Liburan ke Sulawesi Utara rasanya ada yang kurang kalau belum beli oleh-oleh sambal roa. Sambal ini enak banget buat teman sarapan.
Sudah jadi kebiasaan bagi traveler Indonesia untuk membawa oleh-oleh sepulang traveling, terutama kuliner. Kalau travelling ke daerah Sulawesi, terlebih Sulawesi Utara, tentu yang tidak boleh terlewat adalah sambal roa.
Banyak warga di Kota Bitung, Sulawesi Utara yang menjalankan usaha membuat sambal roa dalam skala Home Industry. Salah satunya adalah Ibu Agnes yang membuat Sambal Roa Nyonya Inna.
Cerita Agnes sampai bisa membuat sambal roa ini cukup berliku. Dia membuat sambal roa seperti ini sudah dimulai sejak tahun 2012. Namun saat itu karena masih kerja untuk orang, dia tidak bisa terjun 100 persen untuk produksi.
Agnes akhirnya memutuskan buat resign dari pekerjaannya dan mantap menekuni usaha sambal roa ini pada bulan Januari 2018 lalu. Alasannya karena dia ingin fokus dan total dalam membuat sambal roa.
"Sehari produksi, bisa 50-60 buah sambal. Kami produksi hampir setiap hari. Bisa habis ikan roa 70-100 kilogram," ungkapnya.
Ikan roa sebagai bahan bakar utama sambal ini didatangkan dari Morotai karena di Sulawesi Utara sendiri belum ada yang membuat. Dari 1 kilo ikan roa, bisa dibuat sambal sampai 30 botol.
Bahan-bahan untuk membuat sambal roa cukup sederhana. Hanya butuh bawang merah, bawang putih, garam dan minyak. Kuncinya hanya satu dalam membuat sambal lezat ini, yaitu harus dimasak dengan api yang kecil dan dalam waktu yang lama.
"Harus pakai api kecil, kayak masak rendang. Waktunya juga lama, bisa 7-8 jam," kata Agnes membuka rahasianya.
Selama membuat usaha sambal roa rumahan ini, omzet yang didapat Agnes cukup lumayan, sekitar Rp 20 juta per bulan. Kalau lebaran, angkanya bisa bertambah lagi. Dari berjualan sambal roa, Agnes pelan-pelan bisa mencicil rumah.
Selain sambal roa, Agnes juga membuat abon cakalang. Selain memperbaiki taraf ekonomi keluarga sendiri, Agnes juga sedikit demi sedikit membuka lapangan kerja bagi ibu-ibu di sekitar rumahnya.
Sambal roa ini cocok banget buat teman makan, apalagi sarapan. Bisa bikin kamu makin semangat traveling. Traveler yang liburan ke tempat wisata di Bitung, Sulawesi Utara, jangan lupa belanja sambal roa buat oleh-oleh ya!
Tradisi Mandi Bareng Lawan Jenis di Jepang yang Hampir Punah
Pemandian air panas atau onsen sudah sangat familiar di Jepang. Dulu, tradisi mandi air panas itu lumrah dilakukan lawan jenis secara bersama-sama.
Cerita soal onsen atau mandi bersama di Jepang memang tak ada habisnya. Budaya yang telah melekat ini menjadikan onsen sebagai wisata seksi yang tak ada habisnya di Jepang.
Jauh sebelum wisata ini dikenal, onsen terbuka untuk siapa saja. Dalam satu kolam wanita dan pria sama-sama mandi telanjang tanpa ada rasa sungkan.
Dihimpun detikcom dari berbagai sumber, Selasa (11/2/2020) tradisi mandi bareng lawan jenis disebut Konyoku. Menurut catatan sejarah, kultur ini sudah ada sejak abad ke-9, bahkan ada yang percaya jauh sebelum waktu itu.
Masyarakat Jepang terbiasa dengan budaya ini. Bahkan peraturannya wanita dan pria harus benar-benar telanjang tanpa handuk atau pakaian renang.
Sampai pada akhir era Meiji, tahun 1868 perdebatan pun dimulai. Saat itu, Jepang sedang jemawa membuka diri dengan meresmikan pelabuhan-pelabuhannya kepada dunia.
Banyak orang asing yang datang dan penasaran budaya Jepang, terlebih Konyoku. Begitu melihat pemandian ini, mereka protes.
Konsep mandi bareng lawan jenis dinilai kurang sopan oleh orang asing. Apalagi semua orang bercampur dalam satu pemandian tanpa ada sekat.
Dari mulut ke mulut, konyoku semakin terkenal di mata dunia. Sampai akhirnya kultur ini memicu kontroversi politik antara Jepang dan orang barat, khususnya Amerika.
Perspektif itu akhirnya mendorong pemerintah Jepang untuk memodifikasinya. Mandi bersama masih bisa dilakukan oleh sesama gender dan dilakukan di tempat terpisah.
Perlahan-lahan, banyak kota di Jepang yang melarang konyoku. Sebut saja Tokyo dan kota-kota besar lainnya mulai mengganti konsep onsen dengan yang lebih ramah wisatawan.
Menurut Oguro, lebih dari 20 tahun terakhir konyoku menurun drastis sampai 40 persen. Pada tahun 2016 tersisa kurang dari 500 onsen konyoku yang ada di Jepang. Jika pun ada hanya bisa ditemukan di desa-desa, karena hampir punah.
Konyoku yang tersisa pun tak bugil begitu saja. Rata-rata pemandian meminta turis wanita untuk menutup tubuhnya dengan handuk atau baju renang. Sehingga terhindar dari lelaki hidung belang yang mencari keuntungan dari budaya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar