Menyusul Pfizer-BioNTech, perusahaan farmasi Moderna juga mengumumkan hasil awal uji klinis vaksin COVID-19 yang dikembangkannya. Efektivitas vaksin tersebut diklaim mencapai 94,5 persen.
"Efektivitas keseluruhan luar biasa. Ini hari luar biasa," kata Tal Zaks, chief medical officer Moderna, dikutip dari BBC News.
Sebelumnya, Pfizer-BioNTech juga mengklaim vaksin COVID-19 buatannya memiliki tingkat efektivitas di atas 90 persen.
Kedua vaksin tersebut merupakan salah satu dari sejumlah kandidat potensial vaksin COVID-19 yang saat ini masih menjalani uji klinis tahap 3. Meski dinilai efektif, kedua vaksin ini juga memiliki efek samping.
Dirangkum detikcom, berikut perbandingan efek samping antara vaksin COVID-19 Moderna dan Pfizer-BioNTech.
Vaksin COVID-19 Moderna
Dari 30 ribu relawan uji coba vaksin COVID-19 Moderna, sebagian di antaranya mengalami efek samping ringan-sedang. Misalnya, mengalami nyeri di area suntikan, kelelahan, nyeri sendi, dan sakit kepala.
"Mayoritas efek samping ringan atau sedang dalam tingkat keparahan," ucap Moderna, dikutip dari Fox News.
CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan efek samping ini hanya berlangsung sebentar dan bisa pulih sendiri tanpa harus mengonsumsi obat. Artinya, vaksin ini secara umum dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh.
"Saya selalu mengingatkan, memiliki sedikit reaksi kekebalan adalah sinyal baik. Sistem kekebalan Anda bekerja karena vaksin sedang diaktifkan," ujar Bancel.
Meski begitu, beberapa partisipan mengaku mengalami keluhan parah setelah penyuntikan kedua, yakni 10 persen mengalami kelelahan hingga sulit melakukan aktivitas sehari-hari dan 9 persen mengeluhkan nyeri badan.
Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech
Menurut keterangan para relawan yang mendapat suntikan pertama vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech, ada beberapa efek samping yang dirasakan. Di antaranya adalah sakit kepala dan nyeri otot, seperti yang muncul setelah melakukan vaksin flu.
Hal ini pun diungkapkan oleh Glenn Deshields (44) dari Austin, Texas, dan Carrie (45) dari Missouri. Mereka berdua adalah relawan vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech.
Glenn mengatakan, ia merasa 'teler yang parah' seperti mabuk usai disuntik vaksin buatan Pfizer-BioNTech tersebut, namun efeknya tidak berlangsung lama.
Sementara Carrie mengeluhkan sakit kepala, nyeri di tubuh, hingga demam setelah mendapat suntikan pertamanya pada bulan September lalu.
"Efek sampingnya tampak meningkat setelah dosis kedua bulan lalu," jelasnya yang dikutip dari Express UK.
https://tendabiru21.net/movies/i-saw-the-devil/
65 Staf WHO Dilaporkan Terinfeksi Virus Corona
Ada 65 kasus COVID-19 di markas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, termasuk lima orang yang bekerja di tempat itu dan melakukan kontak satu sama lain, demikian isi surel internal yang diperoleh Associated Press.
Pihak WHO menyebut tengah menyelidiki bagaimana staf mereka terinfeksi dan belum bisa memastikan apakah penularan terjadi di kantor. WHO mengkonfirmasi kasus tersebut pada Senin (16/11) untuk pertama kalinya kepada publik.
Sebanyak 49 dari keseluruhan kasus terjadi dalam delapan pekan terakhir. Pengungkapan itu muncul di tengah lonjakan kasus di Eropa dan kota Jenewa.
"Sesuai protokol standar, rekan-rekan ini menerima perhatian medis yang diperlukan dan memulihkan diri di rumah. Lima kasus terakhir menjadikan jumlah total anggota yang dilaporkan terkena dampak dari angkatan kerja yang berbasis di Jenewa menjadi 65 orang sejak awal pandemi," bunyi surel tersebut.
Menurut surel tersebut, sekitar setengah dari infeksi yang tercatat sejauh ini terjadi pada orang-orang yang bekerja dari rumah. Tetapi 32 orang lainnya adalah staf yang biasa bekerja di kantor, di mana biasanya ada 2.000 orang yang berada di gedung itu.
Surel itu tidak menyebutkan siapa saja staf yang terinfeksi, tapi seorang staf WHO yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada pers bahwa lima kasus terkait termasuk anggota kepemimpinan direktur jenderal WHO yang juga tim spesialis pengendalian infeksi.
"Sepengetahuan saya, klaster yang sedang diselidiki adalah bukti pertama dari potensi penularan di WHO," kata Direktur Eksekutif Program Keadaan Darurat WHO, Michael Ryan kepada jurnalis.
Dua minggu lalu, Kepala teknis WHO untuk COVID-19, Maria Van Kerkhove, mengatakan belum ada transmisi di markas besar hingga saat itu, tetapi menambahkan bahwa badan tersebut sedang memantaunya.
Awal bulan ini, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, melakukan karantina mandiri usai dilaporkan terlibat kontak dengan seseorang yang dinyatakan positif virus corona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar