Traveler yang liburan ke kawasan Kamojang Kabupaten Bandung, jangan lupa istirahat di Rest Area Cukang Monteng. Kalian bisa belanja sayur mayur buat oleh-oleh.
Selain bisa mengistirahatkan kendaraan dan meluruskan tubuh setelah berjam-jam berkendara, Anda juga bisa membeli oleh-oleh sayuran segar yang berasal dari perkebunan yang ada di kawasan Kamojang.
Sayuran tersebut dijual di salah satu toko oleh-oleh yang ada di rest area tersebut. Toko oleh-oleh itu milik Dahlan, yang juga merupakan petani di Kamojang, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Beragam sayuran dijual Dahlan, dari mulai kubis, kentang, ubi, tomat, kumit, kacang, singkomg, bawang merah, bawang putih dan jenis sayuran lainnya. Ada juga beberapa jenis buah, dari mulai sawo, jeruk nipis dan pisang.
"Semuanya hasil petik dikebun, saya sengaja menjualnya di sini, ada juga yang dijual ke pasar kalau stok sayurnya banyak," ujar Dahlan kepada detikTravel di toko oleh-oleh miliknya, Sabtu (23/2/2019).
Dahlan berujar, sayuran yang dijual di toko oleh-olehnya segar-segar karena dipanen langsung dari kebun miliknya. "Sayuran ini saya panem bertahap, lalu dijual disini. Bertahap dipanennya biar sayurannya tetap segar," ujar Dahlan.
Menurutnya, rata-rata pembeli sayur di toko oleh-olehnya merupakan wisatawan yang hendak berwisata ke Kawah Kamojang atau ke Pemandian Air Panas Darajat Garut.
"Biasanya yang pulang main dari atas, mengistirahatkan kendarannya disini, lalu beli sayur disini buat oleh-oleh," imbuhnya.
Menurutnya, toko oleh-olehnya ramai pada saat weekend atau long weekend. "Sabtu Minggu ramai, apalagi libur panjang ramai sekali," tambahnya.
Selain dapat membeli oleh-oleh sayuran segar, di rest area tersebut juga bisa membeli oleh-oleh makanan tradisional khas Sunda. Ada juga makaan tradisional khas Ibun yaitu Borondong kering.
Salah satu wisatawan asal Bandung, Muhammad Rian (36) mengatakan setiap berwisata ke wilatah Kamojang atau Garut, ia selalu berhenti di rest area Cukang Monteng.
"Istirahat dulu, sekedar ngopi dan mendinginkan rem dan mesin mobil. Juga beli oleh-oleh sayuran, sayurannya segar-segar, selain itu harganya murah," pungkasnya.
Toleransi Kampung Sawah Bekasi di Mata Traveler
Wisata Toleransi Kampung Sawah di Bekasi pada Sabtu pekan lalu (23/2) turut diikuti sejumlah traveler. Ini kata mereka.
Lewat komunitas Koko Jali, sejumlah traveler diajak serta mengikuti Wisata Toleransi Kampung Sawah pada Sabtu lalu. Wisata itu pun diikuti oleh sejumlah traveler dengan berbagai latar belakang.
Yang pertama adalah Sari dari Cibubur. Ia datang bersama suami dan kedua anaknya. Sari sendiri memiliki latar belakang agama Katolik, dan ingin mengajarkan perbedan sejak dini pada anaknya.
"Terutama kalau dari kami pribadi mengajak anak-anak agar dari sini mereka medapatkan pengalaman bagaimana belajar bertoleransi secara nyata, bukan hanya teori belajar dari buku. Karena dengan mengalami mereka akan memahami dan mengingat seumur hidupnya," ujar Sari.
Selain Sari, hadir juga Lisa yang merupakan warga asli Kampung Sawah. Mewakili generasi muda, ia melihat pentingnya nilai toleransi di sana yang bisa jadi contoh.
"Menarik sih, bagus. Terus bisa dikembangkan lagi untuk generasi muda supaya kita bisa tahu toleransi dari tiap daerah, khususnya Kampung Sawah ini. Jadi berbeda agama, mereka selalu toleransi," ujar Lisa.
Terakhir, ada Satria Aditama yang merupakan dosen di salah satu universitas di Jakarta. Mengajar mata kuliah Pancasila, ia melihat langsung nilai toleransi di Kampung Sawah yang berawal dari saling mengerti dalam perbedaan.
"Sangat menarik. Kita bisa melihat bagaimana pada dasarnya orang indonesia bisa menerima perbedaan. Kita lihat ada gereja katolik yang tidak begitu jauh dari gereja protestan, di mana gereja protestannya mepet sama masjid dan mereka melihat perbedaan itu sudah biasa," ujar Satria.
Lebih lanjut, menurut Satria perbedaan di Kampung Sawah menjadi cara hidup masyarakat di sana. Tidak ada rasa takut, melainkan berkembang dalam perbedaan dan menciptakan toleransi.
"Mereka tidak bingung atas perbedaan, mereka tidak takut pada perbedaan. mereka tumbuh berkembang dalam perbedaan. Mungkin mereka gak mendapat edukasi formal tentang perbedaan, tapi mereka secara alamiah rasa toleransi itu tumbuh," tutup Satria.
Sejatinya perbedaan itu jangan dilihat sebagai suatu ancaman, tapi kekuatan agar setiap insan dapat lebih mengenal satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar