Virus SARS Cov-2 penyebab COVID-19 atau virus Corona diketahui menginfeksi dari satu individu ke individu lain melalui percikan air liur atau droplet baik dari hidung maupun mulut. Lalu bisakah seseorang terinfeksi virus corona melalui mata?
Guru Besar Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Prof dr Suhardjo, SU, Sp.M(K), menyampaikan bahwa ada sedikit kasus mata merah atau konjungtivis pada individu yang terinfeksi COVID-19. Kendati begitu, risiko penularan virus Corona melalu air mata kemungkinannya rendah.
"Air mata bisa jadi media penularan, tapi kemungkinannya kecil karena di situ tidak ada reseptor yang cocok untuk virus COVID-19," terangnya melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM kepada wartawan, Rabu (16/12).
Ia menjelaskan bahwa selama ini penularan virus Corona paling sering terjadi melalui mulut atau hidung. Sebab di area tersebut terdapat jaringan mukosa yang dapat menjadi pintu masuk bagi virus. Seperti diketahui dalam rongga mulut maupun hidung memiliki reseptor ACE-2 dan CD 147 serta enzim TMPRSS2 sebagai tempat menempelnya virus COVID-19.
"Reseptor itu ibarat rumah, kalau di ronga mulut dan saluran hidung ada reseptor yang cocok untuk COVID-19," katanya.
Sementara dari studi literatur yang telah diterbitkan dalam Journal of Medical Sciences pada Juli 2020 lalu diketahui jika hanya sedikit pasien COVID-19 yang mengalami mata merah/konjungtivis. Dari studi tersebut diketahui jika hanya sebanyak 0,8 persen pasien COVID-19 yang menunjukkan gejala mata merah.
"Jadi hanya 8 di antara 1.000 orang ada gejala mata merah pada pasien COVID-19 dan ini lebih rendah angkanya daripada gejala diare sebanyak 3,8 persen," tuturnya.
Untuk mencegah virus Corona masuk melalui mata, Suhardjo mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu sering menyentuh atau mengusap mata dengan tangan. Perilaku tersebut selain mencegah infeksi virus Corona juga mencegah terjadinya iritasi serta infeksi virus maupun bakteri lainnya pada mata.
https://trimay98.com/movies/doa-cari-jodoh/
Ke Bali-DKI Wajib Tes PCR atau Rapid Antigen, Mahal Nggak Sih?
Gubernur Bali mewajibkan wisatawan yang ingin mengunjungi Pulau Dewata untuk melakukan tes Corona, baik PCR maupun rapid test antigen. Aturan yang sama juga akan diberlakukan di sejumlah wilayah, seperti DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Berapa harga tes PCR dan tes antigen beserta masa berlakunya?
Kebijakan ini mulai berlaku dari 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021, mengingat kenaikan penyebaran virus Corona di Bali. Bali masuk ke dalam 8 provinsi di Indonesia yang mengalami kenaikan kasus COVID-19.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai harga rapid tes antibodi dan swab PCR mandiri. Untuk rapid test antibodi dikenakan harga tertinggi sebesar RP 150 ribu.
Untuk swab PCR mandiri, Kemenkes menetapkan Rp 900 ribu sebagai harga tertinggi. Meski demikian, sejumlah rumah sakit masih memasang harga lebih tinggi dengan berbagai layanan tambahan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan.
Pemerintah belum menetapkan tarif maksimum rapid tes antigen, namun beberapa rumah sakit mematok harga kisaran Rp 200 ribu - Rp 600 ribu.
Saat diwawancara oleh detikcom, layanan tes Soewarna Business Park di Bandara Soekarno Hatta berkisar Rp 200 ribu.
"Rp 200 ribu dengan hasil maksimal 1 jam," kata pihak Soewarna saat dihubungi detikcom, Rabu (16/12/2020).
Sementara itu, menurut President Director AP II Muhammad Awaluddin, biaya rapid test antigen di Bandara Soetta itu dipatok sebesar Rp 385 ribu. Hasilnya sudah bisa diketahui dalam 15 menit.
Sesuai dengan SE Gugus Tugas No. 9/2020, penumpang diperbolehkan melakukan penerbangan jika membawa Surat Kesehatan dan surat keterangan tes PCR dengan hasil negatif atau surat rapid test dengan hasil non reaktif. Surat keterangan tersebut berlaku 14 hari setelah keberangkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar