Rabu, 01 Januari 2020

Tak Hanya laut, Daratan Wakatobi Juga Indah

Dalam benak banyak orang, Wakatobi hanya tentang dunia bawah laut. Namun, sebenarnya surga Wakatobi juga terhampar di daratan.

Dari ketinggian sebelum mendarat di Bandara Matahora, jejeran pulau di Wakatobi memang sudah terlihat bagai pulau harapan. Daratannya timbul di tengah laut yang jernih dan bergradasi. Wakatobi terdiri dari 4 pulau utama, yang juga merupakan kepanjangan namanya, yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Pulau Wangi-Wangi adalah pulau pertama yang dikunjungi wisatawan jika masuk lewat Bandara Matahora, sekaligus ibukota dari Kabupaten Wakatobi. Bila mendarat ke pulau ini, jangan buru-buru terjun ke bawah laut. Daratan Pulau Wangi-Wangi menyimpan sensasi petualangan yang menakjubkan. Ada delapan benteng bersejarah dan tiga gua berair terjun yang masih perawan. Benteng dan gua itu merupakan saksi sejarah yang mewarnai perjalanan Wakatobi hingga terkenal seperti sekarang ini.

Salah satu yang saya kunjungi ialah Benteng Keraton Liya, 7 km dari pusat Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, yaitu benteng peninggalan Kerajaan Buton. Terdapat masjid tua yang sering dikunjungi peziarah di dalam Benteng. Uniknya, di lapis luar benteng, terdapat desa adat Liya yang masih teguh memelihara tradisi. Desa adat ini terdiri dari rumah-rumah penduduk berarsitektur lokal yang terjaga dengan baik, mengingatkan saya dengan Desa Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bila beruntung, kita dapat menyaksikan acara-acara adat yang masih mereka lakukan, tetapi waktu itu saya tidak beruntung.

Saya senang berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di suatu tempat wisata. Salah satu yang termasuk Dream Destination saya adalah Dubai. Seperti Wakatobi, Dubai bukan hanya tentang laut atau pantai. Dubai juga memiliki kawasan bersejarah yang sungguh menarik, seperti Hatta Heritage Village. Semoga suatu saat saya bisa berkunjung dan menuliskannya. Saya ingin menulis novel tentang Dubai.

Alam Dieng yang Selalu Cantik

Dieng merupakan salah satu destinasi wisata populer di Indonesia, udaranya yang dingin mengundang banyak masyarakat berkunjung ke sana. Jika udara di sana cukup normal, kamu juga bisa mengunjungi beberapa destinasi menarik.

Hidup tanpa traveling terasa kurang bagi saya. Apalagi sibuk dengan kuliah yang terus menguras pikiran. Terasa suntuk jika otak tidak direfresh. Butuh suasana alam yang menakjubkan atau suasana yang berbeda dari kehidupan sehari - hari. Saya berasal dari Bengkulu yang merantau ke Jawa untuk melanjutkan kuliah S2 di salah satu Universitas Negeri di Semarang, Jawa Tengah.

Saya mulai kuliah pada tahun 2016 dan selesai di tahun 2018. Saat libur kuliah, saya menyempatkan diri untuk traveling, biasanya setiap hari Sabtu atau Minggu. Nah, karena waktu itu saya tinggal di Semarang, maka saya mencari tempat wisata di daerah Jawa Tengah. Akhirnya saya menemukan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, yaitu Dieng, Wonosobo.

Dieng memiliki banyak tempat wisata seperti Danau Telaga Warna, Ratapan Batu Angin, Candi Arjuna, Candi Teriyaki, Kawah Sikidang dan tempat wisata lainnya di Wonosobo. Saya sudah menyiapkan list tempat mana yang akan dikunjungi. Saat itu, saya pergi bersama teman kuliah. Saya dan teman ke sana hanya menggunakan kendaraan motor dan mengandalkan google maps. Kita sama-sama perantau, teman saya perantau dari Sulawesi.

Kita tidak banyak membawa persiapan. Hanya memakai jaket yang sudah dipakai di tubuh dan 1 tas kecil yang berisi dompet, hp dan kacamata. Kita tidak membawa syal atau sarung tangan. Bayangkan, betapa kurangnya persiapan kita. Padahal di Dieng itu dingin sekali. Bahkan di Dieng pernah terjadi embun upas. Untungnya saat kita ke sana, cuaca dan suhu di Dieng cukup normal. Tidak ada embun upas. Jadi bisa dipastikan kita tidak hipotermia.

Well, pagi sekitar jam 7 kita sudah mulai jalan menuju Dieng dari Kota Semarang, tepatnya di daerah Pleburan, titik awal perjalanan kita menuju Dieng. Berdasarkan google maps, ada 2 rute yang bisa kita lewati, yaitu rute lewat Temanggung atau lewat Gunung Pati. Tentunya kita melewati jalur yang lebih pendek dan waktunya lebih sedikit untuk sampai ke sana. Akhirnya Gunung Pati menjadi pilihan kita.

Google maps di handphone selalu standby, kita ikuti jalan berdasarkan arahannya. Namun, kadang-kadang sering terjebak seperti di jalan kecil. Jalan rute Gunung Pati ini ternyata melewati perkebunan orang, sengon, jeruk, teh dan lain lain. Terkadang, agak takut melewatinya karena sepi, bukan jalan perkotaan atau persawahan. Tapi kita berdoa saja semoga selalu diberikan kelancaran dan perlindungan dari Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar