Selasa, 30 Maret 2021

Cuan Pokemon Go Kalahkan Marvel dan Starwars

 Franchise Pokemon yang diluncurkan pada 1996 di Nintendo Gameboy telah berjalan selama 25 tahun dengan luar biasa. Berkat kesuksesan global Pokemon Go dan kepopulerannya sejak 2016, franchise ini meraup cuan besar bahkan mengalahkan Marvel Cinematic Universe dan Starwars.

Dikutip dari 9to5Mac, franchise Pokemon Go mencapai tonggak sejarah USD 100 miliar dalam penjualan sepanjang masa. Data baru dari SafeBettingSites menyebutkan, Pokémon telah menjadi merek media paling bernilai di dunia.


Dengan USD 100 miliar dalam penjualan sepanjang masa yang diraupnya, Pokemon berada di atas Marvel Cinematic Universe, Star Wars, Mickey Mouse, Winnie the Pooh, dan Hello Kitty.


Meski Pokemon telah memiliki berbagai game populer selama 25 tahun terakhir, hanya Pokemon Go yang menjadi katalisator untuk menjadi franchise media paling bernilai di dunia. Dirilis pada tahun 2016, Pokemon Go mencatat 100 juta unduhan pada tahun 2020 dengan angka pengeluaran pemain USD 1,2 miliar. Ini menjadikannya game seluler terlaris ketiga setelah PUBG dan Honor of Kings.


Game baru lainnya seperti Pokemon Home dan Quest juga memiliki jutaan pemain dan menambah nilai franchise. Selain itu, film adaptasi Pokemon: Detective Pikachu yang rilis di 2019, mendapatkan peringkat tertinggi kedua di box office dari semua film adaptasi video game pada Maret 2021 dengan pendapatan kotor USD 432 juta.

https://kamumovie28.com/movies/taste-of-love-3/


Aneka Skenario Masa Depan UU ITE


Polemik pasal karet UU ITE seperti momok menakutkan di masyarakat. Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE dinilai multi tafsir dan telah menjerat banyak korban. Banyak pihak mendesak agar kedua pasal tersebut dicabut saja.

Tujuan awal pembentukan UU ITE adalah agar ruang digital Indonesia dapat dimanfaatkan dengan lancar dan produktif serta dapat mencegah konflik di ranah maya. Terbitnya undang-undang tersebut diharapkan mampu memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknik informasi.


UU ITE tersebut memiliki tujuan yang baik. Namun dalam praktik, Pasal 27 dan Pasal 28 justru menimbulkan ketidakadilan karena seringkali dimanfaatkan salah satu pihak untuk membungkam pihak yang kritis, bahkan cenderung menghalangi kebebasan berpendapat dan berekspresi. Melansir SAFEnet, Rabu (24/3) sepanjang tahun 2020 sudah ada 34 kasus yang terjerumus dalam pasal karet ini.


Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Dr Febby Mutiara Nelson SH MH mendukung wacana pemerintah untuk mengamandemen UU ITE. Ia mengungkapkan bahwa Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE bak pasal karet.


Selain isinya multitafsir, kedua pasal tersebut menimbulkan duplikasi hukum, salah satunya dengan KUHP. Febby menjelaskan bahwa Pasal 27 dan 28 UU ITE mengatur perbuatan yang dilarang, sehingga seharusnya pasal ini tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus di-juncto-kan dengan Pasal 45 dan 45 A UU ITE.


"Apakah pasal ini dapat menimbulkan kriminalisasi atau tidak, ketentuan pasal tersebut merupakan delik dikualifisir dari ketentuan serupa yang ada di dalam KUHP," kata Febby saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (27/3/2021).


Artinya, Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE tersebut memberikan unsur keadaan yang memberatkan dari suatu tindak pidana serupa yang telah diatur dalam KUHP yang mengakibatkan ancaman pidananya diperberat.


Hingga saat ini sudah terdapat beberapa skenario untuk menindaklanjuti kedua pasal karet tersebut. Hotman Paris Hutapea mengusulkan agar pemerintah menghapus Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan dimasukkan murni ke ranah hukum perdata.

https://kamumovie28.com/movies/down-a-dark-hall/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar