Kamis, 06 Februari 2020

Berkunjung ke Kota Para Raja di Negeri Jiran

Cerita kali ini merupakan lanjutan dari kisah sebelumnya ketika saya mengunjungi Kota Tua Ipoh. Tak jauh dari Ipoh terdapat Kota Kuala Kangsar yang ternyata merupakan tempat tinggal raja Perak.
Seperti Presiden Jokowi yang memilih tinggal di Bogor walau berkantor di Jakarta, demikian pula Raja Kesultanan Perak yang tinggal di Kuala Kangsar walau pusat pemerintahannya berada di Ipoh. Dari Ipoh saya naik bus di Teminal Medan Kidd yang berlokasi tak jauh dari Stasiun Ipoh. Bus di sana cukup disiplin waktu sehingga saya yang datang terlambat lima menit saja sudah ditinggal dan harus menunggu 35 menit kemudian karena intervalnya setiap 40 menit.

Sambil menanti bus datang saya berbincang dengan seorang kakek tua yang juga menunggu bus yang sama. Kebanyakan orang Malaysia selalu menanggap kita yang berasal dari Indonesia bekerja untuk mereka. Saya sampai ngotot mengatakan kalau cuma melancong, bukan bekerja dan kakek tersebut seperti tidak percaya sehingga harus bertanya berulang-ulang, bahkan sampai memastikan kalau saya paham Bahasa Melayu, bukan Bahasa Indonesia.

Mungkin cukup aneh kalau ada turis dari Indonesia mengingat Ipoh dan sekitarnya bukanlah daerah tujuan wisata seperti KL atau Penang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.35 dan bus tujuan Kuala Kangsar pun tiba. Saya pun bergegas naik ke dalam bus yang ternyata tidak terlalu banyak penumpangnya. Setelah ngetem selama lima menit, bus pun berangkat menuju Kuala Kangsar yang berjarak sekitar 45 km dan ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam.

Cuaca mendung diakhiri dengan hujan lebat membuat saya was-was karena tidak membawa payung atau mantel hujan. Untunglah tiba di Kuala Kangsar, hujan reda, cuaca kembali cerah membuat saya lega karena biasa berjalan kaki ke mana-mana. Kotanya sendiri tidaklah terlalu besar, bahkan boleh dibilang hampir seukuran Lembang. Namun ternyata di tempat inilah sang raja tinggal di dalam istana yang luas di tepi Sungai Perak.

Karena cukup jauh berjalan kaki dan tidak ada ojek, sayapun menyewa taksi yang mangkal di sekitar terminal. Setelah nego panjang dengan supir taksi keturunan India dengan Bahasa Inggris, akhirnya disepakati harga 30 RM. Saya hanya menunjukkan komplek istana raja saja dan setelahnya kembali ke terminal. Gerbang kompleksnya sendiri tak telalu jauh dari terminal, hanya sekitar 500 meter saja, namun ke dalamnya ternyata cukup luas.

Di dalam komplek terdapat beberapa bangunan yang letaknya berjauhan satu sama lain. Sekitar satu setengah kilometer dari gerbang terdapat Galery Sultan Azlan Shah yang merupakan bekas istana raja. Bentuk bangunannya sangat klasik dan merupakan perpaduan dari arsitektur barat, Aceh dan India. Bangunan ini dibangun tahun 1898 dan selesai lima tahun kemudian untuk dihuni Sultan Idris Shah yang berkuasa dari 1887 hingga 1916.

Istana ini kemudian menjadi sekolah selama puluhan tahun sebelum akhirnya dipakai sebagai galeri pada tahun 2001 oleh Sultan Azlan Shah. Galeri ini menyimpan aneka jenis benda peninggalan para Sultan Perak beserta sejarah yang menyertainya. Sayangnya kita tak boleh mengambil gambar di dalam galeri, hanya bagian luarnya saja yang boleh difoto. Tak jauh dari galeri terdapat Masjid Ubudiyah yang merupakan perwujudan nazar dari Sultan Idris Shah apabila sembuh dari sakitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar