Selasa, 01 September 2020

Satgas COVID-19 Awasi Mutasi Corona D614G: Belum Tentu Lebih Berbahaya

Satgas Penanganan COVID-19 terus mengawasi perkembangan mutasi virus Corona COVID-19. Mutasi D614G yang membuat heboh belakangan ini disebut belum tentu membuat virus jadi lebih berbahaya dari segi tingkat penularan dan keparahan penyakit.
Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan perlu studi lebih lanjut untuk memastikan klaim awal yang menyebut Corona dengan mutasi D614G lebih mudah menular hingga 10 kali lipat. Sementara dari tingkat keparahan, beberapa studi melihat tidak ada perbedaan berarti tingkat rawat inap pasien yang terinfeksi Corona jenis ini.

"Satgas memonitor kondisi adanya laporan ditemukannya virus yang bermutasi yaitu D614G yang ada di Indonesia. Kami melihat dengan deteksi RNA SARS-COV-2 ini biasanya lebih tinggi di mulut dan hidung. Sebenarnya belum tentu cerminan dari potensi penularan," kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (1/9/2020).

"Memang menginfeksi tapi potensi penularannya belum bisa disimpulkan saat ini," lanjutnya.

Wiku menjelaskan mutasi Corona D614G belum bisa dianggap sebagai hal penting yang harus diperhatikan dari pasien bila dibandingkan faktor lain, seperti usia dan penyakit penyerta.

Ia menyebut pihaknya dan lembaga penelitian di Indonesia tetap akan terus mengawasi bila ada mutasi yang bisa berdampak besar.

"Perlu kami pastikan bahwa proses penelitian dan investigasi tentang virus ini tentunya dilakukan lembaga penelitian dan Kementerian Kesehatan," pungkas Wiku.

Alhamdulillah! RI Dapat 10 Juta Vaksin Corona Halal dari Uni Emirat Arab

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI (BPOM) Penny Lukito mengungkap Indonesia tengah menempuh dua jalur pengembangan vaksin Corona. Selain memproduksi vaksin dalam negeri, kerja sama dengan pihak luar juga dilakukan sebagai upaya mempercepat ketersediaan vaksin di Indonesia.
Untuk kerja sama dengan pihak luar negeri, selain dengan Sinovac, Indonesia juga tengah menjajaki peluang kolaborasi bersama perusahaan teknologi kesehatan G42 Uni Emirat Arab dengan Sinopharm.

"Ada kesepakatan di mana Uni Emirat Arab berkomitmen menyediakan 10 juta dosis vaksin COVID-19 untuk Indonesia melalui kerjasama G42 UEA dan Sinopharm dan Kimia Farma. Akhir 2020 diharapkan (tersedia) 10 juta vaksin," kata Penny dalam siaran pers di Youtube Sekertariat Presiden, Selasa (1/9/2020).

Pihak BPOM juga menyebut telah berkunjung langsung ke Uni Emirat Arab untuk mendapatkan data dan informasi lebih detail mengenai pelaksanaan uji klinis vaksin Corona di sana. Disebutkan ada 119 kebangsaan yang terlibat dalam uji klinis vaksin Sinopharm di Uni Emirat Arab.

Diharapkan keberagaman populasi ini akan memberikan hasil uji klinik yang valid.

"Kandidat vaksin Sinopharm juga mendapat emergency use authorization dari regulator pengawas obat di Republik Rakyat Tiongkok dan pada Juli 2020 sudah dapat izin Penggunaan emergensi di national medication product administration berdasarkan uji klinis fase 1 dan 2 dan telah mendapatkan sertifikat halal," jelas Penny.

Kandidat vaksin Sinopharm ini telah melewati uji klinis fase I dan fase II pada 12 April 2020 lalu. Berdasarkan dua fase uji klinis yang dilakukan, vaksin ini tidak menunjukkan adanya dampak yang buruk pada manusia.
https://nonton08.com/bad-cop-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar