Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan virus Nipah ke dalam 10 besar daftar patogen dalam pantauan. Alasannya virus ini disebut-sebut punya potensi memicu kedaruratan, jadi pandemi berikutnya di Asia.
Dikutip dari World Organisation for Animal Health (OIE), virus Nipah diketahui pertama kali teridentifikasi pada babi ternak di Malaysia dan Singapura tahun 1998-1999. Virus Nipah pada hewan menyebabkan gejala gangguan pernapasan dan saraf.
Sementara itu, kasus infeksi pertama pada manusia dilaporkan terjadi tahun 1999. Seorang pasien dilaporkan mengalami kondisi peradangan pada otak (ensefalitis) akibat infeksi virus Nipah.
"Nama Nipah diambil dari nama salah satu desa di Malaysia tempat orang pertama yang terinfeksi virus tersebut tinggal dan akhirnya meninggal dunia," tulis OIE dan dikutip pada Sabtu (30/1/2021).
Cara virus Nipah menular
Kasus infeksi pada manusia umumnya terjadi lewat kontak langsung dengan hewan, artinya seseorang terpapar ketika melakukan kontak fisik dengan cairan tubuh atau kotoran hewan yang sakit. Sebagai contoh laporan di Bangladesh menyebut kasus-kasus kemungkinan orang terinfeksi saat mengonsumsi makanan dari pohon yang tercemar kotoran kelelawar.
Namun demikian, beberapa laporan juga menyebut virus bisa menular antar manusia.
"Transmisi manusia ke manusia pernah dilaporkan terjadi di antara keluarga dan antara penyedia layanan kesehatan dengan pasien yang sakit," tulis WHO.
Gejala virus Nipah
Virus Nipah bisa menyebabkan berbagai gejala ketika menginfeksi manusia, mulai dari masalah pernapasan akut, kejang-kejang, sampai peradangan otak yang fatal. Menurut WHO gejala biasanya dimulai dari demam yang diikuti oleh rasa mual dan pusing.
"Tingkat kematian dari virus Nipah diprediksi sekitar 40-75 persen, tapi ini bisa bervariasi dalam tiap kemunculan wabah tergantung dari kemampuan pemantauan dan manajemen klinis suatu area," kata WHO.
Pengobatan virus Nipah
WHO mengakui sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang menargetkan virus Nipah secara spesifik. Terapi biasanya diberikan hanya untuk mengatasi gejala yang muncul.
"Pelayanan intensif direkomendasikan bila menghadapi gejala gangguan pernapasan parah dan komplikasi gangguan saraf," ungkap WHO.
https://cinemamovie28.com/movies/neerja/
Bentuk Self Love di Masa Pandemi COVID-19 Menurut Psikolog
Self love atau mencintai diri sendiri bisa diartikan sebagai bentuk upaya untuk menerima keadaan diri sendiri. Self love ini disebut bisa digunakan untuk menjaga kesehatan mental.
Namun, bagaimana bentuk self love yang bisa dilakukan di tengah pandemi COVID-19?
Menurut psikolog klinis Inez Kristanti, selama pandemi kita perlu memperhatikan hal-hal yang bisa dilakukan untuk menyayangi dan peduli dengan diri sendiri.
"Pada dasarnya kan kalau kita bicara tentang self love itu terkait bagaimana kita mencintai dan mengapresiasi diri kita sendiri, nah di tengah pandemi ya memang kita perlu aware juga dengan hal-hal yang bisa kita lakukan sebagai cara kita menyayangi dan peduli dengan diri kita sendiri," ujar Inez dalam diskusi virtual, pada Jumat (29/01/2021).
Selama pandemi COVID-19, mungkin beberapa aktivitas untuk menghibur diri menjadi lebih terbatas. Inez menyarankan untuk mencari aktivitas yang bisa menyenangkan diri tanpa merugikan orang lain.
"Nah jadi mungkin kita bisa fokus juga gitu untuk melakukan atau mencari alternatif-alternatif kegiatan atau hal-hal yang bisa dilakukan untuk merawat, menyenangkan diri kita sendiri tanpa memang harus merugikan orang lain juga," ujarnya.
Inez mengingatkan untuk selalu memperhatikan orang lain ketika kita melakukan suatu tindakan sebagai bentuk self love. Pasalnya, kita juga tidak boleh terlalu egois sehingga tidak memperhatikan lingkungan sekitar.
"Tetapi jangan lupa juga bukan hanya memperhatikan diri sendiri, tetapi juga memperhatikan orang lain sehingga kita bisa sama-sama menjaga keamanan dan kesehatan untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang lain," tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar