Gunung Agung, Bali sempat erupsi lagi dan mengeluarkan abu vulkanik. Wisatawan yang datang ke Pulau Dewata diimbau waspada dan sedia masker jika terjadi hujan abu.
"Pasca erupsi, aktivitas Gunung Agung sampai saat ini teramati masih berfluktuasi. Potensi erupsi masih ada namun kemungkinan kalau pun terjadi eksplosivitasnya masih rendah," kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana ketika dihubungi Jumat (11/1/2019).
Hingga saat ini status Gunung Agung belum diturunkan. Para wisatawan pun diminta menjauhi radius 4 km dari puncak.
"Saat ini status masih Level III (Siaga) di mana masyarakat diimbau untuk tidak melakukan aktivitas di dalam radius 4 km. Masyarakat di luar radius itu dapat menjalankan aktivitas seperti biasanya, mengingat potensi erupsi masih ada, masyarakat diimbau untuk senantiasa siap sedia masker penutup hidung dan mulut untuk melindungi dari paparan Abu Vulkanik jika terjadi erupsi dan hujan abu," tutur Devy.
Dari pantauannya, abu vulkanik teramati sempat menghujani sejumlah wilayah di Kabupaten Karangasem. Namun, hujan abu itu dilaporkan tipis.
"Umumnya di sektor barat laut Gunung Agung, dari yang terdekat seperti Desa Ban di Karangasem hingga ke wilayah lebih jauh seperti Desa Dause, Kabupaten Bangli, bahkan Desa Sudaji Kabupaten Buleleng. Namun paparan abu vulkanik teramati tipis," tuturnya.
Turis Asing Juga Pernah Belajar Bikin Barong di Sukawati
Kesenian barong yang identik dengan Bali sudah dikenal masyarakat dunia. Bahkan ada turis asing yang tertarik dan belajar langsung cara membuat barong.
Barong yang menjadi ciri khas Bali memang menarik perhatian mata turis yang liburan di Bali. Mulai dari warga negara Amerika Serikat hingga Belanda pun pernah belajar membuat barong di salah satu sentra produksi barong di Sukawati, Gianyar, Bali.
Salah satu pengrajin barong asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Sukawati, Made Puji menuturkan kerajinan barong mulai ramai dibuat di desanya sejak 1970-an. Dari barong itu dia juga punya murid mancanegara.
"Ini generasi ketiga dari bapak saya, sekarang ke anak. Kalau produk (barong) sempat dikirim ke Prancis, bahkan ada juga murid dari Texas, Balanda ke sini belajar bikin topeng, barong," ujar Made ditemui di kediamannya, Jumat (11/1/2019).
Made merupakan salah satu pengrajin barong yang masih eksis di desanya. Masa mudanya juga aktif menjuarai lomba-lomba di tingkat kota/kabupaten. Sehingga tak jarang, dirinya menjadi rujukan yang ditunjuk pemda setempat.
Dia juga pernah mengikuti sanggar seni dan menjadi penabuh gamelan Bali. Dia mengaku kegiatannya itu turut mempromosikan usahanya.
"Dulu 1987 saya pernah ke Belanda bawa Calon Arang, ada tamu lihat terus ke sini. Saya juga dulu pernah keliling Eropa bawa kesenian diajak Pustaka Budaya, waktu itu nabuh aja. Sambil keliling nyambi bikin kerajinan," terangnya.
Untuk mengerjakan pesanan barong maupun produksi topengnya, Made biasa mengajak tetangga desa maupun saudaranya untuk membantu. Kini dia memiliki sekitar 20 pegawai untuk mengejakan setiap pesanan.
"Kalau semua ada 20 orang, kalau untuk nyelesein biasa 6 orang. Dibayarnya tenaga harian," terangnya.
Dalam setahun, Made biasa menerima pesanan tiga barong berukuran besar. Harga barong itupun bervariasi tergantung kemampuan pemesan.
"Kalau barong yang ini (sedang dibuat) dijual Rp 250 juta. Diselesaikan tiga bulan untuk kepentingan pura," jelasnya.
Made tak hanya membuat barong, dia juga membuat topeng-topeng maupun pernak-pernik tarian Bali. Barang buatannya itupun juga sudah dipasok ke sejumlah toko suvenir di Bali.
"Orang lokal juga banyak yang ke sini. Tamu biasanya dari artshop, Joger juga masuk. Biasanya kalau setor topeng minimal 2 dus, kalau miniatur-miniatur jumlahnya sampai ratusan," terang Made.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar