Sepekan ini sempat ramai soal isu kemunculan virus flu babi baru berkode G4 EA H1N1. Peneliti dari China Agricultural University menemukan virus ini setelah menganalisa hampir 30 ribu swab hidung dari babi di rumah pemotongan antara tahun 2011-2018.
Lewat pemeriksaan peneliti berhasil mengisolasi 179 virus flu babi. Mayoritas di antaranya adalah virus G4 atau salah satu dari 5 strain G lainnya.
"Virus G4 menunjukkan peningkatan tajam sejak 2016 dan merupakan genotip predominan yang beredar pada babi yang terdeteksi di sedikitnya 10 provinsi," tulis para ilmuwan dalam laporannya di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, dikutip dari Sciencemag.
Virus flu babi G4 disebut memiliki potensi untuk jadi pandemi berikutnya karena bersifat mudah menular. Selain itu Tes antibodi menunjukkan sekitar 10,4 persen peternak babi dan 4,4 persen populasi umum di China tampaknya telah terinfeksi.
Menanggapi kabar ini, Kementerian Pertanian (Kementan) lewat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menjelaskan bahwa virus flu babi G4 masih belum dilaporkan di Indonesia. Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, mengaku akan meningkatkan kewaspadaan demi mengurangi potensi virus tersebut masuk dan menyebar di Indonesia.
"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir terkait flu babi ini. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini tidak terjadi di Indonesia," kata Ketut.
Beberapa ahli menyebut virus flu babi G4 sebetulnya tidak perlu dikhawatirkan berlebihan, namun tetap diwaspadai. Menurut virolog dari Universitas Udayana, Profesor Ngurah Mahardhika, virus ini kurang memiliki daya kejut untuk memicu pandemi.
"Jika 10 persen orang yang di test sudah punya antibodi (virus flu babi), jumping species barrier sudah lama terjadi. Dan penularan human to human sudah lama terjadi. Begitu ilmu yang saya pelajari. Ini tidak merisaukan saya," kata Prof Mahardhika.
Kementan Bikin Kalung 'Antivirus' Corona dari Eucalyptus, Apa Sih Itu?
Kementerian Pertanian (Kementan) disebut bakal memproduksi kalung antivirus Corona dari tanaman eucalyptus atau astiri secara massal pada Agustus mendatang. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengklaim dari hasil laboratorium, ada satu jenis eucalyptus yang efektif membunuh COVID-19.
"Ini sudah dicoba. Jadi ini bisa membunuh, kalau kontak 15 menit dia bisa membunuh 42 persen dari Corona. Kalau dia 30 menit maka dia bisa 80 persen," tutur Mentan Syahrul Yasin Limpo usai menemui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Eucalyptus memang digadang-gadang menjadi antivirus Corona. Di bulan Mei lalu, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan telah mendapat formula untuk menangkal penularan COVID-19 dari tanaman eucalyptus karena bahan aktif dari tumbuhan tersebut diklaim bisa membunuh Mpro atau enzim dalam virus Corona.
Apa sih sebenarnya eucalyptus itu?
Di Indonesia sendiri, eucalyptus lebih dikenal dengan nama kayu putih. Tanaman ini juga sejak dulu dipercaya sebagai obat yang bisa menyembuhkan dan meredakan penyakit tertentu.
Dikutip dati Medical News Today, di dunia ada lebih dari 700 spesies tumbuhan eucalyptus. Eucalyptus dari Australia disebut yang biasa dicari untuk diambil minyaknya
Jenis yang paling umum dimanfaatkan untuk minyaknya adalah Eucalyptus globulus. Minyak eucalyptus atau minyak kayu putih ini sendiri didapatkan lewat proses distilasi daunnya yang dipercaya kaya akan antioksidan.
Sebuah studi yang diterbitkan di Clinical Microbiology & Infection menunjukkan bahwa minyak kayu putih mungkin memiliki efek antibakteri pada bakteri patogen di saluran pernapasan bagian atas. Selain itu seperti banyak minyak esensial pada umumnya, minyak kayu putih juga pernah diteliti kegunaannya sebagai pereda nyeri.
Penelitian dalam Evid Based Complement Alternative Medication yang dipublikasikan pada tahun 2013 menyebut menghirup minyak kayu putih selama 30 menit pada tiga hari berturut-turut setelah operasi penggantian lutut efektif dalam mengurangi rasa sakit dan tekanan darah pasien.
https://nonton08.com/cast/andy-ahrens/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar