PBB merestui ganja untuk penggunaan medis berdasarkan rekomendasi WHO Januari 2019 lalu dan hasil voting. Indonesia disebut memiliki peluang terkait pengembangan penelitian ganja medis meskipun sangat terbatas.
Hal ini diungkap peneliti dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balitbangtan, Dr Evi Savitri. Ia menyebut penelitian terkait manfaat ganja untuk medis sebenarnya telah ada sejak lama.
"Untuk pengembangan medis masih ada peluang selama itu dilakukan oleh lembaga yang memang kompeten memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penelitian," jelas Dr Evi saat dihubungi detikcom Jumat (4/12/2020).
Perlukah langsung merevisi aturan ganja menyusul persetujuan PBB?
Dr Evi menilai aturan terkait ganja yang diterapkan di Indonesia saat ini sudah cukup. Aturan yang berlaku masih menggolongkan ganja sebagai narkotika golongan 1, tetapi ia menyarankan agar penelitian terkait ganja tetap dibuka.
"Menurut saya dengan peraturan yang ada sekarang bahwa itu golongan 1 itu sudah cukup tetapi dan ada aturan boleh untuk medis dalam skala yang sangat terbatas dan terdaftar itu ya tetap saja berjalan," ungkapnya.
Ia meminta untuk tidak terlalu terburu-buru merevisi aturan yang ada, karena banyak tanaman lain selain ganja yang bisa dijadikan obat. Dalam hal ini, ia menyoroti efek samping yang bisa memicu ketergantungan jika tidak mengetahui batasan penggunaan ganja.
"Saya bilang sih dengan yang ada sekarang sebenarnya sudah memfasilitasi itu kok penelitiannya tetap ada, berjalan, pemanfaatannya, walaupun amat sangat sangat terbatas," katanya.
"Dokter yang tahu kapan mereka bisa memanfaatkan itu, menggunakan itu ke pasiennya, dan tentu saja juga mungkin sediaan yang diberikan ke pasien tidak otomatis ganja yang seperti dikonsumsi masyarakat, yang mereka gunakan pasti sudah diisolasi," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/movies/tom-segura-mostly-stories/
Studi Golongan Darah soal Risiko COVID-19, Ini yang Paling Rentan hingga Kebal
Virus Corona COVID-19 hingga kini masih diteliti oleh sejumlah ilmuwan di dunia. Salah satu yang diteliti adalah golongan darah disebut dapat mempengaruhi tingkat risiko infeksi COVID-19.
Dari sejumlah penelitian yang ada, disebutkan bahwa golongan darah O yang paling kecil risikonya terhadap infeksi COVID-19. Sementara golongan darah A menjadi yang paling rentan terhadap virus Corona.
Apakah benar begitu? Dirangkum detikcom, berikut berbagai penelitian tentang kaitan golongan darah dengan risiko infeksi COVID-19.
Golongan darah A
Studi di China menyebut golongan darah A lebih rentan terinfeksi COVID-19, dibandingkan dengan golongan darah tipe lain. Studi ini dilakukan pada 2.173 pasien Corona di Wuhan dan Shenzhen.
Dalam studi tersebut juga dilaporkan, pasien Corona dengan golongan darah A lebih rentan mengembangkan gejala COVID-19 yang lebih parah. Dari 206 pasien yang meninggal karena COVID-19 di Wuhan, 85 di antaranya memiliki golongan darah A.
"Orang-orang dari golongan darah A mungkin perlu memperkuat perlindungan pribadi untuk mengurangi kemungkinan terinfeksi," tulis para peneliti yang dipimpin oleh Wang Xinghuan, dikutip dari South China Morning Post.
Mereka menambahkan, pasien Corona dengan golongan darah A perlu menerima perawatan yang lebih ketat dan perawatan yang jauh lebih intensif.
Studi ini pun telah diterbitkan di MedRxiv.org pada 11 Maret lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar