- Indonesia saat ini menggunakan 3 jenis vaksin Corona yakni buatan Sinovac, Sinopharm, dan AstraZeneca. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, tetapi yang pasti ketiganya sudah mengantongi emergency use listing (EUL) dari organisasi kesehatan dunia WHO.
Saat ini, vaksinasi sudah memasuki tahap ketiga yang menyasar masyarakat umum. Meski demikian, kelompok dengan kerentanan tinggi lebih diutamakan seperti orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan penyandang disabilitas. Demikian juga lansia yang belum semua mendapat vaksinasi Corona.
https://cinemamovie28.com/movies/bait/
Khusus DKI Jakarta, vaksinasi juga sudah diberikan pada usia 18 tahun ke atas dengan menggunakan vaksin AstraZeneca. Beberapa wilayah lain yang dinilai memiliki kasus aktif yang tinggi rencananya juga akan mulai menyasar kelompok ini.
Dari ketiga jenis vaksin Corona yang digunakan di Indonesia saat ini, manakah yang paling meyakinkan? Sinovac, AstraZeneca, atau Sinopharm? Berikut rangkuman perbandingannya.
Sinovac
1. Efikasi
Baru-baru ini, vaksin Sinovac mendapat izin penggunaan darurat (EUL) dari WHO. Artinya, Sinovac dinilai memenuhi standar persyaratan internasional terkait mutu dan keamanannya.
Berdasarkan hasil uji klinis, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan efikasi Sinovac sebesar 65,3 persen. Angka ini memenuhi persyaratan WHO yakni di atas 50 persen.
Riset awal pada tenaga kesehatan di DKI Jakarta yang mendapatkan vaksin Sinovac menunjukkan efektivitas di dunia nyata sebesar 90 persen lebih.
2. Efek samping
Uji klinis di Bandung menunjukan efek samping Sinovac bersifat ringan hingga sedang.
Efek samping lokal yang umum terjadi mencakup:
nyeri
indurasi atau iritasi
kemerahan
pembengkakan.
Sedangkan efek samping sistemik berupa:
myalgia atau nyeri otot
fatigue atau atau kelelahan
demam.
3. Dosis dan interval penyuntikan
Vaksin COVID-19 Sinovac memiliki dosis 0,5 ml per penyuntikan, dengan jarak penyuntikan pertama hingga kedua 28 hari pada dewasa berusia 18-59 tahun.
Corporate Secretary PT Bio Farma Bambang Heriyanto sempat memprediksi vaksin Sinovac dibanderol seharga Rp 200.000 per dosis.
Perbandingan selengkapnya antara vaksin Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm bisa disimak di halaman berikutnya.
AstraZeneca
1. Efikasi
Mengacu pada studi di Lancet, uji klinis tahap ke-3 di Brasil, Afrika Selatan, dan Inggris menunjukan efikasi vaksin COVID-19 AstraZeneca mencapai 70,4 persen.
Sedangkan WHO menyatakan vaksin AstraZeneca 63,09 persen mampu mencegah gejala pada infeksi COVID-19.
2. Efek samping
Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) menyatakan bahwa hingga Mei 2021, terdapat sekitar 9.000 kasus KIPI non-serius dan 18 kasus KIPI serius pasca penyuntikan vaksin AstraZeneca. Keluhan non-serius mencakup demam, nyeri, mual, hingga lelah.
Namun, vaksin AstraZeneca beberapa kali diduga memicu kasus pembekuan darah, terlebih pada penerima vaksin berusia muda.
Berikut efek samping yang dilaporkan selama uji klinis vaksin AstraZeneca dikutip dari laman GOV.UK
Sangat umum (mempengaruhi lebih dari 1 dari 10 orang)
Nyeri, gatal, dan rasa panas di area suntikan
Merasa tidak enak badan
Menggigil atau demam
Sakit kepala
Mual
Nyeri sendi atau nyeri otot
Umum (dirasakan 1 dari 10 penerima)
Bengkak, kemerahan, dan benjolan di area suntikan
Demam
Muntah atau diare
Radang tenggorokan
Pilek atau batuk
Menggigil
Jarang (dirasakan 1 dari 100 penerima)
Nafsu makan menurun
Sakit perut
Kelenjar getah bening membesar
Keringat berlebih
Kulit gatal atau ruam
3. Dosis dan interval pemberian
Penyuntikan dosis 1 dan 2 vaksin AstraZeneca bersela waktu 12 minggu atau sekitar 3 bulan. Penentuan waktu ini mengacu pada studi tentang interval paling tepat untuk efikasi vaksin terbaik.
"Interval antara 8-12 minggu berkaitan dengan efikasi vaksin yang lebih baik," terang WHO dalam laman resmi.:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar