Para ilmuwan di Kanada mengumumkan hasil penelitiannya tentang colchicine, salah satu obat untuk mengatasi gout atau serangan asam urat. Dalam uji klinis, colchicine diklaim bisa menurunkan 21 persen risiko kematian pada pasien COVID-19.
Penelitian yang dilakukan di The Montreal Heart Institute (MHI) tersebut melibatkan 4.488 pasien. Analisis terhadap 4.159 pasien yang terkonfirmasi COVID-19 menunjukkan penggunaan colchicine memberikan manfaat berikut:
Risiko perawatan di rumah sakit turun 25 persen
Penggunaan ventilator mekanis turun 50 persen
Kematian turun 44 persen.
"Penelitian kami menunjukkan efikasi pemberian colchicine dalam mencegah fenomena badai sitokin dan mengurangi komplikasi terkait COVID-19," kata Dr Jean-Claude Tardif, Direktur MHI Research Center, dalam press release yang beredar pada Jumat (22/1/2021).
Meski terdengar menjanjikan, sejumlah pakar memberikan catatan atas temuan tersebut. Dikatakan, jumlah pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis maupun yang meninggal terlalu sedikit sehingga sulit didapat kesimpulan yang 'firm'.
Press release yang beredar juga disebut tidak mencantumkan angka absolut dari jumlah pasien yang akhirnya dirawat di rumah sakit, membutuhkan ventilator, maupun akhirnya meninggal dunia.
"Tidak seorang pun akan langsung menyimpulkan ketika seseorang mengatakan sesuatu mendekati signifikansi statistik dan tidak bisa melihat datanya," kata Craig Spencer, Direktur Global Health in Emergency Medicine di Columbia University Medical Center, dikutip dari Statnews.
Sebelumnya, berbagai temuan tentang pengobatan COVID-19 juga tampak menjanjikan di awal namun akhirnya meredup. Salah satunya hydroxychloroquine, obat malaria yang sempat disebut-sebut ampuh untuk pasien COVID-19 tetapi akhirnya ditinggalkan.
https://indomovie28.net/movies/skandal-cinta-babi-ngepet/
Varian Baru Corona Inggris Disebut 30 Persen Lebih Mematikan, Ini Alasannya
- Varian baru Corona Inggris yang terbukti lebih menular, kini diklaim lebih mematikan daripada mutasi Corona lain yang ditemukan. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Inggris dan para ilmuwan setempat.
"Varian virus Corona Inggris yang baru mungkin 30 persen lebih mematikan," sebut Boris Johnson, pada Jumat (22/1/2021), dikutip dari The Guardian.
Para peneliti di New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (Nervtag) menyimpulkan varian baru Corona ini bisa meningkatkan angka kematian hingga 30-40 persen.
Hal ini berdasarkan temuan mereka terkait data pasien COVID-19 yang kemudian meninggal di Inggris. Disimpulkan, bahwa ada peningkatan 1,3 kali lipat dalam risiko kematian.
Kepala penasihat ilmiah pemerintah Inggris, Patrick Vallance, menjelaskan skala perbedaan yang terpapar COVID-19 antara varian baru dan varian aslinya.
"Setiap 1.000 orang berusia 60 tahun yang terinfeksi dengan varian baru Corona, mungkin 13 atau 14 orang diperkirakan akan meninggal, dibandingkan dengan 10 dari 1.000 untuk varian yang asli," sebutnya.
Ia juga menjelaskan, varian baru Corona ini memiliki risiko penularan lebih tinggi hingga 70 persen. Menurutnya, semua usia bisa terinfeksi varian baru Corona ini.
"Tidak ada usia preferensial, itu dapat menyerang siapa saja pada usia berapa pun, seperti varian aslinya, virus aslinya," kata Vallance.
Varian baru Corona Inggris yaitu B117 semakin umum ditemukan. Setidaknya sudah ada 60 negara yang mengidentifikasi varian tersebut, berdasarkan laporan WHO.
Para ilmuwan kini mendesak pembatasan di Inggris diperketat. Begitu juga dengan para pemimpin di Uni Eropa, mendorong pertimbangan memperketat pembatasan, demi melawan varian baru Corona Inggris.
"Saat ini, tingkat penularannya sangat tinggi, dan saya pikir kita harus realistis tentang itu," kata Boris Johnson.
"Saya pikir kita harus hidup dengan virus Corona dengan satu atau cara lain dalam waktu yang lama," lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar