Selasa, 18 Mei 2021

Pascalebaran, DKI Jakarta Siap-siap Hadapi Lonjakan Kasus COVID-19

 Meski sudah ada larangan mudik, nyatanya sebagian warga masih bepergian di momen lebaran 2021. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengaku sudah mulai bersiap-siap mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.

Kepala Dinkes DKI Jakarta Widyastuti menjelaskan pihaknya memantau dan mewaspadai kasus COVID-19 klaster mudik. Ia mengimbau agar pihak RT, RW, serta kader memberi informasi siapa saja yang bepergian karena sebagian besar warga menggunakan mobil pribadi.


DKI Jakarta juga telah menyiapkan 6.633 tempat tidur isolasi dan 1.007 fasilitas ICU per tanggal 17 Mei. Kondisinya saat ini tempat tidur isolasi telah terisi 1.724 atau 26 persen dan ICU telah terisi 338 atau 34 persen.


"Meskipun pemerintah telah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik dan melakukan penyekatan, tapi kami tetap mewaspadai adanya potensi klaster hasil dari bepergian ini," kata Widyastuti dalam keterangan pers yang dikutip pada Selasa (18/5/2021).


Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut, berdasarkan data yang tercatat sejak 6 hingga 15 Mei 2021, sudah lebih dari 2,6 juta orang di Jakarta meninggalkan Ibu Kota. Sedangkan warga yang masuk ke Jakarta dalam rentang waktu yang sama sebanyak 2,2 juta orang.


"Kita berdoa berusaha terus agar masa libur Idul Fitri ini tidak menimbulkan peningkatan atau lonjakan COVID di Jakarta," kata Riza.

https://indomovie28.net/movies/2-lava-2-lantula/


Pelanggaran Diviralkan, Bikin Jera atau Mentok Jadi Guyonan?


Belakangan banyak sekali video viral aksi memaki petugas di titik penyekatan mudik. Banyak kalangan menilai, pelanggaran seperti itu perlu diberi efek jera dengan cara dipermalukan dan diviralkan di media sosial.

Bukan hanya bikin pelaku jera, tapi diharapkan menjadi edukasi bagi yang lain untuk tidak ikut-ikutan melanggar. Tapi faktanya, aksi pelanggaran disertai memaki-maki petugas kok ada terus? Padahal semuanya juga viral lho.


Psikolog Anastasia Sari Dewi, founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, menjelaskan bahwa larangan mudik ini memang bukan perkara mudah. Pasalnya, bermudik di kala lebaran sudah bertahun-tahun menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.


"Tingkat pendidikan juga perlu diperhatikan, dipertimbangkan sehingga sulit sekali untuk diatur karena mereka lebih, atau kemampuan untuk menganalisa sebab-akibat dan risiko khususnya terkait pandem itu tidak terlalu tinggi. Mereka kurang mengerti, kurang bisa menangkap esensi terkait ini. Jadi hanya kalangan tertentu yang bisa paham bahayanya pandemi dan kerumunan," terang Sari pada detikcom, Senin (17/5/2021).

Video viral tersebut memang berpotensi menciptakan jera bagi pelaku, serta bikin publik yang menonton berpikir ulang untuk melanggar, lalu terpengaruh untuk mematuhi larangan mudik.



Ia tak heran video-video viral ini menjadi bahan tertawaan pengguna media sosial. Sederhananya, disebabkan tingkah pelaku dalam video yang berbeda dari sikap masyarakat lazimnya.


Akan tetapi ia mengingatkan, tontonan ini harus disikapi dengan bijak karena bisa jadi, yang dipertontonkan hanyalah potongan dari apa yang sebenarnya terjadi di balik video.


"Sebenarnya tentu saja ada tertawanya, tapi apakah yang kita pikirkan semua bisa diambil nilai edukasinya? Tentu saja hanya sebagian orang, kembali lagi ke orang-orang dengan tingkat pendidikannya seperti apa, kemampuan analisa masalah seperti apa," terang Sari.


"Media sosial menampilkannya lengkap atau tidak, justru terpotong-potong infonya. Itu juga perlu diperhatikan. Di saat tidak lengkap, tidak ada keterangan lengkap atau justru lebih fokus pada 1 pihak tertentu saja. Itu dampaknya buruk untuk publik. Publik menjadi dibuat rancu, bias. Informasinya berat sebelah, atau di-set," lanjutnya.

https://indomovie28.net/movies/hair-wolf/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar