai jaket yang sudah dipakai di tubuh dan 1 tas kecil yang berisi dompet, hp dan kacamata. Kita tidak membawa syal atau sarung tangan. Bayangkan, betapa kurangnya persiapan kita. Padahal di Dieng itu dingin sekali. Bahkan di Dieng pernah terjadi embun upas. Untungnya saat kita ke sana, cuaca dan suhu di Dieng cukup normal. Tidak ada embun upas. Jadi bisa dipastikan kita tidak hipotermia.

Well, pagi sekitar jam 7 kita sudah mulai jalan menuju Dieng dari Kota Semarang, tepatnya di daerah Pleburan, titik awal perjalanan kita menuju Dieng. Berdasarkan google maps, ada 2 rute yang bisa kita lewati, yaitu rute lewat Temanggung atau lewat Gunung Pati. Tentunya kita melewati jalur yang lebih pendek dan waktunya lebih sedikit untuk sampai ke sana. Akhirnya Gunung Pati menjadi pilihan kita.

Google maps di handphone selalu standby, kita ikuti jalan berdasarkan arahannya. Namun, kadang-kadang sering terjebak seperti di jalan kecil. Jalan rute Gunung Pati ini ternyata melewati perkebunan orang, sengon, jeruk, teh dan lain lain. Terkadang, agak takut melewatinya karena sepi, bukan jalan perkotaan atau persawahan. Tapi kita berdoa saja semoga selalu diberikan kelancaran dan perlindungan dari Allah Swt.

Selama 2 jam lebih, kita tiba di daerah Dieng. Namun belum sampai di daerah wisatanya. Waktu itu, kita melewati jalan yang agak bebatuan. Ada pegunungan, ada pula perkebunan teh dan sayur-sayuran. Kalian tau tidak? Suhu udaranya dingin, sudah terasa di tubuh saya. Tetapi, karena saya menikmati suasana dan udaranya yang segar, saya tahan rasa dingin itu.

Selanjutnya kembali membuka google maps. Kita ubah tujuan, set lokasi Danau Telaga Warna. Mungkin sekitar setengah jam perjalanan menuju ke sana. Setelah sampai, kita membeli tiket masuk.

Harga tiketnya sekitar Rp 20 ribuan per orang. Ketika tiket sudah di tangan, kita masuk ke Danau Telaga Warna. Danau ini berwarna hijau, namun sayang, air di danau agak surut. Tapi tidak apa apa, saya dan teman tetap mengambil foto di sana. Setelah puas berfoto, kita ke destinasi selanjutnya, yaitu Batu Ratapan Angin.

Oke, kita set lagi lokasi selanjutnya di Google maps. Jarak antara Danau Telaga Warna ke Batu Ratapan Angin tidak jauh, sekitar 10 menit. Sampai di sana, saya cepat-cepat ingin berfoto di atas batu yang di bawahnya pemandangan Danau Telaga Warna.

Sudah puas di Batu Ratapan Angin, selanjutnya kita pergi ke Kawah Sikidang. Terdapat banyak tempat yang dibuat semacam booth untuk berfoto di sana. Kita cukup bayar Rp 5 ribu untuk 1 tempat dan bisa foto sepuasnya. Tempatnya banyak, kalian tinggal pilih saja yang mana yang menarik. Selain itu, kita juga berfoto di dekat kawahnya loh. Tapi kalau bisa pake masker, supaya belerangnya tidak terlalu banyak terhirup, karena tidak baik untuk tubuh kita.

Destinasi terakhir adalah candi yang terletak di satu tempat. Candi tersebut antara lain, Candi Arjuna, Teriyaki, dan lain-lain. Pastinya kalian tahu, kalau sudah sampai di sana pasti yang kita lakukan adalah berfoto.

Tidak terasa, hari sudah sore, kita mulai beranjak dari daerah candi dan set tujuan pulang ke Semarang dengan rute melalui Wonosobo karena aman dan ramai. Jika lewat Wonosobo, maka kita tidak melewati perkebunan lagi. Apalagi kalau malam, akan gelap dan sepi. Jadi, tingkat keamanan dan kenyamanan perjalanan sangat kurang. Memang jarak nya lebih jauh dan waktu yang dibutuhkan juga semakin banyak dibandingkan rute sebelumnya.

Tak Hanya laut, Daratan Wakatobi Juga Indah

Dalam benak banyak orang, Wakatobi hanya tentang dunia bawah laut. Namun, sebenarnya surga Wakatobi juga terhampar di daratan.

Dari ketinggian sebelum mendarat di Bandara Matahora, jejeran pulau di Wakatobi memang sudah terlihat bagai pulau harapan. Daratannya timbul di tengah laut yang jernih dan bergradasi. Wakatobi terdiri dari 4 pulau utama, yang juga merupakan kepanjangan namanya, yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Pulau Wangi-Wangi adalah pulau pertama yang dikunjungi wisatawan jika masuk lewat Bandara Matahora, sekaligus ibukota dari Kabupaten Wakatobi. Bila mendarat ke pulau ini, jangan buru-buru terjun ke bawah laut. Daratan Pulau Wangi-Wangi menyimpan sensasi petualangan yang menakjubkan. Ada delapan benteng bersejarah dan tiga gua berair terjun yang masih perawan. Benteng dan gua itu merupakan saksi sejarah yang mewarnai perjalanan Wakatobi hingga terkenal seperti sekarang ini.

Salah satu yang saya kunjungi ialah Benteng Keraton Liya, 7 km dari pusat Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, yaitu benteng peninggalan Kerajaan Buton. Terdapat masjid tua yang sering dikunjungi peziarah di dalam Benteng. Uniknya, di lapis luar benteng, terdapat desa adat Liya yang masih teguh memelihara tradisi. Desa adat ini terdiri dari rumah-rumah penduduk berarsitektur lokal yang terjaga dengan baik, mengingatkan saya dengan Desa Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bila beruntung, kita dapat menyaksikan acara-acara adat yang masih mereka lakukan, tetapi waktu itu saya tidak beruntung.

Saya senang berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di suatu tempat wisata. Salah satu yang termasuk Dream Destination saya adalah Dubai. Seperti Wakatobi, Dubai bukan hanya tentang laut atau pantai. Dubai juga memiliki kawasan bersejarah yang sungguh menarik, seperti Hatta Heritage Village. Semoga suatu saat saya bisa berkunjung dan menuliskannya. Saya ingin menulis novel tentang Dubai.

Alam Dieng yang Selalu Cantik

Dieng merupakan salah satu destinasi wisata populer di Indonesia, udaranya yang dingin mengundang banyak masyarakat berkunjung ke sana. Jika udara di sana cukup normal, kamu juga bisa mengunjungi beberapa destinasi menarik.

Hidup tanpa traveling terasa kurang bagi saya. Apalagi sibuk dengan kuliah yang terus menguras pikiran. Terasa suntuk jika otak tidak direfresh. Butuh suasana alam yang menakjubkan atau suasana yang berbeda dari kehidupan sehari - hari. Saya berasal dari Bengkulu yang merantau ke Jawa untuk melanjutkan kuliah S2 di salah satu Universitas Negeri di Semarang, Jawa Tengah.

Saya mulai kuliah pada tahun 2016 dan selesai di tahun 2018. Saat libur kuliah, saya menyempatkan diri untuk traveling, biasanya setiap hari Sabtu atau Minggu. Nah, karena waktu itu saya tinggal di Semarang, maka saya mencari tempat wisata di daerah Jawa Tengah. Akhirnya saya menemukan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, yaitu Dieng, Wonosobo.

Dieng memiliki banyak tempat wisata seperti Danau Telaga Warna, Ratapan Batu Angin, Candi Arjuna, Candi Teriyaki, Kawah Sikidang dan tempat wisata lainnya di Wonosobo. Saya sudah menyiapkan list tempat mana yang akan dikunjungi. Saat itu, saya pergi bersama teman kuliah. Saya dan teman ke sana hanya menggunakan kendaraan motor dan mengandalkan google maps. Kita sama-sama perantau, teman saya perantau dari Sulawesi.

Kita tidak banyak membawa persiapan. Hanya memakai jaket yang sudah dipakai di tubuh dan 1 tas kecil yang berisi dompet, hp dan kacamata. Kita tidak membawa syal atau sarung tangan. Bayangkan, betapa kurangnya persiapan kita. Padahal di Dieng itu dingin sekali. Bahkan di Dieng pernah terjadi embun upas. Untungnya saat kita ke sana, cuaca dan suhu di Dieng cukup normal. Tidak ada embun upas. Jadi bisa dipastikan kita tidak hipotermia.

Well, pagi sekitar jam 7 kita sudah mulai jalan menuju Dieng dari Kota Semarang, tepatnya di daerah Pleburan, titik awal perjalanan kita menuju Dieng. Berdasarkan google maps, ada 2 rute yang bisa kita lewati, yaitu rute lewat Temanggung atau lewat Gunung Pati. Tentunya kita melewati jalur yang lebih pendek dan waktunya lebih sedikit untuk sampai ke sana. Akhirnya Gunung Pati menjadi pilihan kita.

Google maps di handphone selalu standby, kita ikuti jalan berdasarkan arahannya. Namun, kadang-kadang sering terjebak seperti di jalan kecil. Jalan rute Gunung Pati ini ternyata melewati perkebunan orang, sengon, jeruk, teh dan lain lain. Terkadang, agak takut melewatinya karena sepi, bukan jalan perkotaan atau persawahan. Tapi kita berdoa saja semoga selalu diberikan kelancaran dan perlindungan dari Allah Swt.