Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, keberadaan vaksin COVID-19 tidak akan langsung mengakhiri pandemi Corona.
"Vaksin akan melengkapi alat (kesehatan) lain yang kita punya, tetapi bukan menggantikannya," ucap Tedros dalam konferensi pers, Senin (16/11/2020), dikutip dari CBS News.
"Vaksin sendiri tidak akan mengakhiri pandemi," tegasnya.
Hingga kini, sejumlah kandidat potensial vaksin COVID-19 masih menjalani uji klinis tahap 3 di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Tedros pun menyatakan kegembiraannya atas perkembangan vaksin COVID-19 yang saat ini sedang dikerjakan. Namun, ia mengingatkan agar tidak cepat berpuas diri, karena lonjakan kasus Corona masih terus terjadi di banyak negara.
"Kami terus menerima berita yang menggembirakan tentang vaksin COVID-19 dan optimis tentang potensi 'alat baru' ini akan tiba dalam beberapa bulan mendatang," ucap Tedros, dikutip dari CNA.
"Dan ini bukan waktunya untuk berpuas diri," tambahnya.
Sebelumnya, pada Sabtu (14/11/2020), WHO mencatat laporan kasus harian COVID-19 tertinggi secara global, yakni 660.905 kasus dalam sehari. Penambahan kasus ini melampaui rekor sebelumnya pada 7 November lalu, yaitu 614.013 kasus baru.
Sementara itu, dikutip dari Worldometers, hingga kini total kasus Corona di dunia sudah mencapai 55.327.812 kasus. Sedangkan, total pasien yang sudah sembuh sebanyak 38.463.933 orang dan 1.331.643 lainnya meninggal dunia.
https://tendabiru21.net/movies/the-secret-in-their-eyes/
Sama-sama 90 Persen Efektif, Ini Kelebihan Vaksin COVID-19 Moderna Vs Pfizer
Sama-sama diklaim punya efektivitas di atas 90 persen, vaksin COVID-19 buatan Moderna dan Pfizer memang punya sejumlah kemiripan. Namun Moderna mengklaim vaksin buatannya punya keunggulan.
Selain punya efektivitas yang mencapai 94,5 persen, vaksin COVID-19 Moderna juga mirip dengan vaksin Pfizer dalam hal teknologi yang digunakan. Keduanya menggunakan platform mRNA, yakni menggunakan kode genetik virus yang bisa dibuat manusia.
Cara kerja vaksin ini adalah dengan melatih sistem imun tubuh untuk memerangi infeksi virus. Teknologi yang menggunakan platform mRNA ini terbilang paling mutakhir, belum pernah digunakan dalam vaksin yang saat ini beredar.
Apa kelebihan vaksin Moderna dibanding Pfizer?
Dr Tal Zacks, chief medical officer Moderna, mengatakan vaksin ini bisa bertahan selama 6 bulan pada penyimpanan dengan suhu minus 20 derajat Celcius. Bahkan masih bisa bertahan selama 30 hari pada suhu pendingin biasa.
"Kami memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada untuk vaksin lain di pasaran," kata Dr Zacks, dikutip dari CNN, Selasa (17/11/2020).
Vaksin lain yang bisa disimpan dengan suhu serupa adalah vaksin cacar air.
Sebagai pembanding, vaksin COVID-19 Pfizer disebut membutuhkan penyimpanan pada suhu minus 75 derajat Celcius. Tidak ada vaksin lain di Amerika Serikat yang membutuhkan suhu serendah itu untuk penyimpanan, sehingga masalah distribusi akan menjadi tantangan serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar