Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, setiap tahun ada 160.000 anak di dunia yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV). Tanpa adanya akses tes dan pengobatan, 50 persen anak akan meninggal di usia 2 tahun dan 80 persen tak akan bisa bertahan hidup sampai ulang tahun ke-lima.
Selain itu, data WHO menunjukkan, sekitar 80.000 balita dan anak-anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit acquired immune deficiency syndrome (AIDS), yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Demi meningkatkan harapan hidup, orang yang terinfeksi HIV harus rutin mengonsumsi obat. Namun, bagi anak-anak, obat yang selama ini mereka konsumsi terlalu pahit dan sulit untuk ditelan.
Hal inilah yang memicu para ahli untuk mengembangkan obat HIV untuk anak. Kabar baiknya, tidak lama lagi obat ini akan hadir dalam bentuk tablet yang dapat larut dalam air atau jus, sehingga bayi tetap bisa menelannya.
Dolutegravir menjadi formula obat HIV pertama untuk bayi dan juga anak-anak. Obat tersebut akan segera tersedia berdasarkan kesepakatan antara sejumlah perusahaan farmasi dan inisiatif kesehatan global.
Tak hanya itu, obat HIV ini akan memiliki rasa stroberi.
"Ini benar-benar kemajuan," kata Kepala pediatri ICAP, global health outreach arm Columbia University's Mailman School of Public Health, sekaligus pemimpin WHO bagian treatment guidelines panel, Dr Elaine J Abrams, dikutip dari New York Times.
"Produk perawatan anak yang saat ini tersedia kurang optimal. Ada beberapa formula baru, tetapi belum sesukses yang diharapkan," jelasnya.
Meski begitu, obat HIV ini baru bisa diberikan setelah anak berusia satu bulan, sehingga pada bayi yang baru lahir masih perlu menggunakan sediaan sirup.
https://cinemamovie28.com/movies/wild-orchid/
Sederet Fenomena Orang Nekat Telanjang di Tengah Pandemi COVID-19
Seorang wanita mendadak viral setelah terlihat bersepeda sambil telanjang berkeliling di sekitar wilayah London, dengan menempuh jarak 16 kilometer. Aksi wanita bernama Kerri Barnes (25) dilakukan bukan hanya karena iseng semata.
Ia melakukan ini setelah melihat banyaknya orang yang memilih bunuh diri di tengah pandemi COVID-19, termasuk sepupunya sendiri.
"Saya benar-benar ingin melakukan sesuatu tahun ini untuk menyoroti peningkatan kesadaran pencegahan bunuh diri dan mengumpulkan sejumlah uang untuk beberapa yang mengalami gangguan kesehatan mental," jelasnya, dikutip dari Daily Star.
Wanita yang bersepeda hanya menggunakan pakaian dalam ini telah mengumpulkan lebih dari pound 8.000 dari target pound 10.000 atau sekitar Rp 190 juta, yang akan dibagikan pada orang-orang yang mengidap gangguan kesehatan mental.
Ternyata selain Kerri, sebelumnya sudah ada beberapa fenomena orang-orang yang telanjang di tengah pandemi COVID-19, dengan alasan dan tujuan yang berbeda-beda. Berikut sederet fenomena orang yang telanjang di tengah pandemi COVID-19 yang dirangkum detikcom.
1. Dokter di Jerman telanjang untuk protes kekurangan APD
Sekelompok dokter di Jerman melakukan protes akibat kurangnya alat pelindung diri (APD) di tengah pandemi COVID-19. Aksi protes kelompok yang menamai diri mereka 'Blanke Bedenken' atau memiliki arti kekhawatiran kosong ini dilakukan dengan berpose telanjang.
"Ketelanjangan adalah simbol betapa rapuhnya kita tanpa perlindungan," kata Ruben Bernau yang tergabung dalam kelompok ini, dikutip dari The Guardian.
Saat menyuarakan protesnya mereka berfoto dengan pose yang berbeda. Mulai dari dokter yang berlindung di balik tisu toilet, peralatan medis, jingga resep yang mereka buat.
"Tentu saja kami ingin terus merawat pasien yang masih perlu menerima pemeriksaan. Untuk itu, kami membutuhkan APD yang tepat," ujar Jana Husemann yang merupakan seorang dokter umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar