Senin, 03 Agustus 2020

Dalam Masa Inkubasi, Apa Pasien Terduga COVID-19 Alami Gejala?

Untuk menentukan seseorang terinfeksi virus corona atau tidak, biasanya awal akan dilihat dari gejala yang muncul. Gejala yang biasanya terlihat seperti demam, sakit kepala, flu, batuk, sampai mengalami infeksi saluran pernapasan akut atau pneumonia.
Selama mengalami gejala, pasien terduga COVID-19 akan ada di masa inkubasi dan dirawat di rumah sakit yang memiliki ruang isolasi. Selama masa tersebut, akan dilihat berbagai gejala yang timbul.

"Masa inkubasi itu kan masa masuknya kuman sampai timbulnya penyakit atau gejala, jadi selama itu kita pantau," kata dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K) saat ditemui di ruang Western Bank Mega, Jumat (14/2).

Selama masa inkubasi, pasien akan dilihat gejala yang muncul. Setelah itu, akan diberikan obat simptomatik atau obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, misal demam, sakit kepala, dan sebagainya.

Obat ini berfungsi untuk menangani gejala bukan menyembuhkan penyebab atau penyakitnya.

"Untuk virus corona kita nggak ada, kan itu virus. Tapi, kita akan kasih obat simptomatik. Kalau panas kasih obat panas, batuk ya kasih obat batuk," jelasnya.

Terkait thermal scanner, di setiap rumah sakit mungkin tidak mempunyainya. Menurut dr Adrian, alat itu bisa digantikan dengan termometer biasa.

"Bisa dong, kan itu untuk mengukur suhu tubuh kita aja," imbuhnya.

Haru, Dokter Ini Meninggal Setelah Tangani Pasien COVID-19 18 Hari Non Stop

 Mewabahnya virus corona jenis baru yaitu COVID-19 ini membuat anggota medis di sejumlah rumah sakit bekerja lebih keras menangani pasien yang semakin bertambah. Baru-baru ini seorang dokter di China juga dikabarkan meninggal karena lelah bekerja selama 18 hari berturut-turut.
Dedikasinya ini menjadi panutan bagi semua petugas medis. Dokter tersebut bernama Xu Hui berusia 51 tahun. Ia juga diketahui sebagai wakil kepala Rumah Sakit Obat-Obatan Tiongkok Nanjing. Selama masa bertugas, ia bertanggung jawab untuk memimpin tim yang sedang bertugas dalam mengobati pasien virus corona jenis baru (COVID-19).

Menurut laporan dari Xinhua, ia meninggal secara tak terduga pada pagi hari (7/2/2020). Diduga penyebabnya memang karena kelelahan bekerja selama berhari-hari tanpa henti.

Menurut sebuah pernyataan rilis yang disebar pada (12/2/2020), hal ini menjadi 'panutan' bagi semua orang yang bertugas.

"Xu memimpin dengan memberi contoh, mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk pekerjaannya, teladan yang sangat baik," tulis rilis tersebut, dikutip dari Mothership.

"Kita semua harus belajar darinya, bekerja keras bersama, dan menang dalam pertempuran melawan virus ini," tambah rilis itu.

Ditemukan di Perumahan Batan Tangsel, Ini Efek Radioaktif Pada Tubuh

 Area di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, diduga terpapar radioaktif. Hal tersebut dikemukakan oleh Pernyataan resmi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), tertanggal 14 Februari 2020.
Awalnya, pada 30-31 Januari, Bapeten melakukan pemantauan dan teramati Perumahan Batan Indah mempunyai nilai paparan radiasi di atas normal. Saat ini beberapa warga sekitar dicek tingkat kontaminasi radioaktif menggunakan metode whole body counting (WBC).

"Tim Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) juga akan melakukan pemeriksaan whole body counting (WBC) terhadap beberapa warga di sekitar lokasi," kata Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Indra Gunawan, dalam keterangan tertulis di situs resmi Bapeten.

Mengutip BBC, radioaktif adalah bahan berbahaya yang dapat mengionosasi zat kimia di dalam tubuh yang mengubah cara sel berperilaku. Paparan radioaktif atau radiasi dalam jumlah besar ke dalam tubuh dapat merusak bahkan menghancurkan sel.

Jika paparannya rendah hingga sedang, efek yang timbul pada tubuh di antaranya sakit kepala, muntah, dan demam. Ketika paparan radiasi sudah tinggi, kerusakan internal akan muncul sehingga lebih sulit mengobatinya.

Beberapa efek radiasi pada tubuh manusia antara lain:

- Mata: Paparan tinggi dapat menyebabkan katarak
- Tiroid: Ion radioaktif dapat menumpuk dan menyebabkan kanker
- Paru-paru: Menghirup radioaktif dapat merusak struktur DNA paru
- Perut: Isotop radioaktif tertinggal lama di perut yang dapat menyebabkan kemandulan atau mutasi
- Kulit: Radiasi dapat membakar kulit dan menyebabkan kanker
- Sumsum tulang: Menyebabkan leukemia atau penyakit darah lainnya
https://indomovie28.net/anak-hoki-2/

Alasan Virus COVID-19 Belum Masuk RI, Orang Indonesia 'Kebal' Kuman?

COVID-19 yang berasal dari China, sampai saat ini sudah menyebar ke beberapa negara di berbagai belahan dunia. Bahkan, negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah mengkonfirmasi adanya penyakit karena virus corona tersebut.
Tapi, yang jadi pertanyaan bagaimana Indonesia sampai saat ini masih belum ada kasusnya?

"Sampai saat ini saya juga belum menemukan jawaban kenapa COVID-19 belum masuk ke Indonesia. Harus ada penelitian dan data yang mendalam untuk bukti-buktinya," jelas dr Adria Rusli, SpP(K), dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Menular (RSPI) Sulianti Saroso, Jumat (14/2).

"Saya juga belum tahu apa benar karena kekebalan orang Indonesia kuat atau karena virus dan kuman yang masuk ke Indonesia itu memang langsung turun. Kita masih harus teliti lagi," imbuhnya.

Berdasarkan penjelasan dr Adria, ada beberapa hal yang mungkin bisa jadi alasan kenapa COVID-19 belum masuk ke Indonesia.

1. Sistem kekebalan tubuh
Dalam memerangi virus dan kuman, kekebalan tubuh bisa menjadi alasannya. Ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa saat tubuh sering bersinggungan dengan kuman, itu akan membentuk antibodi.

"Memang benar konsepnya, semakin sering terpapar kuman tubuh bisa membuat antibodi. Tapi, kumannya harus spesifik dan harus sudah terpapar kuman dari jenis atau keluarga yang sama," jelasnya.

2. Virus belum masuk ke Indonesia
Menurut dr Adria, orang indonesia bisa saja terinfeksi COVID-19 seperti kasus di Singapura. Selain itu, ia juga mengambil contoh dari wabah virus MERS-CoV yang juga disebabkan karena virus yang berasal dari keluarga corona.

"Orang Indonesia bisa saja terkena MERS-CoV karena dia sudah menetap di Arab atau COVID-19 yang di Singapura itu, karena virusnya memang sudah masuk ke negaranya," terangnya.

Untuk Indonesia, dr Adria mengatakan mungkin memang virus itu belum masuk atau terbawa oleh orang yang sudah terinfeksi. Bahkan untuk kasus seperti MERS-CoV saja sampai sekarang belum ada orang Indonesia yang positif.

"Dari 2009 juga tidak ada MERS-CoV di Indonesia," imbuhnya.

3. Suhu di Indonesia
Ini yang banyak di singgung oleh banyak orang. Banyak yang menduga COVID-19 belum masuk ke Indonesia karena suhu atau cuaca yang tropis bahkan panas.

Namun, sampai saat ini dr Adria masih belum bisa memastikannya. Hal ini masih perlu ditinjau dan diteliti lebih dalam lagi hingga menemukan data-data yang sesuai.

Dalam Masa Inkubasi, Apa Pasien Terduga COVID-19 Alami Gejala?

Untuk menentukan seseorang terinfeksi virus corona atau tidak, biasanya awal akan dilihat dari gejala yang muncul. Gejala yang biasanya terlihat seperti demam, sakit kepala, flu, batuk, sampai mengalami infeksi saluran pernapasan akut atau pneumonia.
Selama mengalami gejala, pasien terduga COVID-19 akan ada di masa inkubasi dan dirawat di rumah sakit yang memiliki ruang isolasi. Selama masa tersebut, akan dilihat berbagai gejala yang timbul.

"Masa inkubasi itu kan masa masuknya kuman sampai timbulnya penyakit atau gejala, jadi selama itu kita pantau," kata dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K) saat ditemui di ruang Western Bank Mega, Jumat (14/2).

Selama masa inkubasi, pasien akan dilihat gejala yang muncul. Setelah itu, akan diberikan obat simptomatik atau obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, misal demam, sakit kepala, dan sebagainya.

Obat ini berfungsi untuk menangani gejala bukan menyembuhkan penyebab atau penyakitnya.

"Untuk virus corona kita nggak ada, kan itu virus. Tapi, kita akan kasih obat simptomatik. Kalau panas kasih obat panas, batuk ya kasih obat batuk," jelasnya.

Terkait thermal scanner, di setiap rumah sakit mungkin tidak mempunyainya. Menurut dr Adrian, alat itu bisa digantikan dengan termometer biasa.

"Bisa dong, kan itu untuk mengukur suhu tubuh kita aja," imbuhnya.
https://indomovie28.net/move-on-aja/