Rabu, 29 Juli 2020

Sampai Diatur RUU Ketahanan Keluarga, Kenapa Muncul Perilaku Seks BDSM?

Beredar kabar, draf RUU Ketahanan Keluarga juga mengatur perilaku seks BDSM. Dalam RUU tersebut, pelaku bondage, dominance, sadism, dan masochism (BDSM) diwajibkan untuk rehabilitasi.
Dalam draf RUU Ketahanan Keluarga yang dikutip detikcom pada Selasa (18/2/2020), Pasal 74, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melaksanakan penanganan kerentanan keluarga. Penanganan yang dimaksud ialah upaya membantu dan mendukung keluarga agar memiliki kepentingan keluarga dalam menghadapi krisis keluarga.

Perilaku BDSM memang ditemui di sebagian pasangan. Beberapa pasangan ada yang melakukan karena sama-sama menyukai kegiatan tersebut. Namun hal apa sih sebenarnya yang mendasari orang ingin melakukan BDSM?

Mengutip Fatherly, setiap orang yang melakukan BDSM tentunya ingin melampiaskan kepuasan mereka. Orang tersebut baru merasa 'puas' jika melakukan hal-hal yang berkaitan dengan BDSM, atau seks kasar ini.

"Jika Anda dicakar, digigit, ditampar, tekanan darah dan detak jantung meningkat sebagai respon pada rasa sakit. Jika hal itu terjadi selama berhubungan seks, otak bisa mengartikannya sebagai kesenangan seksual," jelas Nicole Prause PhD,

Ia juga menjelaskan ada area tertentu di otak yang yang merespon rasa nyeri atau sakit, dan bagian tersebut sering tumpang tindih dengan respon dari rangsangan seksual.

"Tumpang tindih itu sedikit mempermainkan otak sehingga timbul kebingungan antara nyeri dan rasa puas saat kita mengalaminya di saat bersamaan," paparnya.

Benarkah CrossFit yang Ditekuni Ashraf Sinclair Berbahaya untuk Jantung?

 Suami Bunga Citra Lestari, Ashraf Sinclair, meninggal dunia karena serangan jantung pada Selasa (18/2/2020). Netizen menduga olahraga CrossFit yang ditekuni aktor berdarah Inggris-Malaysia tersebut jadi pemicunya.
CrossFit dijelaskan dalam situs resmi Asosiasi Pelatih Kebugaran Indonesia (APKI) sebagai program latihan yang menggabungkan dua unsur sistem aerobik dan anaerobik. Penekanannya adalah perpaduan antara latihan interval intensitas tinggi (HIIT), angkat beban, gymnastic, dan disiplin lainnya.

Ahli jantung dan pembuluh darah dr Dede Moeswir, SpPD, KKV, dari OMNI Hospitals Pulomas menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu, olahraga intensitas tinggi memang tidak disarankan. Bagi mereka yang sudah memiliki faktor risiko olahraga seperti CrossFit bisa saja memicu serangan jantung.

Faktor risiko untuk serangan jantung mulai dari usia, kolesterol, hipertensi, kebiasaan merokok, hingga keturunan.

"Olahraga intensitas tinggi sangat tidak dianjurkan sebenarnya (untuk yang punya risiko). Pasien saya yang serangan jantung akut sangat banyak karena setelah melakukan aktivitas seperti ini," kata dr Dede pada detikcom, Selasa (18/20/2020).

"Olahraga yang memacu jantung ini biasanya menyebabkan hormon-hormon yang tidak baik itu dilepaskan dalam keadaan berlebihan oleh tubuh. Misalnya adrenalin, katekolamin, seperti itu. Untuk orang-orang yang sudah punya faktor risiko penyakit jantung ya terpicu kena serangan," lanjutnya.

Menurut dr Dede yang jadi masalah sebetulnya adalah awam jarang melakukan pengecekan medis sebelum melakukan olahraga intensitas tinggi. Kebanyakan orang merasa dirinya bugar namun sebetulnya berisiko karena memang penyakit jantung jarang menimbulkan gejala.

Oleh karena itu dr Dede menyarankan selalu cek kesehatan atau konsultasi dengan dokter sebelum melakukan olahraga intensitas tinggi seperti CrossFit. Dan yang terpenting, know your limit guys!
https://nonton08.com/crayon-shin-chan-fierceness-that-invites-storm-operation-golden-spy/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar