Kamis, 26 November 2020

Waspada, Ini Sederet Gejala COVID-19 yang Kerap Tak Disadari

 Pandemi COVID-19 telah melanda dunia lebih dari sepuluh bulan. Ada banyak hal yang telah diketahui soal virus Corona.

Namun, meski sudah terpengaruh begitu lama, banyak yang masih harus diungkap. Terutama, dalam hal memahami dan mengidentifikasi gejala COVID-19, masih banyak yang belum diketahui oleh masyarakat.


Banyak pasien COVID-19 yang mengeluhkan gejala beragam. Namun, ada beberapa gejala yang tetap menjadi paling umum dikeluhkan di antara yang terinfeksi Corona.


Adapun gejala Corona yang paling umum adalah, demam, batuk kering, sakit tenggorokan, hidung berair dan tersumbat, nyeri dada dan sesak napas, kelelahan, infeksi saluran cerna, serta hilangnya indra penciuman dan perasa.


Meskipun demam, batuk, dan sesak napas adalah beberapa gejala COVID-19 yang paling umum, banyak orang tampaknya mengabaikan gejala yang tidak umum pada pasien yang terinfeksi virus.


Dikutip dari laman Times of India, berikut beberapa gejala COVID-19 yang kerap tak disadari.


1. Sakit perut dan masalah gastrointestinal

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh American Journal of Gastroenterology, virus Corona COVID-19 dapat menyebabkan masalah gastrointestinal yang parah pada pasien.


Dalam data yang mengamati sekitar 204 pasien di China, 48,5 persen mengidap masalah perut. Pasien dengan COVID-19 mengeluh sakit perut sebelum mengembangkan gejala lain yang lazim untuk penyakit tersebut.


Masalah gastrointestinal lainnya termasuk diare, mual dan sembelit.


2. Mata merah

Selain itu, kasus infeksi mata pada banyak pasien COVID-19 juga meningkat belakangan ini. Konjungtivitis seperti kemerahan dan pembengkakan jaringan putih di mata, telah diidentifikasi sebagai gejala yang jarang tetapi lazim pada pasien virus Corona.


Ini dapat menyebabkan rasa gatal dan kemerahan yang hebat pada mata, setelah itu dapat menyebabkan komplikasi yang parah.


3. Brain fog atau kabut otak

Kemudian, walaupun kelelahan dan rasa lelah telah diakui sebagai gejala umum pada pasien COVID-19, beberapa orang juga melaporkan keluhan kelelahan mental, yang juga dikenal sebagai kabut otak.


Meskipun kita harus waspada terhadap tanda-tanda paling umum dari virus mematikan, tanda dan gejala lain yang kurang dikenal tidak boleh diabaikan.


Semua harus tetap waspada dan melakukan tes diri segera setelah mereka mengembangkan gejala potensial.

https://nonton08.com/movies/crazy/


Mengenal Profesi Ahli Epidemiologi, Juru Wabah yang Hits Selama Pandemi


Sejak wabah COVID-19 merebak, profesi ahli epidemiologi semakin tak asing didengar. Namun, tidak sedikit yang juga belum memahami apa sebenarnya ilmu epidemiologi dan siapa yang bisa disebut ahli epidemiologi atau sebutan lainnya juru wabah.

Dr Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menjelaskan sebenarnya ilmu epidemiologi tak hanya mempelajari soal wabah saja. Namun, tiga hal dalam masalah kesehatan seperti frekuensi, distribusi dan determinan, apa itu?


"Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi jumlah, distribusi penyebarannya, dan determinan, dan apa-apa saja yang menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi, atau penularan frekuensi dan bagaimana penyebarannya, determinan apa saja yang menyebabkannya," jelas Dr Pane saat dihubungi detikcom Selasa (24/11/2020).


Orang yang disebut sebagai ahli epidemiologi disebut Dr Pane harus sudah melalui pendidikan epidemiologi, baik di bawah fakultas kesehatan masyarakat maupun di bawah program pascasarjana kedokteran.


Lantas bagaimana yang tidak menjalani pendidikan tersebut?

"Kalaupun dia tidak mendapat pendidikan epidemiologi setidaknya dia mendapatkan materi epidemiologi secara adequat, ada berapa SKS yang harus didapatkan," sebut Dr Pane.


"Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) bersama Kemenkes juga melakukan pelatihan. Nah ini untuk mendapatkan SKS itu kan, pelatihan asisten epidemiologi di lapangan," lanjutnya.


Tak hanya lulus sarjana kedokteran

Dr Pane menegaskan bagi yang ingin melakukan praktik tak bisa hanya lulus sekolah kedokteran, ada beberapa persyaratan termasuk dari Kementerian Kesehatan RI. Salah satunya terkait surat tanda registrasi (STR).


"Itu harus ada persyaratan dari Kemenkes, dia harus lulus mengajukan surat utk mengajukan STR, surat tanda registrasi bahwa dia memang firm sah di-accepted oleh Kemenkes sebagai seseorang yang memenuhi syarat utk mendapatkan STR," sebut Dr Pane.


Ahli epidemiologi mendapatkan STR dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).


Seorang ahli epidemiologi juga harus lulus uji kompetensi. Klik halaman selanjutnya untuk meneruskan.

https://nonton08.com/movies/fast-furious/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar