Ketua Tim Uji Klinis Fakultas Kedokteran Unpad Prof Kusnandi Rusmil menjelaskan pemantauan awal imunogenisitas pada vaksin Corona Sinovac cukup baik. Disebutkan, antibodi usai suntik vaksin Sinovac melampaui 90 persen, bertahan berapa lama?
"Imunogenisitas 14 hari pasca disuntik vaksin Corona 99,74 persen. Setelah 3 bulan pasca imunisasi 99,23 persen," jelasnya dalam konferensi pers Kementerian Kesehatan pada Sabtu (23/1/2021).
"Ini sangat bagus, kadar antibodinya cukup tinggi di 14 hari hingga tiga bulan itu berkurangnya hanya sedikit," lanjutnya.
Adapun efek samping yang didapat berdasarkan hasil uji vaksin Corona Sinovac di Bandung, terpantau ringan. Dari 1.620 yang menerima vaksin Corona, ada 25 relawan yang terpapar COVID-19, tujuh di antaranya yang menerima vaksin Corona, sisanya menerima plasebo.
"Keamanan baik, nyeri pada suntikan ada sedikit, myalgia, hingga fatigue atau kelelahan," sebutnya.
Sementara tujuh orang tersebut disebutnya hanya mengalami gejala ringan seperti batuk hingga gangguan pada indra penciuman dan perasa.
"Dari yang 7 dapat vaksin itu semua (gejala) ringan, kalau kita bagi level beratnya 1, 2, 3, dan 4. Nah, ini level 1 dan level 2, kebanyakan level 1, jadi nggak ada yang berat," tutur Prof Kusnandi.
https://indomovie28.net/movies/cahaya-cinta-pesantren/
Obat Asam Urat Colchicine Diklaim Turunkan Risiko Komplikasi COVID-19
Para ilmuwan di Kanada mengumumkan hasil penelitiannya tentang colchicine, salah satu obat untuk mengatasi gout atau serangan asam urat. Dalam uji klinis, colchicine diklaim bisa menurunkan 21 persen risiko kematian pada pasien COVID-19.
Penelitian yang dilakukan di The Montreal Heart Institute (MHI) tersebut melibatkan 4.488 pasien. Analisis terhadap 4.159 pasien yang terkonfirmasi COVID-19 menunjukkan penggunaan colchicine memberikan manfaat berikut:
Risiko perawatan di rumah sakit turun 25 persen
Penggunaan ventilator mekanis turun 50 persen
Kematian turun 44 persen.
"Penelitian kami menunjukkan efikasi pemberian colchicine dalam mencegah fenomena badai sitokin dan mengurangi komplikasi terkait COVID-19," kata Dr Jean-Claude Tardif, Direktur MHI Research Center, dalam press release yang beredar pada Jumat (22/1/2021).
Meski terdengar menjanjikan, sejumlah pakar memberikan catatan atas temuan tersebut. Dikatakan, jumlah pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis maupun yang meninggal terlalu sedikit sehingga sulit didapat kesimpulan yang 'firm'.
Press release yang beredar juga disebut tidak mencantumkan angka absolut dari jumlah pasien yang akhirnya dirawat di rumah sakit, membutuhkan ventilator, maupun akhirnya meninggal dunia.
"Tidak seorang pun akan langsung menyimpulkan ketika seseorang mengatakan sesuatu mendekati signifikansi statistik dan tidak bisa melihat datanya," kata Craig Spencer, Direktur Global Health in Emergency Medicine di Columbia University Medical Center, dikutip dari Statnews.
Sebelumnya, berbagai temuan tentang pengobatan COVID-19 juga tampak menjanjikan di awal namun akhirnya meredup. Salah satunya hydroxychloroquine, obat malaria yang sempat disebut-sebut ampuh untuk pasien COVID-19 tetapi akhirnya ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar