Sakit kepala menjadi keluhan yang paling banyak muncul di tengah pandemi COVID-19. Rupanya, work from home atau WFH bisa jadi pemicu utamanya. Apa hubungannya?
Praktisi spesialis pengaturan tulang, Chris Leong menyebut keluhan seputar sakit kepala meningkat signifikan sepanjang pandemi COVID-19. Durasi menatap layar laptop yang terlalu lama saat work from home merupakan salah satu pemicunya.
"Setelah setahun pertama (pandemi COVID-19), banyak pasien. Pasien datang ke praktik banyak sekali karena masalah migrain, banyak juga orang yang kena stroke tiba-tiba," kata penggagas klinik Chris Leong Method (CLM), ditemui di Jakarta, Kamis (3/5/2021).
Ia memahami, pandemi COVID-19 membuat banyak orang mengurungkan niat berobat di luar rumah. Namun menurutnya, keluhan sakit kepala, nyeri tubuh, dan masalah lain akibat bekerja terlalu lama di depan laptop bisa diatasi dengan melakukan peregangan sendiri.
"(Selama WFH) di rumah sulit mencari perawatan, tapi ada cara DIY (Do It Yourself). Macam-macam sakit kepala banyak masalahnya ke badan, bisa diatur dengan posisi dari bahu, siku, dan telinga. Masalah di titik ini bisa menyebabkan sakit pernapasan dan pencernaan," ujar praktisi asal Malaysia tersebut.
Misalnya, dengan menarik tubuh 230 derajat ke belakang selama 30 detik. Menurutnya, kebiasaan buruk terlalu lama bungkuk depan layar adalah pemicu utama masalah pada leher, yang kerap berimbas pada sakit kepala.
"Kita pagi bangun pagi, bekerja, menonton Netflix. Mereka lupa ini (peregangan) yang penting. Posisi 230 derajat (ke belakang) untuk membuka saraf, juga bagian depan untuk bahu dan pernapasan. Simpel, tapi efektif," ujarnya.
Selain itu, Chris menyarankan metode 20-20-2 untuk meminimalkan risiko sakit kepala saat WFH.
Artinya, jarak mata dengan layar komputer haruslah minimal 20 inci (50 cm). Di sela-sela jam kerja, usahakan untuk beristirahat selama 20 menit. Terakhir, rehat harus dilakukan maksimal setelah 2 jam bekerja. Setelah itu, barulah kembali bekerja agar beban kerja di leher bisa diringankan.
https://movieon28.com/movies/the-fugitive-2/
China Restui Vaksin Sinovac untuk Anak 3-17 Tahun, RI Tunggu Rekomendasi
China telah menyetujui izin penggunaan darurat vaksin Sinovac Biotech untuk usia 3-17 tahun. Indonesia masih menunggu rekomendasi pakar untuk menggunakannya pada anak-anak.
Izin penggunaan vaksin Sinovac untuk mencegah COVID-19 pada anak-anak diungkap oleh pimpinan Sinovac Biotech Yin Weidong dalam wawancara televisi. Kapan mulai diberikan, Yin menyebut tergantung strategi pemerintah China.
Yang pasti, anak-anak punya prioritas lebih rendah dibanding lansia berdasarkan tingkat kerentanan.
Hasil awal uji klinis fase 1 dan 2 menunjukkan vaksin Sinovac bisa memunculkan respons imun pada umur 3-17 tahun. Sebagian besar efek sampingnya adalah ringan.
Sementara itu, vaksin Sinopharm yang menggunakan teknologi serupa yakni inactivated virus telah mengirimkan data sebagai bagian dari pengajuan izin. Vaksin ini juga tengah menjalani uji klinis pada anak 3-17 tahun.
Sementara itu, vaksin Cansino juga sudah memasuki uji klinis fase 2 pada anak usia 6-19 tahun.
Indonesia bagaimana?
Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan tidak akan serta merta memberikan vaksin Corona pada anak. Pihaknya masih menunggu rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), organisasi profesi, dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Ketua ITAGI Prof Dr Sri Rezeki, SpA(K) menyebut ada kemungkinan Indonesia bisa menggunakan vaksin Sinovac pada anak. Namun pihaknya masih menunggu data-data ilmiahnya untuk dikaji.
"Kita masih menunggu publikasi ilmiahnya," kata Prof Sri pada detikcom, Sabtu (5/6/2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar