Kementerian Kesehatan tidak melakukan swab pada ratusan WNI yang diobservasi di Natuna, meskipun swab merupakan salah satu langkah untuk mengidentifikasi virus corona baru di tubuh manusia.
Terkait hal ini, muncul kekhawatiran jika akhirnya virus corona baru tidak terdeteksi karena tidak ada langkah swab yang dilakukan. Meski begitu, dr Achmad Yurianto, Sekretaris Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menegaskan swab dilakukan untuk orang yang memiliki gejala saja.
"Yang pertama prosedurnya adalah klinis tidak semua orang diperiksa, harus ada klinis yg mendukung. Seperti influenza berat, badan panas, gangguan pernapasan, ditambah batuk, screening pemeriksaan fisik, tidak langsung tiba-tiba swab," jelasnya pada wartawan di Ruang Naranta Gedung Adhyatma Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2020).
dr Yuri juga menyebut pemberian antibiotik juga menjadi salah satu tolok ukur untuk mengenali apakah orang tersebut terkena novel coronavirus. Menurutnya, jika orang tersebut sembuh dengan pemberian antibiotik maka sudah dipastikan ia tidak terkena virus.
"Karena virus tidak merespons apa pun terhadap penggunaan antibiotik," tegasnya.
Lalu bagaimana jika orang tersebut terinfeksi tanpa menunjukkan gejala?
"Sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut soal itu," tegasnya.
Kata Kemenkes Soal Kemungkinan Virus Corona Masuk Indonesia Tapi Tak Terdeteksi
Sebuah riset di Harvard University tengah jadi perbincangan. Riset ini memperkirakan bahwa seharusnya virus corona 2019-nCoV sudah masuk Indonesia, meski faktanya hingga kini belum ada satupun kasus yang terkonfirmasi positif. Sebagian menyebut alat deteksi virus corona baru belum dimiliki Indonesia.
Menanggapi hal ini, dr Achmad Yurianto Sekretaris Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI menegaskan saat ini Indonesia sudah memiliki alat yang mampu mendeteksi langsung virus corona baru yang awalnya mewabah di Wuhan. Alat ini mampu mendeteksi langsung 2019-nCoV.
"PCR yang baru yang juga digunakan oleh Singapore dan juga digunakan oleh Australia. Di mana di dalam sistem PCR ini kita hanya dihadapkan pada pilihan nCoV atau bukan, sehingga pemeriksaannya bisa lebih cepat, satu hari selesai, nggak tiga hari seperti kemarin," katanya saat ditemui di Gedung Adhyatma Ruang Naranta Pers, Senin (10/1/2020).
Ia menjelaskan alat tersebut hanya bisa menunjukkan apakah seseorang terkena novel coronavirus atau tidak. Virus corona lain tidak bisa dideteksi melalui alat tersebut.
"Sekali pun corona yang lain nggak bisa dideteksi lewat itu," tambahnya.
Dianggap Tularkan Virus Corona dari Pakaian, Perawat Ini Diusir dari MRT
Tak hanya di China, negara-negara yang berdekatan dengan Indonesia juga sudah terinfeksi virus corona. Salah satu diantaranya adalah Singapura.
Belum lama ini, sebuah postingan seorang perawat di Facebook mendadak viral. Di dalam postingan tersebut, si perawat di Singapura itu merasa dikucilkan saat ia mengenakan baju khas perawatnya.
Postingan Facebook yang dibagikan pada Jumat (7/2) lalu, membagikan cuplikan cerita tentang bagaimana seorang perawat dimarahi bahkan diusir oleh dua orang penumpang wanita dari transportasi MRT.
"Seorang perawat (bukan warga China) mengenakan seragam dan masker di kereta. Dua ibu-ibu memarahinya dalam bahasa China dengan sangat keras dan mengatakan dia membuat kereta kotor," tulisnya.
Perawat tersebut dimaki-maki dan diusir dari dalam MRT. Dikutip dari Mothership, perawat itu dianggap dapat menyebarkan virus corona dari pakaian kerjanya. Dalam postingan tersebut, si pengunggah merasa para petugas kesehatan mendadak dibenci oleh masyarakat sekitar karena virus corona yang sedang marak akhir-akhir ini.
Selain itu, salah satu netizen di Facebook juga memberikan tanggapannya soal perilaku yang tidak menyenangkan pada perawat tersebut.
"Jika kalian pikir para perawat dan dokter bisa membawa kuman atau virus, minta keluarga untuk merawat saat Anda sakit. Jangan dirawat di rumah sakit," tulis salah satu akun di Facebook.
https://kamumovie28.com/shoot-me-in-the-heart/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar