Berperan sebagai Freddie Mercury, Rami Malek berhasil raih Oscar. Fans Freddie Mercury yang ingin mengenangnya, bisa melihat patung sang legenda itu di Swiss.
Rami Malek sukses memerankan sosok Freddie Mercury dalam film 'Bohemian Rhapsody'. Ia pun meraih penghargaan Best Actor di Academy Awards 2019. Raihan Oscar 2019 itu memperpanjang deretan piala Rami setelah BAFTA dan Golden Globes.
Sosok Freddie Mercury, sang vokalis Queen yang melegenda, hingga kini masih terus dikenang penggemarnya. Salah satu destinasi yang populer di kalangan traveler yang jadi fansnya ada di Swiss, yaitu patung Freddie Mercury.
Patung yang dibuat sebagai tribut untuk Freddie Mercury tersebut berlokasi di Place du Marche 1820, Montreux, Swiss. Ditengok detikTravel dari situs pariwisata Swiss, Senin (25/2/2019), patung dipajang di tepian, menghadap ke Danau Jenewa sejak tahun 1996.
Dibuat dari perunggu, patung itu adalah karya seniman Irena Sedlecka. Tinggi patung mencapai sekitar 3 meter dan menggambarkan pelantun 'Bohemian Rhapsody' dengan pose ikoniknya, dengan satu tangan memegang mic, serta tangan lainnya mengepal ke atas.
Traveler yang datang kemari tak lupa buat foto-foto di berbagai sisi patung. Tak jarang pula ada yang meletakkan bunga-bunga di sana.
Nah, penempatan patung di Montreux bukan tanpa alasan. Dalam Montreux Jazz Festival tahun 1978, Freedie Mercury bersama para personel Queen rekaman album 'Jazz'. Dia jatuh cinta dengan keindahan Montreux dan Danau Jenewa, hingga memutuskan untuk menetap di sana.
Queen juga membeli studio yang dikenal sebagai Mountain Recording Studio di kota ini. Album terakhir Queen 'Made in Heaven' pun direkam di studio tersebut.
Setiap tahun sejak 2003, tepatnya akhir pekan di minggu pertama bulan September digelar event khusus untuk mengenang Freddie, yaitu Freddie Mercury's Montreux Celebration Days. Biasanya gelaran ini berupa konser serta workshop, yang ramai dihadiri penggemar dari berbagai penjuru.
Kisah Lautan Darah Manusia di Sulawesi Utara
Tanjung Merah disebut-sebut sebagai desa tertua di Bitung, Sulawesi Utara. Asal usul nama desa ini rupanya diwarnai oleh sejarah yang cukup kelam.
Jika traveler liburan ke Bitung, Sulawesi Utara jangan cuma menyelami keindahan bawah laut Selat Lembeh saja. Selami juga wisata sejarah di kota ini yang tak kalah menariknya. Salah satunya soal Tanjung Merah, desa tertua di Bitung.
Pekan lalu, detikTravel bersama rombongan media dari Jakarta diajak berkunjung ke desa ini oleh Dinas Pariwisata Kota Bitung. Setiba di kawasan Pantai Tanjung Merah, kami sudah disambut oleh Bobby M Rumawung, Lurah Tanjung Merah.
Bobby pun mulai bercerita tentang sejarah desa yang dipimpinnya dan bagaimana desa ini bisa sampai diberi nama Tanjung Merah. Tidak diketahui dari tahun berapa perkampungan di desa ini ada, tapi yang jelas sudah berabad-abad silam.
"Waktu dulu, ini dorang kasih nama Tanjung Dak artinya Tanjung Berdarah atau Tanah Berdarah. Di zaman Portugis, ini tempat perkelahian (pertempuran). Kalau dilihat dari laut, tanjungnya sampai berwarna merah. Banyak yang mati di laut ini," kisah Bobby kepada detikTravel, Senin (18/2/2019) pekan lalu.
Pertempuran ini terjadi antara pasukan Portugis melawan masyarakat Suku Loloda yang menguasai wilayah tersebut. Pertempuran berlangsung sengit, sampai akhirnya pasukan Portugis berhasil dikalahkan dan dipukul mundur.
"Kapal-kapal (Portugis) mau masuk, tapi dihalangi oleh Tua-tua Kampung sini. Jadilah pertempuran lawan pendatang Portugis. Berkelahi pakai senjata, tombak. Lautan sampai berdarah," jelas pria yang baru 2 tahun menjabat jadi Lurah Tanjung Merah.
Dari situlah nama Tanjung Merah disematkan untuk daerah ini. Kini, lokasi pantai dimana pertempuran antara Portugis dan masyarakat itu terjadi, berubah menjadi destinasi wisata bagi warga lokal.
Saat detikTravel berkunjung ke sini, tampak beberapa orang pengunjung dan anak-anak bermain ayunan di kawasan pantai. Mereka datang naik mobil bersama dengan orang tuanya. Menurut Bobby, pantai ini paling ramai kalau akhir pekan atau saat hari libur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar