Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencabut persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) obat yang mengandung Hydroxychloroquine Sulfate untuk pengobatan COVID-19. Selain itu, BPOM juga mencabut izin edar dari obat-obatan yang mengandung Chloroquine Phosphate untuk pengobatan COVID-19.
"Benar. Kedua obat tersebut dicabut EUA-nya (untuk pengobatan COVID-19) dengan pertimbangan karena risikonya lebih besar dari manfaatnya," kata Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Makanan, Dra Togi Junice Hutadjulu Apt, MHA, saat dihubungi detikcom, Selasa (17/11/2020).
Togi mengatakan, pencabutan EUA dan izin edar kedua obat ini sudah melalui berbagai tahap pengkajian. Bahkan data yang diperoleh untuk pengkajian ini didapatkan langsung dari rumah sakit.
"Pencabutan EUA obat ini sudah melalui proses pengumpulan data langsung dari rumah sakit (farmakovigilans aktif), pengkajian secara statistik dan pembahasan berulang kali dengan tim ahli, perwakilan Organisasi Profesi dan pemanggilan Industri farmasi," jelasnya.
Berdasarkan edaran yang diterima detikcom, pihak BPOM menghimbau untuk obat yang mengandung Hydroxychloroquine Sulfate dan Chloroquine Phosphate ini agar tidak digunakan lagi dalam pengobatan COVID-19.
https://indomovie28.net/movies/section-44/
Vaksin COVID-19 Gratis di Indonesia Bakal Tersedia untuk 32 Juta Orang
Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto menyampaikan update seputar pelaksanaan vaksinasi virus Corona di Indonesia. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Menkes Terawan menyampaikan ada 107 juta orang yang akan mendapat vaksin COVID-19.
Dalam pemenuhannya, ada 2 skema pemberian vaksin yakni vaksin program pemerintah dan vaksin mandiri. Untuk vaksin program, sasaran penerima sekitar 32 juta orang dengan 73 dosis vaksin.
"Vaksin program sasarannya 32.158.276 orang," kata Menkes Terawan.
Untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi COVID-19 program pemerintah, jenis vaksin COVID-19 yang diberikan adalah vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac sebanyak 58 juta dosis dan vaksin Cova/Gavi sebanyak 16 juta dosis.
Kelompok penerima vaksin ini adalah tenaga kesehatan, pelayan publik termasuk TNI/Polri, dan peserta BPJS Kesehatan PBI. Mereka yang berada dalam kelompok ini tidak dibebankan biaya vaksinasi.
Selain itu untuk program vaksinasi mandiri yang kelompok penerimanya adalah masyarakat dan pelaku ekonomi, jumlah orang yang nantinya akan disuntik vaksin berada di angka 75 juta orang.
Ada 3 jenis vaksin COVID-19 yang diberikan untuk kelompok mandiri yakni 85 juta dosis vaksin Sinovac, 30 juta dosis vaksin Novavax, dan 57,6 dosis vaksin Merah Putih.
Ini Syarat dan Ketentuan Sebelum Vaksin COVID-19 Diberikan ke Masyarakat
Sejumlah kandidat potensial vaksin virus Corona COVID-19 kini masih menjalani uji klinis tahap 3. Lantas kapan vaksin bisa diberikan ke masyarakat?
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, kandidat vaksin COVID-19 bisa diberikan ke masyarakat dengan catatan sebagai penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA).
Namun, vaksin tersebut perlu memenuhi syarat dan ketentuan terlebih dahulu untuk mendapatkan izin EUA.
Apa saja syarat untuk mendapatkan EUA?
Penny menjelaskan, syarat utamanya adalah vaksin harus memenuhi aspek khasiat dan keamanan. Ini bisa didapatkan dari data uji klinis vaksin tahap 3 yang masih berlangsung.
"Jadi kalau izin edar yang reguler itu tentunya harus sampai tuntas selesai penyuntikan yang kedua. Tetapi, pada EUA dapat diberikan dengan data pertengahan, data interim uji klinis fase 3," jelas Penny dalam siaran pers Komisi IX DPR RI Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan RI, Selasa (17/11/2020).
Dari aspek khasiat, Penny mengatakan, ada dua kriteria yang perlu dipenuhi oleh vaksin. Di antaranya sebagai berikut.
Imunogenisitas. Kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi dan antibodi dapat menetralisasi virus.
Efikasi atau kemanjuran. Kemampuan vaksin dalam memberikan proteksi dari paparan virus ketika seseorang telah diberi vaksin dan kembali ke masyarakat.
"Nanti akan dibandingkan antara kejadian terhadap pemaparan atau infeksinya. Dibandingkan yang mendapat plasebo dan vaksin itu harus lebih besar dari 50 persen," ucap Penny.
Sementara dalam aspek keamanan, Penny mengatakan, keamanan vaksin bisa dilihat dan ditinjau dari ada atau tidaknya efek samping yang terjadi setelah relawan mendapat suntikan.
"Keamanan didapatkan dari data efek samping yang terjadi pasca pemberian vaksin, saya kira aspek keamanan itu bisa dibuktikan dari uji klinis fase 1 dan 2," ujarnya.
Selain itu, Penny menegaskan bahwa kandidat vaksin juga perlu memenuhi standar mutu yang berlaku sebelum diberikan izin EUA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar