DKI Jakarta menjadi provinsi di Indonesia yang beberapa waktu belakangan terus mencetak rekor sebagai provinsi yang mencatat jumlah penambahan kasus Corona terbanyak.
Per Sabtu (19/6/2021), DKI Jakarta mencatat adanya penambahan jumlah kasus positif COVID-19 sebanyak 4.895 kasus, sehingga total kasus positif saat ini telah mencapai 468.447 kasus.
Sementara itu, kasus positif di DKI Jakarta dilaporkan bertambah sebanyak 2.601 kasus. Dengan demikian, total kasus aktif saat ini tercatat sebanyak 27.112 kasus dengan rincian 10.325 orang yang menjalani perawatan dan 16.787 orang yang menjalani isolasi mandiri.
Adapun kasus sembuh berjumlah 433.499 orang dan kasus meninggal mencapai 7.836 orang. Menurut laporan, kasus aktif di DKI Jakarta paling banyak ditemukan di Kelurahan Kapuk (355 kasus), Kelurahan Cengkareng Timur (276 kasus), dan Kelurahan Jagakarsa (273 kasus).
Berikut ini sebaran detail kasus positif aktif per Kelurahan di DKI Jakarta, per Sabtu (19/6/2021):
355 Kapuk
276 Cengkareng Timur
273 Jagakarsa
252 Pejagalan
244 Lubang Buaya
219 Sunter Jaya
212 Cibubur
210 Kebon Jeruk
207 Duri Kosambi
204 Cengkareng Barat
194 Halim Perdana Kusumah
190 Pondok Pinang
190 Tegal Alur
189 Kembangan Utara
188 Kelapa Dua Wetan
185 Pondok Kelapa
184 Palmerah
184 Penggilingan
179 Pegadungan
177 Srengseng
176 Duri Kepa
173 Kalideres
164 Pondok Bambu
163 Ciracas
162 Pegangsaan Dua.
https://indomovie28.net/movies/gone-with-the-wind/
PERSI Sarankan PSBB di Zona Merah-Oranye, Sanksi Tegas untuk Pelanggar
Menanggapi kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) menyarankan agar wilayah berstatus zona merah atau oranye kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagaimana di awal pandemi pada 2020.
"Kami berharap sebetulnya pemerintah menerapkan PSBB. Terutama untuk daerah merah dan oranye," kata Sekjen PERSI Lia Partakusuma dalam konferensi pers virtual, Minggu (20/6/2021).
Lia menyebut, PSBB diperlukan melihat sulitnya penerapan protokol kesehatan oleh sebagai masyarakat. Jika pemerintah ingin mempertahankan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, diperlukan pengawasan ketaatan.
"Terus terang saja, data-data menunjukkan bahwa adakalanya masyarakat ini agak susah diatur untuk yang skala kecil. Skala kecil sangat baik juga. Tetapi butuh adanya SDM (sumber daya manusia) di skala kecil yang tegas," imbuh Lia.
Menurutnya, sanksi dan kebijakan apa pun untuk menghadapi lonjakan kasus ini perlu mengedepankan pembatasan mobilitas. Pasalnya, hingga kini mobilitas masyarakat masih tinggi, sementara celah penyebaran kasus paling besar adalah perpindahan orang dari 1 tempat ke tempat lain.
"Kalau masih ada mobilitas, kesempatan bertemu orang lain, perpindahan virus akan terjadi dengan peningkatan terus-menerus. Ingin sekali ada sanksi tegas, tapi sanksi tegas tidak bisa datang dari kami (PERSI)," ujar Lia.
Konsentrasi besar lainnya adalah risiko rumah sakit penuh sehingga tidak bisa lagi melayani pasien COVID-19. Ia menegaskan, rumah sakit sebisa mungkin memberikan layanan, terutama bagi pasien COVID-19 bergejala berat. Namun perlu diingat, rumah sakit memiliki batasan kemampuan menampung pasien.
"Kami kalau sudah dalam posisi penuh, dalam posisi di mana SDM banyak terpapar. Kemudian pasien artinya tidak percaya dengan apa yang kami lakukan. Itu kami akan sangat terganggu. Kami sama-sama bagian masyarakat juga menginginkan agar pandemi COVID-19 segera cepat berlalu," pungkas Lia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar