Sabtu, 30 Januari 2021

Terpopuler Sepekan: China Gunakan Anal Swab untuk Deteksi COVID-19

 Kabar dokter di China menggunakan metode usap lewat anal atau anal swab untuk mendeteksi COVID-19 menarik perhatian pembaca. Alasannya metode anal swab disebut-sebut bisa mendeteksi kasus lebih akurat daripada swab hidung-tenggorokan (nasofaring) biasa.

"Tentu saja, swab anal tidak senyaman swab di tenggorokan. Metode swab ini hanya digunakan untuk orang-orang yang tinggal di area karantina COVID-19 utama di Shanghai," kata Li Tongzeng dari Rumah Sakit You'an di Beijing seperti dikutip dari New York Post.


Ahli biologi molekular Ahmad Rusdan Utomo menyebut anal swab memang bisa digunakan sebagai pelengkap metode tes Corona. Hanya saja metode ini kalah populer daripada swab nasofaring karena ada faktor kenyamanan yang mungkin dikorbankan.


"Ada sisi malunya dan ada sisi ketidaknyamanan karena membuka area private. Tapi pengambilannya jauh lebih nyaman," ujar Ahmad.


Virus SARS-COV-2 penyebab COVID-19 umumnya menginfeksi tubuh mulai dari saluran pernapasan atas. Karena itu swab nasofaring dilakukan untuk mendeteksi virus yang ada di saluran napas.


Seiring berjalannya waktu, pada tahap lanjut virus bisa saja turun atau menyebar ke saluran pencernaan. Maka anal swab bisa dilakukan ketika seseorang masih menunjukkan gejala, namun tidak terdeteksi positif lewat swab nasofaring.


Menular lewat kentut?

Perbincangan terkait anal swab ini kemudian menimbulkan pertanyaan di antara beberapa netizen. Bila virus terdeteksi di saluran pencernaan bawah, apakah berarti COVID-19 bisa menular lewat kentut?


Direktur Klinis Patientaccess.com, dr Sarah Jarvis, menyanggah pendapat tersebut. Menurutnya sangat kecil kemungkinan seseorang bisa tertular COVID-19 lewat kentut.


"Kemungkinan seseorang tertular virus karena mereka dekat dengan seseorang yang kentut sangat kecil. Anda jauh lebih mungkin untuk tertular melalui kontak dekat dengan seseorang yang batuk atau bersin, atau dengan menyentuh droplet di tangan ketika kamu menyentuh benda," bantah Jarvis.

https://cinemamovie28.com/movies/perfect-sex/


Gejala Corona Ini Disebut Studi Paling Khas dan Bertahan Lama


Beragam gejala bisa muncul saat seseorang terinfeksi Corona, seperti demam, batuk kering, hingga sesak napas. Tetapi, dari banyaknya gejala COVID-19 ini salah satunya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut studi yang dipublikasi dalam jurnal Chemical Senses menunjukkan gejala kehilangan kemampuan penciuman dan pernapasan atau anosmia menjadi salah satu gejala COVID-19 yang paling khas dan bisa berlangsung dalam waktu yang lama.


Untuk mengetahuinya, studi tersebut meneliti lebih dari 4.500 pasien yang terinfeksi COVID-19 di dunia. Hasilnya diketahui bahwa hilangnya kemampuan indra penciuman inilah yang banyak dialami hingga 79,7 persen.


"Ini menekankan pentingnya mewaspadai gejala tersebut, yang mungkin menjadi satu-satunya gejala pada penyakit ini," ujar Alexander Wieck Fjaeldstad, seorang peneliti dari Aarhus University di Denmark, yang dikutip dari NDTV.


Pada studi yang sama, para peneliti menemukan hanya sekitar setengah dari pasien COVID-19 yang kemampuan indra penciumannya bisa kembali setelah 40 hari. Menurut Fjaeldstad, gejala ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan dalam jangka waktu yang lama, baik terkait makanan, kontak sosial, dan membuat mereka khawatir.


Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa kemampuan indra perasa juga bisa berkurang secara signifikan menjadi 69 persen.


"Sementara hilangnya kemampuan mencium itu sendiri bisa menghilangkan kemampuan untuk merasakan aroma makanan, karena sulit untuk mengecap apa yang kamu makan. Oleh karena itu, memasukkan makanan ke dalam mulut dapat menjadi pengalaman yang jelas tidak menyenangkan," kata Fjaeldstad.


Terkait penyebabnya, Fjaeldstad mengatakan kemungkinan gejala anosmia yang muncul ini berkaitan erat dengan bagaimana virus Corona itu menginfeksi tubuh

https://cinemamovie28.com/movies/sobbing-aunt/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar