Pandemi COVID-19 dianggap menjadi penyebab utama dari tutupnya Golden Truly. Namun jika saja pandemi ini tidak ada apakah mall dan department store yang sudah eksis sejak tahun 1980-an itu bisa bertahan?
Executive Director Retailer Services Nielsen Indonesia Yongky Susilo menilai sangat bisa. Sebab Golden Truly masih memiliki pelanggan setianya yang merasa memiliki hubungan kenangan. Selain itu Golden Truly juga memiliki pelanggan dari masyarakat di sekitar tokonya.
"Kalau COVID-19 ini nggak ada tentu masih bisa bertahan. Dia itu kan pasarnya sedikit berbeda. Dia itu neightborhood mall. Jadi sebenarnya di Gunung Sahari itu lumayan untuk masyarakat sekitar situ dan masih ada loh orang ke situ untuk makan," terangnya kepada detikcom, Minggu (6/12/2020).
"Namanya sekarang memang sudah tidak terlalu wow, tapi cukup dikenal untuk orang di sekitar situ," tuturnya.
Dengan modal itu, menurut Yongki seharusnya Golden Truly masih bisa bertahan. Namun sebagai perusahaan yang sudah beropeasi puluhan tahun, ada kemungkinan sang pemilik sudah ingin 'pensiun'. Apalagi dengan kondisi saat ini.
Golden Truly sendiri bisa dibilang merupakan salah satu pionir swalayan di Indonesia. Perusahaan itu sudah mendirikan swalayan jauh sebelum toko-toko swalayan yang ada saat ini.
Namun menurut Yongki si 'Pionir' ini kurang dalam hal ekspansi. Perusahaan pun akhirnya beralih bisnis menjadi fashion department store dan mall.
Sebagai pionir, Golden Truly sebenarnya masih bisa bertahan. Sebab masih ada pelanggan setianya yang merasa memiliki hubungan kenangan. Selain itu Golden Truly juga memiliki pelanggan dari masyarakat di sekitar tokonya.
Nah menurut Yongki musabab dari tutupnya Golden Truly tidak lain dan tidak bukan adalah pandemi COVID-19. Nama perusahaan yang kian tenggelam diperparah dengan adanya pembatasan sosial dan kondisi ekonomi yang memburuk.
"Jadi mau nggak mau susah bertahan karena cashflow-nya habis, nggak bisa bertahan lagi dia, dan kedua kalau mau bertahan kan ke depan musti punya planning lagi," terangnya.
https://movieon28.com/movies/the-forbidden-legend-sex-chopsticks/
Soal Bansos COVID, Faisal Basri: Bantuan Tunai Lebih Baik dari Sembako
Ekonom senior Faisal Basri menyebut program bantuan sosial dalam bentuk tunai lebih baik ketimbang paket sembako. Bantuan ini tentu membantu penduduk yang terdampak COVID-19.
Pernyataan sudah diungkapkannya sejak lima bulan lalu atau pada awal-awal pemerintah mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk menangani pandemi COVID-19. Dia mengunggah penjelasannya di website pribadinya.
Mengutip faisalbasri.com, Minggu (6/12/2020), Faisal menyebut pemerintah menyalurkan paket sembako atau bantuan sosial (bansos) sembako senilai Rp 43,6 triliun ditambah sekitar Rp 25 triliun untuk pos logistik/pangan/ sembako sehingga totalnya non tunai mencapai Rp 68,6 triliun.
Menurut Faisal, dana sebesar Rp 68,6 triliun ini bisa lebih tepat sasaran jika dikonversi dalam bentuk uang tunai. Dia pun mengungkapkan beberapa alasannya jika bansos tunai lebih efektif dibandingkan sembako.
Pertama, dikatakan Faisal, kebutuhan setiap keluarga berbeda-beda. Beras dan gula tidak cocok untuk penderita diabetes. Keluarga yang memiliki balita bisa membeli susu jika diberikan uang tunai. Selanjutnya, penerima juga lebih leluasa memilih barang yang hendak dibelinya sesuai kebutuhan.
"Keleluasaan memilih sirna karena isi paket sembako sama untuk seluruh penerima bantuan. Menurut teori mikroekonomi, pilihan yang lebih banyak akan memberikan kepuasaan lebih tinggi ketimbang bantuan barang," tulis Faisal Basri.
Alasan kedua, dikatakan Faisal, uang tunai bisa dibelanjakan di warung tetangga atau di pasar rakyat/tradisional sehingga perputaran uang di kalangan pengusaha kecil, mikro, dan ultra-mikro bertambah secara signifikan.
"Menambah panjang nafas mereka yang sudah tersengal-sengal diterpa wabah pandemik COVID-19. Maslahat yang diterima mereka lebih merata ketimbang lewat pengadaan terpusat," tulis Faisal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar