Hilangnya kemampuan untuk mencium bau atau anosmia menjadi gejala umum dari COVID-19 yang paling utama. Sekitar 20-50 persen pasien yang terinfeksi virus Corona di atas usia 35 tahun mengalami anosmia. Sementara itu, 15-25 persen pasien COVID-19 mengalami demam, dan 13-18 persen mengalami batuk.
Anosmia mungkin bersifat sementara maupun permanen. Alergi atau pilek biasanya menyebabkan anosmia sementara. Kondisi lebih serius yang memengaruhi otak atau saraf seperti tumor otak atau trauma kepala, dapat menyebabkan hilangnya penciuman secara permanen. Faktor usia juga memengaruhi hilangnya kemampuan mencium.
Pada pasien COVID-19 yang disertai anosmia mungkin tidak dapat merasakan rasa di lidah. Hal itu menyebabkan hilangnya keinginan untuk makan hingga malnutrisi.
Dikutip dari Healthline, berikut penyebab, diagnosis, dan perawatan pasien anosmia.
Apa penyebab anosmia dan bagaimana diagnosisnya?
Tidak bisa mencium bau bukan hanya gejala Corona saja, tetapi bisa disebabkan faktor lain. Anosmia bisa disebabkan oleh pembengkakan atau penyumbatan di hidung yang menghalangi bau sampai ke bagian atas hidung. Selain itu, anosmia sementara biasanya karena iritasi pada selaput lendir yang melapisi hidung berasal dari infeksi sinus, flu, merokok, pilek, maupun alergi.
Penyumbatan saluran hidung hingga anosmia bisa terjadi karena rusaknya reseptor di dalam hidung menuju saraf di otak. Dalam beberapa kasus, orang dilahirkan tanpa indra penciuman karena kondisi genetik yang disebut anosmia bawaan.
Kondisi anosmia sulit diukur, maka dari itu perlu pemeriksaan medis untuk mengetahui diagnosisnya. Perlu dilakukan tes seperti CT scan, MRI scan, dan X-ray untuk melihat kondisi di dalam hidung.
Bagaimana cara mengobati anosmia?
Perawatan anosmia tergantung pada penyebabnya. Jika hilangnya memampuan mencium bau terjadi karena flu, alergi, atau infeksi sinus, biasanya akan hilang dengan sendirinya. Obat-obatan untuk menyembuhakn anosmia sementara di antaranya dekongestan, antihistamin, semprotan hidung steroid, dan antibiotik untuk infeksi bakteri.
https://tendabiru21.net/movies/one-piece-stampede/
Penasaran Hasil Tes COVID-19 Asli Gara-gara Dokumen 'Palsu' Habib Rizieq
Sebuah dokumen hasil tes swab PCR viral, menyebut Habib Rizieq positif COVID-19. Front Pembela Islam (FPI) menyatakan dokumen tersebut palsu dan harus diusut berdasarkan UU ITE.
"Palsu itu. Harusnya aparat mengusut pemalsuan-pemalsuan seperti di atas, berdasar UU ITE. Itu yang harusnya dilakukan," ucap Sektretaris Umum FPI, Munarman.
Dokumen ini menyebut jenis pemeriksaan SARS-CoV-2 Nucleic Acid Test (RT-PCR) yang dilakukan di laboratorium dengan nomor registrasi 801127175. Selain menyebut nama dan tanggal lahir Habib Rizieq, dokumen tersebut juga mencantumkan MER-C di kolom nama perusahaan.
Format dokumen laporan hasil tes COVID-19 memang berbeda-beda, tergantung laboratorium tempat pemeriksaan dan penyedia layanan tes. Namun umumnya, dokumen tersebut mencantumkan identitas pasien serta tanggal pengambilan spesimen maupun pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction).
Kadang-kadang, laporan hasil tes juga disertai catatan tentang cara kerja tes PCR dan cara mengartikan hasilnya. Di antaranya bahwa tes PCR hanya mendeteksi materi genetik, sehingga tidak membedakan antara virus hidup atau mati.
Jika umumnya laporan hasil tes PCR COVID-19 diberikan secara individual, pada beberapa kasus hasilnya disampaikan dalam bentuk rekapitulasi. Laporan yang membuat privasi kurang terjaga ini umumnya diberikan pada pemeriksaan secara kolektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar