Zynn, aplikasi video yang disebut kloningan TikTok, tidak akan lagi membayar pengguna yang menonton video di platform-nya. Padahal metode kontroversial ini yang membuat popularitas aplikasi tersebut meroket di App Store dan Play Store.
Dikutip detikINET dari The Verge, Kamis (18/6/2020) metode pembataran ini diganti dengan sistem imbalan baru bernama Zyncheers. Sistem ini masih akan memberikan pengguna poin setelah menonton video, meninggalkan komentar dan menyukai video.
Yang membedakan dengan sistem sebelumnya adalah poin ini tidak akan bisa ditukarkan, baik itu dengan uang tunai maupun gift card seperti yang ditawarkan Zynn sebelumnya. Di aplikasinya, Zynn mengatakan pengguna akan mendapatkan keuntungan dan imbalan setelah mengumpulkan Zynncheers, tapi tidak dijelaskan apa bentuk imbalan tersebut.
"Kami memiliki beberapa rencana tentang kegunaan Zynncheers, tapi kami membutuhkan lebih banyak ide kalian," tulis Zynn dalam aplikasinya.
Zynn sepertinya masih ingin mengandalkan sistem yang membuat popularitas aplikasinya di Barat, tapi tidak lagi menawarkan uang tunai atau gift card. Kuaishou, perusahaan pencipta Zynn, menggunakan metode pay-to-watch untuk bisa menyaingi TikTok di China.
Keputusan Zynn untuk berhenti membayar penggunanya datang setelah aplikasi ini dihapus dari App Store dan Play Store. Saat dihapus oleh Play Store, Zynn mengatakan hal itu dikarenakan plagiarisme konten video yang dicomot dari beberapa influencer.
Saat itu Zynn tidak mengatakan apakah metode pay-to-watch ini termasuk salah satu penyebabnya. Tapi sepertinya dihilangkannya fitur ini menunjukkan bahwa hal itu menjadi masalah bagi salah satu atau kedua platform.
Zynn pertama kali tersedia di Android dan iOS pada awal Mei dan langsung memuncaki daftar aplikasi paling banyak diunduh. Sensor Tower memperkirakan Zynn telah diunduh 5 juta kali di App Store dan 700.000 kali di Play Store sebelum akhirnya dihapus.
YouTube Salip Facebook Sebagai Sumber Berita Terpercaya
Sebuah laporan mengungkapkan layanan streaming video YouTube telah melampaui Facebook sebagai platform media sosial paling populer untuk sumber berita khususnya di Amerika Serikat.
Menurut laporan berita digital 2020 Reuters Institute dijabarkan jumlah orang AS yang menggunakan Facebook untuk konsumsi berita menurun sebesar 4 persen dari tahun lalu sedangkan YouTube mengalami peningkatan sebanyak 4 persen.
Secara keseluruhan 35 persen orang di AS menggunakan Facebook untuk konsumsi berita sedangkan 24 persennya menggunakan YouTube.
Dilansir detiKINET dari Mashable laporan ini muncul di tengah perdebatan yang sedang berlangsung terkait bagaimana platfrom media sosial melawan berita hoax selama banyak peristiwa terjadi seperti pandemi virus Corona, pemilihan presiden yang akan berlangsung dan juga keresahan sosial seputar rasisme dan pembunuhan oleh polisi.
Pergeseran posisi platform ini dalam kategori konsumsi berita tidak hanya di AS saja, namun di 12 negara seperti Inggris, Jerman, Prancis, Jepang dan Brasil rata-rata konsumsi berita di Facebook juga turun menurun dan YouTube malah meningkat sejak tahun 2016.
Hasil tersebut setelah Reuters Institute mensurvei kelompok perwakilan nasional sekitar 2 ribu orang dari 40 negara dengan mengisi kuisioner online pada periode akhir Januari dan awal Februari 2020.
Pada saat yang sama, Facebook juga telah menjadi platform media sosial yang paling tidak dipercaya di 40 negara dengan angka 29 persen dari seluruh 80 ribu lebih responden yang mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang informasi hoax atau menyesatkan pada platform tersebut.
Di AS sendiri jumlah tersebut naik menjadi 35 persen. Hanya 5 persen orang Amerika yang menyatakan kekhawatiran yang sama tentang YouTube sebagai perbandingan.
Namun seiring platform yang berorientasi visual semakin menarik sebagai sumber berita, Facebook adalah perusahaan yang tidak hanya memiliki platform media sosial tetapi ada juga WhatsApp dan Instagram.
https://kamumovie28.com/love-motion/a19-8/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar