Sabtu, 30 Januari 2021

Gejala Corona Ini Disebut Studi Paling Khas dan Bertahan Lama

 Beragam gejala bisa muncul saat seseorang terinfeksi Corona, seperti demam, batuk kering, hingga sesak napas. Tetapi, dari banyaknya gejala COVID-19 ini salah satunya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal Chemical Senses menunjukkan gejala kehilangan kemampuan penciuman dan pernapasan atau anosmia menjadi salah satu gejala COVID-19 yang paling khas dan bisa berlangsung dalam waktu yang lama.


Untuk mengetahuinya, studi tersebut meneliti lebih dari 4.500 pasien yang terinfeksi COVID-19 di dunia. Hasilnya diketahui bahwa hilangnya kemampuan indra penciuman inilah yang banyak dialami hingga 79,7 persen.


"Ini menekankan pentingnya mewaspadai gejala tersebut, yang mungkin menjadi satu-satunya gejala pada penyakit ini," ujar Alexander Wieck Fjaeldstad, seorang peneliti dari Aarhus University di Denmark, yang dikutip dari NDTV.


Pada studi yang sama, para peneliti menemukan hanya sekitar setengah dari pasien COVID-19 yang kemampuan indra penciumannya bisa kembali setelah 40 hari. Menurut Fjaeldstad, gejala ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan dalam jangka waktu yang lama, baik terkait makanan, kontak sosial, dan membuat mereka khawatir.


Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa kemampuan indra perasa juga bisa berkurang secara signifikan menjadi 69 persen.


"Sementara hilangnya kemampuan mencium itu sendiri bisa menghilangkan kemampuan untuk merasakan aroma makanan, karena sulit untuk mengecap apa yang kamu makan. Oleh karena itu, memasukkan makanan ke dalam mulut dapat menjadi pengalaman yang jelas tidak menyenangkan," kata Fjaeldstad.


Terkait penyebabnya, Fjaeldstad mengatakan kemungkinan gejala anosmia yang muncul ini berkaitan erat dengan bagaimana virus Corona itu menginfeksi tubuh

https://cinemamovie28.com/movies/the-story-of-the-expedition-woman-2/


Pemprov Jabar Usul Vaksinasi COVID-19 Door to Door, Ini Respons Kemenkes


Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengusulkan agar vaksinasi COVID-19 bisa dilaksanakan secara door to door kepada masyarakat. Plt Dirjen P2P Kementerian Kesehatan Rein Rondonuwu menilai rencana tersebut dinilai terlalu beresiko.

Menurutnya, rencana itu bisa saja dilakukan dengan target tersegmen yang berada di lokasi tertentu. Namun, bila dilakukan secara door to door memiliki risiko bagi tenaga kesehatan dan penerima vaksin. Belum juga dinilai akan memakan biaya yang sangat besar.


"Mobile itu bagus tapi itu semua ada resiko, kalau mobile ke sasaran seperti pedagang pasar, kita bisa lakukan dengan perlengkapan. Ada ambulas, ada kit, karena takutnya ada reaksi alergi. Kalau door to door kita khawatir, karena selesai divaksinasi itu harus diobservasi oleh petugas kesehatan," ujar Rein di Poltekkes Kemenkes, Kota Bandung, Sabtu (30/1/2021).


"Kalau mobile segmennya pedagang pasar, itu bisa tapi dilengkapi dengan peralatan dan ada petugas yang mengawasi sampai 30 minimal. Saya kira itu usulan bagus, tapi mungkin biayanya besar. Vaksin sendiri-sendiri itu lebih banyak sumber daya yang dibutuhkan, kalau ke depannya ke publik seperti pedagang pasar, guru ke depan saat sekolah dibuka, itu boleh," kata Rein.


Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan jika vaksinasi COVID-19 dilakukan door to door seperti halnya imunisasi zaman dulu. Nantinya, mobil yang dilengkapi dengan peralatan vaksinasi akan dioperasikan oleh vaksinator dan dokter menuju tempat warga.

https://cinemamovie28.com/movies/hypnotic-dance-club/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar