Uji klinis beberapa vaksin COVID-19 saat ini melaporkan efektivitas melebihi 90 persen. Ada tiga vaksin Corona yaitu vaksin Pfizer, Moderna, dan asal Rusia, Sputnik V. Lantas bagaimana uji klinis vaksin COVID-19 Indonesia?
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menjelaskan uji klinis vaksin COVID-19 Indonesia yang tengah dikembangkan di Bandung, perkembangan terakhir per 6 November, ada 1.620 yang sudah diberikan vaksin Corona dosis pertama, 1.603 lainnya sudah diberikan vaksin kedua.
Sementara itu, ada 1.520 peserta uji klinis vaksin COVID-19 Indonesia yang masuk ke tahap monitoring. Tak hanya itu, Penny juga menjelaskan BPOM sudah melakukan inspeksi ke China terkait mutu vaksin COVID-19.
Apa hasil inspeksi BPOM ke China?
"Dalam uji klinik vaksin COVID-19 untuk mendapatkan emergency use of authorization tentunya membutuhkan data juga selain data mutu, yaitu dihasilkan dengan inspeksi, didapatkan dengan inspeksi, dan pendampingan cara produksi obat yang baik dari fasilitas juga adalah data yang dibutuhkan dari data klinis berdasarkan uji klinis fase ketiga," ungkap Penny dalam siaran pers Komisi IX DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan RI.
Penny menegaskan sejauh ini pengawalan mutu terkait vaksin COVID-19 Sinovac aman. Namun, kini pihaknya masih menunggu aspek keamanan dan khasiat lebih lanjut dari suntikan dosis vaksin COVID-19 yang kedua.
"Sedangkan untuk pengawalan mutu BPOM datang sendiri ke China untuk melihat fasilitas produksi Sinovac dan kami sudah mendapatkan data dan data menunjukkan kualitas yang baik," lanjutnya.
"Dan sangat bisa dipercaya, jadi jika dikaitkan dengan mutu sudah tidak ada masalah, hanya sekarang kita masih menunggu aspek keamanan dan khasiat dari analisa dan monitoring observasi tiga bulan dan 6 bulan sesudah suntik dosis vaksin yang kedua," pungkasnya.
https://tendabiru21.net/movies/swingers-massacre/
BPOM RI Cabut EUA dan Izin Edar Penggunaan Klorokuin untuk COVID-19
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencabut persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) obat yang mengandung Hydroxychloroquine Sulfate untuk pengobatan COVID-19. Selain itu, BPOM juga mencabut izin edar dari obat-obatan yang mengandung Chloroquine Phosphate untuk pengobatan COVID-19.
"Benar. Kedua obat tersebut dicabut EUA-nya (untuk pengobatan COVID-19) dengan pertimbangan karena risikonya lebih besar dari manfaatnya," kata Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Makanan, Dra Togi Junice Hutadjulu Apt, MHA, saat dihubungi detikcom, Selasa (17/11/2020).
Togi mengatakan, pencabutan EUA dan izin edar kedua obat ini sudah melalui berbagai tahap pengkajian. Bahkan data yang diperoleh untuk pengkajian ini didapatkan langsung dari rumah sakit.
"Pencabutan EUA obat ini sudah melalui proses pengumpulan data langsung dari rumah sakit (farmakovigilans aktif), pengkajian secara statistik dan pembahasan berulang kali dengan tim ahli, perwakilan Organisasi Profesi dan pemanggilan Industri farmasi," jelasnya.
Berdasarkan edaran yang diterima detikcom, pihak BPOM menghimbau untuk obat yang mengandung Hydroxychloroquine Sulfate dan Chloroquine Phosphate ini agar tidak digunakan lagi dalam pengobatan COVID-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar