- Elon Musk berang dengan kebijakan lockdown di negaranya, Amerika Serikat. Pendapat berbeda dikemukakan oleh sama-sama pentolan di jagat teknologi, Mark Zuckerberg.
Beberapa negara telah mempertimbangkan untuk melonggarkan lockdown dan membuka ruang publik. Menurut sang pendiri Facebook, membuka lockdown terlampau cepat berisiko tinggi.
"Saya khawatir membuka kembali tempat-tempat tertentu terlalu cepat sebelum angka infeksi turun ke level sangat minimal hampir menjamin munculnya wabah di masa depan dan dampak jangka panjang buruk bagi kesehatan serta ekonomi," katanya.
Di sisi lain, dikutip detikINET dari CNBC, Zuck mengakui dampak pandemi Corona signifikan bagi bisnis Facebook. Ia juga cemas kondisi belum akan pulih dalam waktu cepat.
"Imbas pada bisnis kami signifikan dan saya tetap sangat cemas bahwa darurat kesehatan ini dan gangguan ekonomi akan berjalan lebih lama dari antisipasi orang," cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Elon Musk melayangkan protes pada kebijakan lockdown ataupun aturan diam di rumah yang dilakukan di beberapa negara bagian Amerika Serikat.
"Hal itu merusak kemerdekaan orang-orang dengan cara buruk dan salah dan bukan tujuan mereka yang datang ke Amerika atau membangun negara ini. What the ***k?" katanya dengan sumpah serapah.
Di Twitter, pria kelahiran Afrika Selatan itu bahkan menuliskan kalimat dengan huruf besar 'FREE AMERICA NOW' atau bebaskan Amerika sekarang.
Bagaimana Korea Utara Menangani Corona Tanpa Air Bersih dan Sabun?
Korea Utara menutup perbatasannya dengan China 22 Januari lalu, sehari sebelum status 'lockdown' diberlakukan di kota Wuhan, China, pusat penyebaran Corona Wuhan.
Pandemi COVID-19 di Korea Utara
Korea Utara mengatakan tidak memillik kasus COVID-19 di negaranya
Para ahli meragukan Korea Utara dan mengkhawatirkan sistem layanan kesehatan yang lemah
Banyak fasilitas medis tidak memiliki air bersih, listrik sabun dan hand sanitiser
Apakah Pyongyang, ibu kota Korea Utara, mengetahui sesuatu mengenai virus tersebut yang tidak diketahui negara lain? Atau mereka justru bereaksi cepat karena menganggapnya sebagai ancaman besar bagi kesehatan?
Jawabannya, seperti banyak juga hal lain soal Korea Utara, sulit dipastikan karena negara ini adalah salah satu negara yang paling tertutup di dunia.
Namun, paling tidak menurut media milik pemerintah Korea Utara, usaha Korea Utara memerangi COVID-19 berhasil, karena sejauh ini tidak sama sekali mencatat adanya kasus Corona.
"Saya curiga mengenai angka nol itu," kata W Courtland Robinson, asisten profesor di Johns Hopkins University di Amerika Serikat kepada ABC.
"Dengan tindakan yang diambil lebih awal, melihat kedekatannya dengan China, dan betapa cepatnya virus itu menyebar, besar kemungkinan Korea Utara paling tidak memiliki beberapa kasus."
Tindakan awal yang cepat
Pedestrians wear face masks to help prevent the spread of the new coronavirus in Pyongyang.
Warga Korea Utara diharuskan menggunakan masker ketika keluar rumah dan banyak sekolah dan toko-toko ditutup. (AP: Jon Chol Jin)
Korea Utara mengejutkan banyak pihak ketika memutuskan menutup perbatasannya dengan China pada tanggal 22 Januari lalu.
Warga dari daratan China sudah lama menjadi turis terbanyak ke Korea Utara, yang juga menjadi sumber pendapatan terpenting saat negaranya mendapat sanksi internasional.
Namun sejak pandemi COVID-19, perjalanan di dalam negeri dibatasi, dengan warga asing dan warga setempat yang baru pulang dari luar negeri harus menjalani karantina ketat.
Tempat-tempat umum, termasuk sekolah dan toko-toko ditutup, penggunaan masker diwajibkan, warga, baik muda atau lanjut usia, diminta tinggal di rumah.
Namun dengan keputusan cepat seperti ini, pengamat seperti Courtland justru mengatakan aspek kesehatan lain yang dilakukan Korea Utara masih belum jelas.
"Tidak ada bukti nyata mengenai kebijakan social distancing, atau juga tes besar-besaran ataupun pelacakan terhadap mereka yang terjangkit," katanya.
Jie Chen, peneliti masalah internasional di University of Western Australia mengatakan pemahaman Korea Utara soal sistem propaganda di China dan kesamaan sistem politik antara kedua negara memainkan peranan.
"Korea Utara sangat khawatir di masa-masa awal karena pemimpin mereka mengerti betul bagaimana rezim otoriter bekerja," kata Dr Chen.
"Mereka tahu apa yang terjadi. Itulah mengapa mengapa mereka menutup perbatasan sebelum lockdown di Wuhan."