Kesenian barong yang identik dengan Bali sudah dikenal masyarakat dunia. Bahkan ada turis asing yang tertarik dan belajar langsung cara membuat barong.
Barong yang menjadi ciri khas Bali memang menarik perhatian mata turis yang liburan di Bali. Mulai dari warga negara Amerika Serikat hingga Belanda pun pernah belajar membuat barong di salah satu sentra produksi barong di Sukawati, Gianyar, Bali.
Salah satu pengrajin barong asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Sukawati, Made Puji menuturkan kerajinan barong mulai ramai dibuat di desanya sejak 1970-an. Dari barong itu dia juga punya murid mancanegara.
"Ini generasi ketiga dari bapak saya, sekarang ke anak. Kalau produk (barong) sempat dikirim ke Prancis, bahkan ada juga murid dari Texas, Balanda ke sini belajar bikin topeng, barong," ujar Made ditemui di kediamannya, Jumat (11/1/2019).
Made merupakan salah satu pengrajin barong yang masih eksis di desanya. Masa mudanya juga aktif menjuarai lomba-lomba di tingkat kota/kabupaten. Sehingga tak jarang, dirinya menjadi rujukan yang ditunjuk pemda setempat.
Dia juga pernah mengikuti sanggar seni dan menjadi penabuh gamelan Bali. Dia mengaku kegiatannya itu turut mempromosikan usahanya.
"Dulu 1987 saya pernah ke Belanda bawa Calon Arang, ada tamu lihat terus ke sini. Saya juga dulu pernah keliling Eropa bawa kesenian diajak Pustaka Budaya, waktu itu nabuh aja. Sambil keliling nyambi bikin kerajinan," terangnya.
Untuk mengerjakan pesanan barong maupun produksi topengnya, Made biasa mengajak tetangga desa maupun saudaranya untuk membantu. Kini dia memiliki sekitar 20 pegawai untuk mengejakan setiap pesanan.
"Kalau semua ada 20 orang, kalau untuk nyelesein biasa 6 orang. Dibayarnya tenaga harian," terangnya.
Dalam setahun, Made biasa menerima pesanan tiga barong berukuran besar. Harga barong itupun bervariasi tergantung kemampuan pemesan.
"Kalau barong yang ini (sedang dibuat) dijual Rp 250 juta. Diselesaikan tiga bulan untuk kepentingan pura," jelasnya.
Made tak hanya membuat barong, dia juga membuat topeng-topeng maupun pernak-pernik tarian Bali. Barang buatannya itupun juga sudah dipasok ke sejumlah toko suvenir di Bali.
"Orang lokal juga banyak yang ke sini. Tamu biasanya dari artshop, Joger juga masuk. Biasanya kalau setor topeng minimal 2 dus, kalau miniatur-miniatur jumlahnya sampai ratusan," terang Made.
Made mengaku bisa mendapat ratusan juta tiap bulannya. Namun, menurutnya menekuni bisnis ini juga harus ikhlas.
"Tiap bulan bisa dapat minimal Rp 500 juta belum bersih. Rezeki itu ada aja, asal kita jujur kerja pasti ada, " ucapnya.
Membandingkan Berbagai Harga Bagasi 4 Maskapai
Polemik tarif bagasi jadi pro dan kontra di kalangan traveler. Sebenarnya, berapakah harga rata-rata bagasi maskapai berbiaya rendah?
detikTravel, Jumat (11/1/2019) membandingkan 4 maskapai yang beroperasi di Indonesia yaitu AirAsia, Citlink, Lion Air dan Sriwijaya Air. Pertimbangannya adalah keempatnya kelas menengah dengan harga yang tidak jauh berbeda. Dari situs resminya, inilah perbandingan soal urusan bagasinya:
1. Lion Air
Mulai dari Lion Air, yang baru-baru ini menerapkan harga kepada penumpang untuk barang bawaan bagasi. Sebelumnya, maskapai ini memberikan 20 kilogram gratis untuk setiap penerbangan.
Namun, ada kabar Lion Air menerapkan tarif untuk bobot 5 kilogram (kg) sebesar Rp 155 ribu, 10 kg Rp 310 ribu, 15 kg Rp 465 ribu, 20 kg Rp 620 ribu, 25 kg Rp 755 ribu, dan 30 kg Rp 930 ribu.
Menurut Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, bahwa harga bagasi disesuaikan dengan durasi penerbangan, kapasitas dan kebutuhan penumpang.
"Pada gambar informasi yang beredar, kami masih melacak sumbernya. Namun, untuk struktur tersebut adalah kisaran untuk penerbangan dengan flight hours lebih dari 3 jam, seperti Jakarta-Gorontalo, Jakarta-Manado, Jakarta-Kupang," ujar Danang dalam keterangan tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar