Honor telah dilepas oleh Huawei sejak bulan November lalu. Setelah menjadi vendor independen, banyak pihak yang bertanya apakah ini artinya ponsel Honor akan kembali menggunakan Google Mobile Services (GMS).
Dalam wawancara dengan South China Morning Post, CEO Honor George Zhao menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengonfirmasi bahwa saat ini Honor sedang berdiskusi dengan Google dan akan kembali berkolaborasi dalam waktu dekat.
Sejak berpisah dari Huawei, Honor telah membangun kemitraan dengan Intel, AMD, Qualcomm, MediaTek dan Microsoft. Google jadi satu-satunya nama besar yang tidak masuk dalam daftar tersebut.
Tanpa aplikasi dan layanan Google, Honor mungkin masih bisa bertahan di pasar China. Tapi mereka akan kesulitan menggaet pengguna di negara lainnya, termasuk di Eropa yang merupakan salah satu pasar terbesar mereka sebelum Huawei terkena sanksi dagang dari Amerika Serikat.
Belum lama ini Honor meluncurkan V40 5G, ponsel flagship pertamanya setelah lepas dari Huawei. Ponsel ini rencananya akan dirilis secara global, tapi Zhao belum mengonfirmasi apakah ponsel ini akan mengusung GMS saat dijual di luar China.
Saat ditanya apakah ia khawatir tentang dampak dari pembatasan dagang AS terhadap Honor, Zhao mengatakan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.
"Tidak ada alasan untuk menjatuhkan pembatasan dagang pada perusahaan consumer electronic normal," ucap Zhao seperti dikutip dari Android Authority, Jumat (29/1/2021).
"Kami menuruti aturan bisnis global, termasuk pembayaran kekayaan intelektual, pembayaran pajak, dan lain-lain. Kami memiliki kantor kepatuhan internal untuk meregulasi perilaku masing-masing sistem," sambungnya.
setelah tidak lagi dibatasi oleh sanksi dagang AS, Honor akan fokus untuk memperluas layanannya di pasar baru dan meluncurkan ponsel flagship untuk bersaing dengan Huawei dan Apple.
"Slogan kami saat ini adalah 'go beyond'," pungkas Zhao.
https://trimay98.com/movies/galih-ratna/
7 Anak Muda yang Bisa Mengakselerasi Perkembangan Teknologi Indonesia
Beberapa tahun belakangan perkembangan teknologi dan digital di Indonesia terus meningkat, salah satunya lewat jumlah startup yang terus bertambah.
Menkominfo Johnny G Plate menyebut, berdasar data Startup Ranking, Indonesia adalah negara nomor lima di dunia dengan jumlah startup terbanyak, yaitu 2.193 pada 2019, dan sejauh ini sudah ada empat startup berstatus unicorn serta satu decacorn.
Mayoritas startup tersebut dirintis oleh anak muda, antara 25 sampai 38 tahun. Jadi bisa dibilang, perkembangan teknologi di Indonesia salah satunya bertumpu pada generasi muda. Pada 2021 ada sejumlah nama yang patut dipertimbangkan karena berpotensi mengakselerasi pertumbuhan teknologi di Indonesia.
Alamanda Shantika Santoso
Alamanda Shantika merupakan Founder dan Presiden Direktur Binar Academy. Perempuan berusia 32 tahun ini adalah mantan Vice President of Product di Go-Jek, sebelum ia merintis sekolah coding Binar Academy dengan konsep akademi tempat anak-anak bisa belajar tentang coding secara gratis.
Binar Academy adalah sebuah platform yang memfasilitasi perkembangan teknisi teknologi masa depan Indonesia melalui sekolah koding gratis untuk meningkatkan perkembangan programmer di Indonesia.
Setahun beroperasi, Binar Academy telah meluluskan 400 murid, dimana sekitar 70 orang saat ini bekerja di korporasi dan startup yang bekerja sama dengan Binar Academy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar